Psikoterapi

34 10 0
                                    

Setelah kejadian kemarin, Dave telah membicarakan ini pada keluarganya, ia akan membawa Anna ke Jakarta untuk Psikoterapi. Ia yakin, ia hanya perlu waktu untuk menyembuhkan Anna. Dan pendapat Dave langsung disetujui oleh Iffanka dan Albarak. Ayahnya juga telah pulang dari luar kota setelah kejadian yang menimpa Anna.

"Kamu sudah siap sayang?"

Anna berbalik dan mendapati Iffanka di ambang pintu. Anna tersenyum kemudian memeluk Iffanka. Wanita itu tak kenal lelah mengurus Anna seperti anak kandungnya sendiri. Anna sangat beruntung telah mengenal keluarga Prananta yang selalu berbaik hati padanya. Ia merasa berhutang budi pada keluarga ini.

"Tante Iffa.. Jaga diri tante baik-baik ya.. Jangan terlambat makan, nanti mag tante kambuh lagi"

Iffanka mendekapnya erat, mengelus kepalanya lembut, dan menghapus airmatanya. Iffanka tau, Anna gadis yang kuat. Wanita itu selalu teringat, jika bukan dia yang menolong Anna, siapa lagi? Anak itu tidak memiliki apa-apa sekarang. Namun, gadis itu selalu tersenyum. Selalu merasa bahagia. Selalu merasa dirinya baik-baik saja, padahal jauh didalam tatapan matanya, terlihat luka yang besar akibat trauma di masa lalu yang selalu menyiksanya.

"Kamu juga ya, sayang. Jaga diri kamu disana. Sering-sering telfon tante ya, tante bakalan kangen sama kamu."

"Aku juga bakalan kangen sama tante."

Iffanka tersenyum mengecup puncak kepala Anna. Ia telah menganggap Anna seperti Anaknya sendiri. Kemudian mereka pun turun ke lantai dasar, dan membantu Anna menurunkan kopernya.

Semua telah menunggu mereka di ruang tamu. Albarak menghampiri Anna dan merangkulnya dengan hangat.
"Kamu sangat mirip dengan Galih."

Anna tersenyum. "Makasih Om."

Albarak menangkup wajah Anna. "Anna.. Jika suatu saat nanti kamu merasa sendiri di dunia ini. Ingat kami akan selalu membuka pintu untuk kamu. Kedepannya nanti, apapun kenyataannya, kamu harus ikhlas."

"Kenyataan apa om?"

"Kamu akan tahu nanti." UJar Albarak seraya mengusap puncak kepala Anna. Sedangkan Anna yang tidak mengeri maksud perkataan Albarak, hanya mengangguk sebagai jawaban.

Anna dan Dave masuk kedalam mobil, mereka melambai sebelum Mobil yang dikendarai Dave melaju dengan cepat. Mobil Dave melaju meninggalkan kota Bandung. Kota dimana mereka dibesarkan bersama. Pergi kesekolah bersama. Bermain bersama. Bersepeda bersama. Semua terlihat indah pada masanya.

Dave meringis. Akankah hari itu datang kembali? Dave berbalik dan menatap Anna ketika lampu merah menyala. Pertanyaan itu terus terngiang dikepalanya, apakah Anna akan ingat masa-masa ketika mereka bersama?

"Anna..?" Panggil Dave.

Anna berdeham sebagai jawaban. Ia terlalu asik memandang senja yang akan terbenam di arah barat.

"Lu inget ini hari apa?"

"Rabu. Emang kenapa?"

Dave sudah menduga. Anna tidak akan pernah ingat. Padahal, Dave sangat ingat betul tiga tahun yang lalu Dave menagih hadiah pada Anna. Ditempat yang sama, dilampu merah kedua dekat persimpangan jalan. Ini tempat Dave meminta Anna untuk menjauhi Rendy. Namun lihat lah sekarang, Mereka kini memang berpijak di tempat yang sama, namun arah mereka telah berbeda.

Tiba-tiba Handphone Anna berdering. Gadis itu melihat kalender pengingat yang telah dia pasang selama 3 tahun terakhir. Pengingat itu bertuliskan Dave's Day!. Anna terbelalak, dia lupa. Mungkin ia akan mengatakannya nanti.

Mobil pun kembali melaju, suasana semakin gelap. Dave menyalakan lagu di dashboard. Mereka juga singgah di salah satu Rumah makan untuk sekedar mengisi perut kemudian kembali melanjutkan perjalanan. Berjam-jam mereka lalui jalanan tol. Akhirya, tepat jam 11.00 Malam mereka sampai di Apartemen milik Dave.

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang