PART II

1.2K 21 0
                                    

Hujan deras kembali mengguyur. Bunyinya semakin merisaukan ketika turun diatas genteng rumah sederhana itu. Halaman rumah yang asri dilingkupi tanaman dan bermacam buah. Di depannya terparkir pongah sebuah sedan pink mewah.

'Clek'

Pintu kamar mandi itu terbuka. Widi keluar sambil membilas rambut kecoklatan ikal panjangnya. Perempuan itu hanya memakai daster kaos putih yang hanya menutupi setengah pahanya.

"Duh, malah hujan lagi nih." Kesalnya sambil mendaratkan bokongnya di kursi kayu panjang.

"Nih." Ujar sipemuda memberikan secangkir teh panas.

"Ngeteh?" Tanya Widi

"Emang kenapa? Kamu gak suka?" Jawab pemuda.

"Bukan gitu. Kirain lu ngopi."
" Udah lewat tengah malem. Gak bagus juga kan. Mending teh hangat biar seger."
"Iya sih."

Widi mengangkat gelas teh itu. Mengatupkan kedua tangannya pada gelas. Mencari kehangatan.

"Gak papa nih ngerepotin?" Tanya Widi lagi.
"Ya mau gimana lagi. Repot gak repot sih."
"Ishh." Gerutu Widi. Menyilangkan bibirnya.
"Nama Lo?" Tanya Widi blak blak an.
"Oh ya, aku Aril." Si pemuda mengulurkan tangan. "Kamu?" Kembali ia bertanya.
"...." Widi melongo setelah mendengar pertanyaan Aril. Sementara tangan mereka masih berjabatan.
"Lu nanya nama gue?"
"Tadi kan kamu nanya nama ku. Ya apa salahnya kan aku nanya balik." Jawab Aril santai.
"Widi." Jawab Widi singkat.

Hening sesaat. Keduanya melayang dengan fikiran masing-masing. Apalagi suara deras hujan bertambah keras.

"Kamu ngapain, malam-malam gini masih keluyuran? Kayaknya kamu bukan orang asli sini?" Tanya Aril memecah suasana.
Widi menundukkan kepalanya. Sebelum menjawab. Ia mengedarkan pandangannya ke sekeliling rumah. Apa dirumahnya gak ada TV. Ya, walaupun gak punya TV. Setidaknya nih cowok punya smartphone yang bisa ngeliat dan tahu siapa dia.
"Iya, gue bukan orang sini. Niatnya cuma liburan aja satu minggu. Nyari tempat yang bisa gue hidup normal buat nenangin diri." Jawab Widi dengan nada malas.
"Ooo." Tanggapan Aril.

Widi meletakkan gelasnya diatas meja. Lalu dengan cepat beringsut kedekat Aril. Wajahnya ia dekatkan ke wajah pria itu.
"Serius lu gak tahu gue. Emang lu nggak pernah liat infotainment gitu. Sekurang-kurangnya walaupun lu gak tertarik setidaknya lu tau kan siapa gue!" Cerocos Widi.
"......" Aril yang sedikit kaget dengan wajah Widi sedekat itu dengan dirinya. Hanya menggelengkan kepalanya.
"What? Lu dari zaman purba mana sih. Di zaman sekarang gak ada orang yang gak kenal dengan Widika." Widi menatap Aril intens.

Mata mereka beradu dengan wajah yang hanya berjarak beberapa centi meter.

Tiba-tiba. . .

'Cup'

Aril memajukan wajahnya. Mendaratkan ciumannya ke bibir Widi. Bukan sekedar kecupan. Ia melumat perlahan bibir atas Widi. Kemudian melepasnya.

Widi yang mendapat serangan tiba-tiba itu hanya terdiam membeku. Ia masih mengumpulkan raganya yang melayang karna ciuman singkat itu. Begitu lembut dan panas. Apalagi ditengah suasana seperti ini.

"Apakah semua orang yang kamu temui harus tahu seberapa terkenalnya kamu? Haruskah setiap orang ngeliat kamu sebagai sosok yang begitu dipuja? Tak bisakah aku ngeliat kamu sebagaimana kamu sebagai wanita. Itu saja." Ujar Aril sambil menatap mata Widi intens.

Widi memandang Aril lekat. Pemuda dewasa dengan wajah yang tegas. Sorot mata tajan. Dan rahang yang sedikit keras. Tidak putih ganteng seperti fantasi cowok idaman kebanyakan. Tapi wajahnya mengandung kharisma dan daya tarik luar biasa siapapun yang melihatnya.

Dan perkataan Aril barusan. Menghujam sudut hatinya dengan lembut. Ucapan ketulusan tanpa melihat apapun. Entah mengapa hati nya terasa panas dan dadanya merasa terbakar. Hormon-hormon seksual mulai menjalar melalui urat nadinya.
'Tak bisakah aku melihatmu sebagaimana kamu sebagai wanita."

Ucapan itu terngiang dikepalanya.

Widi mengangkat satu tangan yang menopang tubuhnya tadi. Ia meraih belakang kepala Aril. Dengan cepat ia memajukan kepala itu mendekati wajahnya. Melumat bibir Aril.

'Mmmmhhhmmm mmhhmmm'

Widi mengulum bibir Aril dengan liar. Aril menyambutnya dengan membuka sedikit mulutnya. Ciumam yang begitu panas dan kasar. Seolah-olah Widi ingin meluapkan seluruh nafsu yang tertahan dari dalam tubuhnya.

'Sshh ahh sshh aahh'

Ciuman mereka terlepas. Masing-masing mencoba mengambil nafas. Widi dengan wajah merona merah. Seperti perempuan liar haus birahi. Matanya sayu, bibirnya tak henti mengulum. Ia tak ingin berlama-lama. Kembali ia meraih kepala Aril.

Tapi Aril menahan kepalanyadan mendekatkan satu jarinya ke bibir Widi. Widi hanya memandang pria itu. Apa ia ditolak? Sebegiti murahan kah dia?

Aril seakan tahu isi kepala Widi, menggeleng. Jarinya yang tadi berada dibibir Widi dipindahkannya ke kening wanita itu. Mengusap rambut Widi yang turun menutupi wajahnya.

Hal itu seakan menjadi sengatan listrik di tubuh widi. Tubuhnya makin memanas karna sentuhan jari Aril.

Setelah mengusap sebagian wajah Widi. Aril perlahan memajukan kepalanya. Mengecup bibir Widi lembut. Melahapnya perlahan.

Widi tanpa sadar mengikuti alur lembut pria itu. Tangannya kini bergelayut manja dileher Aril. Mulut mereka saling berpagutan mesra. Terkadang lidah mereka saling melilit dan menghisap lembut.

Aril melepaskan ciumannya. Wajahnya beralih keleher putih Widi. Merasakannya dalam.

'Sshhhh Mhhmmmm'

KALA CINTA MENGGODA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang