Warning! Typo nyangkut di mana-mana.
Setelah hari itu akhirnya Aron benar-benar pindah sekolah.
Tidak jauh dari sekolah lamanya, tapi lebih dekat dengan rumahnya.
Hanya berbeda arah dengan sekolah lamanya.
Setelah hari itu juga Aron memutuskan untuk sedikit berubah.
Dia akan lebih giat membantu usaha ibunya daripada tawuran.
Meski dia akan tetap ikut tawuran jika dia ingin.
Hari pertama Aron di sekolah baru tidak terlalu spesial.
Hanya memperkenalkan diri lalu duduk dan mendengarkan pelajaran.
"Hei, anak baru! " tegur salah satu teman sekelasnya yang baru di saat jam istirahat.
Siswa itu terlihat seperti anak yang sangat berpengaruh di kelas itu.
Wajahnya yang songong sebenarnya membuat Aron muak, tapi sebisa mungkin dia tidak mau ambil pusing asal siswa itu tidak mencari gara-gara dengannya.
"Bagi duit dong! " ucap siswa itu sambil duduk di meja Aron diikuti oleh dua temannya yang memang selalu mengikutinya.
Aron yang tengah mencatat beberapa catatan di papan tulis yang ditulis oleh guru yang mengajar tadi pun mendongak untuk melihat wajah siswa itu.
Namanya Randi, lengkapnya Randi Gumelar yang bisa Aron lihat dari bordiran nama yang terjahit di dada kanan kemeja OSIS-nya.
Melihat itu Aron jadi ingat dia tidak memasang bet bordiran namanya.
Lalu Aron melihat kedua teman Randi itu.
Yang paling tinggi itu namanya Heri Septian dan satunya lagi bernama Arif Mahardika.
"Apa? " tanya Aron dengan tenang.
"Bagi duit! " seru Heri yang menjawab dengan memaksa.
Dalam batin Aron mengutuk, "Dasar tukang ngemis! Lo kira gue bapak lo apa? Gue aja nggak punya bapak! "
Namun, Aron hanya menggeleng dan menjawab, "Nggak ada, duit gue pas-pasan. "
Randi dan dua temannya tidak marah, sepertinya mereka hanya berniat mengusili Aron.
"Bohong lo ya, " sahut Arif sambil mencolek bahu Aron main-main.
"Pulpennya bagus nih! "
Randi langsung merebut pulpen yang Aron gunakan untuk menulis.
"Lo mau? " tanya Aron.
Randi, Heri, dan Arif saling menatap dengan ekspresi bingung.
Lalu Aron mengeluarkan tiga buah pulpen yang sama dengan miliknya.
"Nih, yang masih baru aja, " ucapnya sambil menyodorkan pulpen itu.
Mereka bertiga menerima pulpen itu dan Randi juga mengembalikan pulpen milik Aron.
"Enam ribu, " celetuk Aron sambil mulai kembali menulis.
Mereka bertiga semakin bingung sampai terdiam.
Merasa tidak mendapat respon pun akhirnya Aron kembali menatap Randi.
"Harga pulpennya dua ribu, tiga jadinya enam ribu. "
Aron menghentikan menulisnya dan menadahkan tangan kanannya.
"Lo jual ini ke kita?! " seru Randi yang masih tidak percaya.
Aron mengangguk.
"Gue jualan, mending lo beli yang baru kan daripada minta punya gue yang udah mau habis. "
KAMU SEDANG MEMBACA
B.L [End, Yaoi/BL Lokal] ✔
Teen Fiction[Tamat] Setelah kisah cintanya yang berakhir dengan tragis tepat di hari ulang tahunnya Baron mulai membenci hari kelahirannya itu. Setelah dua tahun berlalu seperti permainan takdir yang menyakitkan, saat akhirnya Baron bisa sedikit merelakan kisah...