EPILOGUE

32 10 0
                                    

Terdengar kicauan burung gagak hitam yang bertengger di sudut atap rumah. Ranting pohon bergesekan dan mengetuk kaca jendela kamar. Angin malam berhembus membawa rasa risau. Peluh bercucuran tak dapat dicegah melintasi pelipis dan pipi yang tirus. Sedangkan seorang gadis duduk termenung di tepi ranjang, menatap kosong figura yang terpajang elok di dinding.

Ia hanya berfikir. Kapan ia bisa bebas dari rasa sakitnya? Kapan belenggunya terlepas agar jiwanya terbebas? Ia tak ingin hidup dengan batasan yang selalu menjadi mimpi buruknya. Seseorang meneguk ludah dengan sulit. Berjinjit mundur perlahan dengan langkah gemetar. Derap langkahnya yang rapuh dan dipenuhi oleh rasa takut membuat pintu berdecit. Gadis itu yang semula menatap figura keluarganya, beralih tatap ke asal suara.

Mata gadis itu memerah. Seakan, sesuatu yang ia pendam, siap ia luapkan sekarang. "KAU!!" Teriak gadis itu. "PERGILAH KE NERAKA!!!" Dengan sekejap, gunting yang semula ada di nakas, beralih tepat di genggaman tangannya. Lelaki itu terkejut dan lari sekuat tenaga dari gadis itu. Ini lebih menakutkan dibanding bertemu harimau di tengah hutan, ataupun terperangkap dalam mulut buaya. Ia merasa seperti Malaikat Maut sedang mengejarnya sekarang.

"KEMARI!! AKAN KU SERET KAU SAMPAI KE UJUNG NERAKA TERDALAM!!! KAU TAK PANTAS BERADA DISINI!" Gadis itu berlari dengan gunting di genggaman tangannya yang akan ia gunakan untuk menusuk punggung lelaki itu yang sebentar lagi dekat dengan jangkauannya.

Salah seorang lelaki melihatnya dari kejauhan. Terkejut atas apa yang dilihatnya, lelaki itu berlari secepat mungkin untuk mencegah gadis itu bertindak lebih jauh. "Anna..! Sadarlah!" Ujarnya setelah berhasil mengurung Anna ke dalam rengkuhannya. Gadis itu terus menjerit sampai urat lehernya timbul, sedangkan lelaki berambut pirang itu beruntung terlepas dari kejaran Anna.

"KENAPA KAU MENGHALANGI KU DAVE??! AKU BARU SAJA AKAN MEMBUNUHNYA!" Teriak Anna dengan lantang. Nafas nya masih memburu, detak jantung nya memompa membabi buta. Ya, hidup Anna kacau setelah kepergian anaknya. Orang tua nya juga menin ggal secara tak wajar. Kini, hanya Dave yang masih setia menemani masa suramnya.

"Cobalah mengerti Ana, jika kau terus hidup dengan perasaan dendam. Maka hidupmu akan selamanya di penuhi dengan rasa amarah.." Tutur Dave "Kau juga harus mengikhlaskan mereka.." Lanjut Dave penuh makna.

Rendy dengan berani mencoba mencari Anna untuk meminta maaf padanya, namun sangat tidak mungkin bagi Anna memaafkan seorang pembunuh seperti Rendy. Anna kini sadar, betapa lamanya ia hidup dengan bayangan yang tidak nyata. Ia merasa seolah dirinya baik-baik saja, namun nyatanya ia rapuh. Jika bukan karna Dave yang menyentak hatinya dan menyadarkannya dari bayang semu, mungkin semua orang diluar sana akan memandangnya seperti orang gila.

Setidaknya, kini keadaan Anna jauh lebih baik. Hanya tinggal membutuhkan waktu untuk menyembuhkan rasa dendamnya. Waktu akan mengajarinya untuk mengenal arti bersabar.





-------------------------------------------------------------------





Seorang gadis meletakkan se-bucket bunga diatas pualam yang berembun akibat hujan semalam. Ia tersenyum manis. "Tenang disana, Ayah.. Bunda.. Anna mencintai kalian"

Gadis itu dibantu beranjak dari duduknya di tepi nisan itu lantaran terlalu sulit baginya untuk berdiri saat ia tengah mengandung. Ya, kini Anna benar-benar mengandung. Ia mengandung anak dari seorang lelaki yang teramat mencintainya. Ini bukan lagi delusi yang tak nyata. Ini adalah kebahagiaan yang tak akan pernah terlupa dalam hidupnya.

Sosok lelaki itu merangkul Anna, membantunya untuk berjalan. Ia tak ingin istri yang dicintainya terluka. Dibukakannya pintu mobil untuknya. Kemudian lelaki itu ikut menyusul masuk ke dalam mobil. Lelaki itu menggenggam erat tangan wanita yang amat ia cintai. Mengecup punggung tangannya dengan airmata yang menetes.

"Aku harap kau tak membenciku Anna. Maafkan kesalahan-kesalahanku di masa lalu. Tapi kau harus tau, aku sangat mencintaimu."

Anna tersenyum manis. "Tak perlu menangis. Kini aku bahagia bersama keluarga baruku. Aku juga seperti ini berkat kesabaran kamu yang selalu ada disisiku, Dave. Kau tak salah"

Tuhan sangat baik pada kami, dibalik cobaan yang ia beri, tersimpan keindahan dibalik itu semua. Kami dapat menjalankan hidup bersama dengan bahagia tanpa ada satu orang yang mencelakai kami lagi. Rendy yang semula ditetapkan sebagai buronan polisi, kini telah ditangkap dan mendekam di penjara bersama Ayahnya, Raditya. Kami hidup bahagia tanpa kurang satu apapun.



Ya...

Kini Anna bahagia hidup bersamaku. Begitu pula Aku yang sangat bahagia bisa kembali bersatu dengannya. Tuhan mungkin menunjukkan kami seseorang yang salah, untuk kami mencari jalan yang baru dan menemukan seseorang yang tepat.

Takdir tak pernah salah menentukan kehendaknya. Tuhan juga tak pernah keliru untuk menetapkan seseorang yang tepat bagi kaumnya. Dan waktu tak pernah salah menetukan takdirnya. Yang salah adalah aku yang terjebak oleh mimpi dan kamu yang terbelenggu oleh Delusi.

~TAMAT~

Terimakasih untuk Allah swt. yang telah memberikan ilham dan fikiran ini hingga dengan lancar tanpa kendala dapat menamatkan karya saya yang berjudul DELUSI.

Terimakasih untuk Penerbit Cahaya Pelangi Media yang telah membuat Challenge Menulis Collab, yang membuat saya berkesempatan untuk membuat karya ini.

Terimakasih pula pada pembaca saya yang selalu setia mengikuti perjalanan alur cerita ini sampai Akhir.

Wassalamu 'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

DELUSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang