Flashback
Andra menatap bosan pada panggilan yang seenaknya diputus oleh Nada. Adiknya mengatakan kalau dia wajib pulang tanpa ada penolakan. Rasa penasaran itu kini berubah menjadi khawatir, otaknya mulai berpikir bahwa ada hal buruk yang menimpa keluarganya. Tetapi apa? Tangannya dengan lincah mencari nomor telepon mamanya. Namun sayang, keadaan sedang tidak berpihak, tidak bisa dihubungi. Akhirnya dia meletakkan buku tebal yang sedang dia pelajari dan memilih mengambil langkah aman. Dia harus pulang segera, beruntungnya program kerja yang dia jalani telah selesai.
Andra baru saja turun dari mobil ketika Nada datang menyambut. Matanya menyipit ketika melihat Nia duduk manis di depan teras sambil menggendong salah satu dari Si Kembar. Semua terlihat normal dan tidak ada yang aneh.
"Mama sama Papa ada?" tanya Andra cepat saat Nada menarik tangannnya.
"Ada!"
"Ave?"
"Ada."
Lengkap, lalu apa yang membuat dia harus pulang tanpa bantahan?
"Akhirnya calon dokter datang. Syifa tuh Paman datang, yuk ucap salam. Assalaamu'alaikum, Paman!" Nia berkata sambil tersenyum lebar.
"Wa'alaikumsalaamwarahmatullah. Hallo, Princess!"
Badan Andra yang hendak menghampiri adik dan keponakannya terhenti saat Nada menahannya. Dahi Andra sudah berkerut karena tidak mengerti kelakuhan aneh adik sekaligus saudara kembarnya.
"Kata Mama kalau habis berpergian nggak boleh megang bayi. Ayo masuk dulu, ada yang aku mau bicarain. P-E-N-T-I-N-G!"
Ah, dia hampir melupakan hal ini karena terlalu lama mengasingkan diri dengan dunia buku.
"Jadi, kenapa harus pulang, heh?"
Nada melihat ragu ke wajah Andra, menggigit bibirnya pelan, lalu mengulurkan sebuah undangan tepat di depan muka.
"Kamu nggak mau nikah lagi kan, Nad?" Andra bertanya bodoh dan langsung mendapat tepukan ringan di kepala.
"Baca dulu, baru bercanda."
Andra mengambil undangan yang ada di tangan Nada. Dahinya sempat mengernyit heran saat melihat nama yang ada di sampul. Tidak perlu menunggu lama, dia langsung merobek bungkus undangan itu. Kketika undangan terbuka, terasa ada sesuatu yang menyumbat paru-parunya hingga dia sulit bernapas. Nama Kiara Puspita tertulis rapi di sana, tetapi tidak dengan namanya.
"Ini undangan asli, Nad? Bukan acara reality show bodoh atau April Mop, kan?"
"Iyalah asli, tanpa formalin."
"Terus, aku harus gimana?"
Nada berdecak kesal mendengar kalimat ambigu dari Andra yang bertanya tetapi lebih kepada dirinya sendiri. Dia mengangkat bahu dan langsung bangkit saat mendengar suara Syafa menangis karena terbangun dari tidurnya.
Penyesalan memang selalu datang terlambat, kalau tidak maka bukan penyesalan namanya.
"Abang yakin mau ke Jogja?" tanya Kiara menatap Andra yang kini duduk di hadapannya.
Jadi, Andra datang ke rumahnya hanya untuk menyampaikan kabar yang sama sekali tidak pernah dia duga. Sebelumnya Andra selalu berkata masih bingung saat ditanya akan melanjutkan kuliah di mana, tetapi kini dia datang ke rumah dan mengatakan akan ke luar kota. Mungkin semuanya akan berjalan dengan wajar seandainya Andra tidak mengatakan kalimat maut. Kalimat yang mengatakan untuk mengakhiri hubungan mereka dengan alasan tidak siap berhubungan jarak jauh. Kejam? Memang.
KAMU SEDANG MEMBACA
D.I.A - Ketika Cinta
RomanceDITERBITKAN ♥♡♥ Sebelumnya terima kasih kepada teman-teman semua atas dukungannya untuk cerita DIA. Sebagian naskah ini sudah dihapus karena telah diterbitkan oleh Penerbit Wahyu Qolbu. Apabila ingin tetap membaca dalam versi buku bisa mencari di Gr...