"Aku ingin membelamu, melindungimu, membersamaimu, dan apapun itu bahkan ketika mereka berusaha menghancurkan dan menjatuhkanmu."
~o0o~
"Ini apa, Al?"
"Ini cincin, Sha."
"Ya, kalau nama barangnya anak paud juga tau, Al."
"Lah, terus?"
"Cincin ini buat?"
"Ya buat kamu lah, masak buat mbak-mbak kedai."
Diandra menatap Vero kesal. "Aku tahu kamu udah paham sama apa yang bakal aku tanyain."
"Apa emangnya?" Vero berlagak kurang peka.
"Hmm."
"Malah nyanyi."
Diandra benar-benar kesal melihat Vero yang berlagak sangat polos di depannya. Rasa-rasanya, Diandra sudah tidak sanggup menahan amarahnya yang semakin memuncak.
"Gini ya, Alvero Mahendra, Aloevera, Ketua OSIS!"
"Iya?" tangan Vero menahan kepala yang ia miringkan.
"Kamu kan ngasih aku cincin, nah, ini, dalam rangka apa?"
"Oh gitu."
"APA KOK?!"
"Dalam rangka memperingati hari aku mencintai kamu."
Diandra tertegun. Pipinya memerah melihat Vero yang berlagak seperti lelaki sejati yang sudah sedari dulu mengenalnya.
"Pakai ya, Sha. Aku buatnya pakai kasih sayang."
"Kamu buat sendiri?"
"Iya, aku sampai kursus lho."
"Apa? Kurus?"
"Nggak, Sha. Kusir!"
Mereka berdua tertawa.
Setelah selesai dari kedai, Vero mengantar Diandra pulang. Tak butuh waktu lama, mereka pun sampai di depan rumah Diandra. Rumah Diandra sepi, seperti tak berpenghuni.
"Kok sepi, Sha?"
"Iya. Emang gini kondisinya."
"Ortu pada kemana?"
"Ke luar negeri, kerja."
"Terus kamu, sendirian?"
"Enggak sih, sama Bi Anum. Cuma Bibi lagi pulang kampung, mungkin minggu depan baru pulang."
Diandra turun dari sepeda Vero, membuat Vero juga spontan turun dari sepeda motornya.
"Duduk dulu ya, di depan. Diandra buatin kopi?"
"Nggak, nggak usah."
"Beneran nih?"
"Kalau Alesha maksa, ya ... nggak papa sih duduk bentar."
"Ih, nggak ada yang maksa loh."
"Hmm."
"Ya udah, tunggu di depan."
Diandra pun masuk ke rumahnya. Meninggalkan Vero duduk di kursi depan rumah sembari menatap senja yang menambah indah pemandangan di rumah Diandra.
Belum lama setelah Diandra masuk ke dalam, seorang tukang pos memberikan surat kepada Vero. Surat itu ternyata dari kedua orang tua Diandra, kebetulan handphone Diandra tidak aktif sedari pagi tadi.
"Kenapa, Al?" tanya Diandra sembari membawa segelas kopi dan cemilan untuk Vero.
"Ini ada surat dari orang tuamu," ujar Vero seraya memberikan surat yang digenggamnya.
Diandra membaca surat itu, raut wajahnya datar.
"Kenapa, Sha?"
"Enggak, nggak papa."
"Ada apa?"
Diandra menjawab pertanyaan Vero dengan pertanyaan yang sama. "Ada apa?"
"Jangan bohong."
Vero adalah teman pertama bagi Diandra yang sukses membaca raut mukanya. Diandra mengambil nafas dalam-dalam.
"That deep. Why? Tell me. Maybe I can help you."
"It is nothing. I just ... just yesterday they greeted me warmly. Now they are back out of the town."
"Alesha? You're a cheerful girl, right? Come on, you can definitely overcome this longing."
"But ...."
"Spirit! They still care about you, right? They still write letters for you."
Diandra dan Vero sama-sama duduk di kursi depan rumah Diandra. Vero masih menatap gadis cerianya itu.
"Kamu takut?"
"Sepi. Itu yang aku takutkan."
"Ada aku."
"Jangan bercanda."
"Percaya sama aku. Aku bakal selalu ada di setiap kamu membutuhkan bantuan. Kapan pun itu."
Diandra menatap dalam-dalam mata Vero. Ada banyak harapan yang dilihatnya.
"Aku ingin membelamu, melindungimu, membersamaimu, dan apapun itu bahkan ketika mereka berusaha menghancurkan dan menjatuhkanmu."
Diandra terdiam, mendengar pernyataan Vero.
"Kamu tau janji suka dan duka?"
"Tau, kenapa, Al?"
"Itu yang ingin aku buktikan." Vero tersenyum menatap Diandra yang sudah mulai terbit senyumannya.
"Benarkah?"
"Iya. Jangan takut ya?"
Diandra diam. Membuat Vero mengganti pertanyaan nya dengan pertanyaan baru. "Sha? Kamu percaya kan, sama aku?"
"Iya, Al. Makasih, udah selalu ada." air mata mengalir di pipi Alesha, Vero dengan senang hati menghapus air matanya.
Keduanya saling bertatapan, ditemani secangkir kopi, dan senja sebagai saksi janji Vero pada Diandra.
Hari sudah semakin gelap, Diandra pun meminta Vero segera pulang.
"Aku pulang ya, baik-baik. Kalau ada apa-apa, telfon aku."
"Iya."
Senja pun pergi meninggalkan langitnya bersama dengan kepergian Vero. Kini Diandra sendiri, kesepian. Tidak ada yang bisa ia lakukan, selain menulis di buku diary nya.
***
Haii^•^
Gimana kabarnya?
Dari 1-10, rate dong part kali ini, hehe.Satu kata untuk Vero?
So sweet banget ya? Hehe.
Nantikan part selanjutnya ya? C ya!
Follow Akun Instagram Official, @grees.ly
Bye-bye! ^•^
Best Regard,
Gees