PROLOGUE

116 37 5
                                    

Hari itu adalah hari bersejarah baginya, dan hari kehancuran bagiku. Aku tak mengerti perasaan apa yang kualami, sampai kurasa sangat menyayat hati.

Bukan kah sekarang aku juga harus berbahagia? Janur kuning melengkung di depan pagar rumahnya. Orang-orang yang hadir berbalut baju kebaya. Ungkapan kata bahagia di papan bunga yang terpajang elok menyambut tamu.

Dan juga dia yang selalu tampil cantik meski dengan rambut yang disanggul tinggi.

Betapa bodohnya aku yang meneteskan airmata pada saat momen bahagia ini.

"Bunda, untuk apa kita disini? Aku akan ketinggalan pesawat nanti." Ujarku memberenggut membuang muka dan mengusap sudut mataku dengan cepat.

Bunda tersenyum kecut sambil mengelus punggungku. Mobil pun melaju, meninggalkan rumah megah itu yang mulai di banjiri para tamu undangan pernikahan.

Aku menatap kembali sepucuk undangan batik berwarna emas dan hitam yang elegan. Mungkin sudah beribu kali aku membacanya dengan hati yang mendidih setiap kali ku ulang terus menerus.
Rendy Setyo Nugroho & Anna Stefanny Prawidja

Aku tersenyum. "Selamat berbahagia, Anna. Selamat menempuh hidup baru bersamanya.."

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang