PART VIII

300 14 0
                                    

"Lewat akun media sosial nya, Widika mengumumkan putusnya hubungan dengan Jemy. Hal ini semakin menguatkan jika aktris muda itu memiliki hubungan spesial dengan pelukis jalanan Malioboro."

"Sementara itu ketika awak media meminta penjelasan. Ia hanya mengatakan bahwa ia hanya ingin sendiri dan fokus pada karirnya. Dan Jemy hanya mengatakan ia menghormati keputusan dari Widi."

"Di Jogja, rekan media kami tak bisa lagi menemukan pria misterius itu. Lapak lukisannya juga sudah satu minggu kosong. Rumah yang ditempatinya juga tak ada lagi orang. Sekian info selebritas pagi ini."

Aril berdiri di paviliun yang menghadap kelaut. Ia masih mendengar suara televisi di dalam. Ia bersender pada salah satu tiang kayu. Satu tangannya dimasukkan ke saku. Sementara tangan lainnya menggenggam handphonenya. Layar yang masih menyala dengan gambar berlatar air terjun dengan seekor burung terbang.

Aril mengenal tempat itu. Tempat dimana ia membawa Widi. Dan menjadi kehebohan seantero negeri.

'Merpati dapat terbang bebas sendirian menuju tempat terindah baginya'
'maaf @jemyahofficial kita harus akhiri ini'

Caption itulah yang kembali menghangatkan berita soal Widi. Beragam komentar bermunculan. Baik yang pro maupun kontra.

"Waw, widi lebih milih lengkoas daripada daging."

"Salut ama Widi, ia bersikap terus terang."

"Netizen kalo ada link bagi dong."

Kejamnya media membuat Aril terpaksa mengungsi ke pinggir kota. Dua hari setelah kasus itu ia mencoba membuka lapaknya. Tapi sudah sepuluh orang lebih wartawan menunggu di depannya. Ia terpaksa kabur dari kejaran wartawan.

Pun di rumahnya. Wartawan silih berganti mondar-mandir dikediamannya. Dara yang selalu bersamanya di saat-saat ini menyarankan ia untuk menghilang lebih dulu. Beruntung ayahnya memiliki villa kecil lain. Bertempat ditepi laut. Villa ini terpencil seperti halnya villa dimana ia membawa Widi. Tapi akses internet dan siaran televisi masih dapat ditangkap.

"Kamu apain tuh artis sampe mutusin pacarnya?" Dara menyusul Aril di paviliun.

Ia berjalan sambil mengusap rambutnya yang basah dengan handuk kecil. Rambut ikal pirang alami sedikit dibawah bahu. Tanktop kuning yang melekat ketat ditubuhnya yang sedikit berisi dari Widi. Puting payudaranya tercetak dibalik tanktop itu. Celana legging hitam pendek setengah paha yang hanya menutup bagian atas kakinya. Tak ada bayang-bayang celana dalam lagi di dalamnya.

Aril hanya melihat sekilas kehadiran Dara. Jika pria lain akan berlari menerkam Dara. Tapi bagi Aril pandangan itu sudah biasa baginya.

"Laki-laki itu bukan kekasihnya." Aril menanggapi pertanyaan Dara.

"Terus?" Dara duduk disebuah kursi panjang terbuat dari drum bekas yang  berbentuk seperti sofa. Ia menyilangkan kakinya. Hingga legging itu terangkat ke atas dan sudah seperti celana dalam.

"Itu hanya settingan."

"Ooo, iya sih. Itu udah biasa kayaknya bagi selebritis-selebritis."

Aril kembali memandang laut lepas di hadapannya. Begitu luas hingga ntah dimana ujungnya. Apa saja di dalamnya.

"Paris Om?" Aril mengenang percakapannya dengan sahabat karib ayahnya setahun lalu.

"Iya, Eropa tempat dimana sebuah karya lebih dihargai dari pada di sini." Jawab sahabat ayah Aril, Hadi Prabowo. Yang merupakan pelukis terkenal yang karyanya diakui Internasional.

"Tapi om, aku belum siap."

"Ril, darah itu gak bisa bohong. Karyamu terlalu berharga jika hanya dipajang dijalanan."

KALA CINTA MENGGODA (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang