Part 10

28K 2K 78
                                    

Andra sayup-sayup mendengar namanya dipanggil. Dia membuka mata dan mengerjap pelan. Saat itulah dia baru sadar kalau sudah tertidur bersama Rara yang kini meringkuk, memeluk guling dan memunggungginya.

“Andra!”

Suara panggilan itu kembali terdengar, membuatnya mau tidak mau harus bangkit dari kasur walaupun matanya masih setengah terbuka.

“Kenapa, Bang?” tanyanya kepada Rio yang saat ini sedang berkacak pinggang di depan pintu kamar.

“Kenapa? Om Revan dari tadi telepon kamu katanya nggak diangkat. Ini Beliau mau bicara”

Rio menyerahkan ponsel miliknya kepada Andra dengan bersungut-sungut. Bagaimana tidak kesal, kalau dia baru saja bisa tertidur setelah kelelahan mengecek ulang persiapan untuk acara besok, tiba-tiba saja suara deringan ponsel tiada henti sudah mengganggunya. Setelah dilihat ternyata adalah calon mertua adiknya. Hal yang membuat dia lebih kesal adalah saat tahu alasan Om Revan menghubunginya, yaitu untuk menanyakan Andra yang katanya pergi terburu-buru tanpa penjelasan kepada keluarganya.

Andra hanya bisa melempar senyum bersalah, tadi karena terburu-buru dia tidak sempat untuk  membawa ponsel.

“Assalamu’alaikum, Pa!” jawabnya ketika Rio sudah menghilang dari pandangan.

“Wa’alaikumussalam. Kamu itu ya, Ndra. Bisa nggak sih sekali aja bikin Papa sama Mama tenang. Besok mau menikah tapi malah pergi nggak jelas. Ingat ya, kamu dan Rara belum sah di mata hukum dan masyarakat. Apa kata warga kalau tahu kamu malam ini menginap di rumah yang sama dengan Rara? Pokoknya sekarang kamu cepat pulang sebelum larut malam, besok pagi-pagi kita berangkat bersama dari sini. Mama kamu itu dari tadi sudah heboh nanyain kamu, kalau punya ponsel itu dibawa, mentang-mentang sudah cuti dari kerjaan seenaknya saja.”

Andra mendesah frustasi, kalau saja Papanya tahu dia ada di sini juga demi kelancaran esok hari. Matanya melirik jam yang ada di pergelangan tangan, sudah hampir jam sebelas malam.

“Iya, Andra pulang sekarang.”

“Hati-hati, sudah malam takutnya ada begal!”

“Ya ampun, Pa. Papa ini niat minta Andra pulang nggak sih? Kalau iya nggak usah macam-macam, bikin horor aja. Lagian ini kan di Jogja.”

“Kalau dikasih tahu Papa tuh perhatiin kenapa sih, Ndra. Kamu nggak dengar kabar kapan hari di Jogja juga ada begal.”

Andra menggelengkan kepala ketika suara Mamanya terdengar, meminta pulang tetapi mereka justru mengisi otaknya dengan kejadian horor. Sebelum obrolan semakin panjang, dia langsung mengucapkan salam untuk pamit.

**

Acara hari ini bisa dikatakan lancar, upacara akad nikah dilanjutkan dengan resepsi pada hari yang sama. Perkenalan anggota baru pada masing-masing keluarga besar.

“Jadi mana yang namanya Bona? Dari namanya saja sudah berarti jelek pasti orangnya juga sama,” bisik Andra yang membuat Rara melotot kesal. Menghina Bona jelek itu sama saja dengan menghinanya karena telah menyukai orang jelek kan? Well, padahal sangat jelas penilaian orang itu selalu relatif dan berbeda.

“Dia lebih tampan dari Abang.”

“Aku nggak yakin. Bona kalau dalam bahasa Bima itu artinya jelek.”

Rara mendesis kesal mendengar kalimat Andra, sekaligus penasaran “Artinya jelek?”

“Iya kata temanku artinya itu.”

Jawaban Andra membuat Rara memicingkan mata untuk mencari keberadaan sang mantan, walaupun dia masih kesal dengan kelakukan Bona tetapi dia juga tidak ikhlas Andra menghinanya.

D.I.A - Ketika CintaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang