15. rapuh yang tak tampak

1.8K 518 50
                                    

Rapat yang sejatinya dijadwalkan untuk segera dimulai siang itu lantas terpaksa harus ditunda karena berita mengejutkan ini. Kealfaan Guanlin dari markas pun tidak serta-merta mendinginkan suasana hati penuh badai yang The Lost rasakan. Tidak ada satu pun yang berani membuka lisan, atau sekadar melirik teman di sebelah mereka pun tidak. 

Siang ini, Nakyung pulang bersama Jeno karena rumah mereka satu arah. Selama berada di perjalanan, Jeno acap kali melirikkan netralnya pada kaca spion, memantau ekspresi wajah Nakyung di kursi belakang. Gadis itu kerap tertunduk, air mukanya tetap muram. 

Perjalanan penuh kabut dan awan gelisah itu berakhir di depan rumah berpagar kayu—rumah Nakyung. Jika biasanya ada Alejandro terparkir di depan pagar, kali ini justru Jeno dan motornya. 

"Itu... gak bener. Gue... gue gak sama Jinyoung," ucap Nakyung dengan nada bergetar, setelah sedari tadi menutup rapat-rapat bibirnya. 

Netra Nakyung yang menatap Jeno kembali bergetar dan berair, disusul isakan kecil yang berusaha sang gadis sembunyikan. Melihat Nakyung kembali bersedih, Jeno lantas bangkit dari atas motornya. Pemuda itu berdiri tepat di depan sang gadis, lantas menepuk-nepuk pelan bahu rapuh gadis itu. 

"Udah, lo gak usah mikirin itu dulu. Tenangin diri dulu, ya? Masih ada gue sama Haechan yang bakal ngurus," ucap Jeno sambil mengutas senyum. 

"Gue takut banget, Jen. Pas dulu Guanlin sama Jinyoung berantem, gue takut banget bakal terjadi sesuatu ke The Lost, apalagi sekarang, banyak banget yang ngomongin—"

"Sst, udah, The Lost gak apa-apa, kan masih ada gue," Jeno menghapus air mata Nakyung dengan buku jarinya, "Selama gue masih di sini, gue jamin gak bakal ada orang yang bisa nyakitin The Lost, termasuk nyakitin sahabat-sahabat gue. Gak usah takut, ya? Bareng-bareng kita lindungin satu sama lain."

Pemuda itu memaksakan diri untuk tersenyum di depan Nakyung, meskipun hatinya sama berat dan gundahnya. Begitu melelahkan menjadi sosok yang berpura-pura tegar, berpura-pura memiliki bahu paling kokoh, berpura-pura seolah baik-baik saja; tetapi sudah menjadi kewajibannya untuk menjadi seseorang yang selalu ada untuk dijadikan tempat bersandar.

"Jangan khawatir lagi, oke? Kita kan udah janji buat saling rangkul dan saling percaya," ucap Jeno lagi.

Perlahan, Nakyung menganggukkan kepalanya. Gadis itu tahu, Jeno selalu memiliki beban paling berat di pundaknya, beban yang selalu ia tutupi dengan senyum penenang di wajahnya.

"Makasih ya, Jen. Makasih, karena lo masih sabar ngadepin gue," ucap Nakyung.

"Ya elah, apaan sih, kayak yang apa aja. Hapus dulu air matanya, masa lo mau masuk rumah sambil nangis? Nanti gue yang diomelin nyokap lo," canda Jeno. "Oh, ya, jangan dipikirin sendirian, ya? Kalo lo tiba-tiba kepikiran, telpon gue atau Haechan. Jangan kebanyakan nangis, nanti kepentok tembok, benjol, nangis lagi."

"JENO, IH!!!"

"JENO, IH!!!"

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
ALEGORI: The LostTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang