9. How to Break up?

21 4 0
                                    

Sejak kecanggungan kemarin, Krisan masih bingung mau bersikap bagaimana pada Lana. Dasarnya, dia kikuk. Terlebih, alasan ia cukup dekat dengan Lana, karena cowok itu duluan yang sering mengajak bicara. Untungnya, jam pertama penjaskes. Jadi dari sebelum bel, anak-anak cowok sudah stay di lapangan.

Krisan memasuki kelas yang sepi. Hanya ada beberapa anak perempuan saja. Amy juga tak terlihat. Mungkin belum datang atau lagi traveling entah ke mana. Saat melihat sesuatu di atas mejanya, alis Krisan bertaut.

Sekotak minuman kesukaannya dan ada kertas yang tertindih. Dengan penasaran dan heran, dia menarik kertas itu. Mata Krisan melebar pelan. Lalu sebuah senyum terlukis di wajah. Di kertas putih seukuran buku tulis, terdapat gambar yang sudah rapi. Snowdrop mekar. Ada sosok peri kecil yang seolah muncul dari bawah bunga itu. Krisan membalik bagian belakang.

Breaking the awkwardness. Sorry.

Begitu isi tulisan di belakang kertas. Ada tambahan wajah koala yang tampak menyesal. Kini tak hanya senyum, Krisan tertawa renyah melihat itu. Lana ... Lana. Gimana Krisan bisa bete lama-lama, kalau cara dia selalu se-sweet ini.

"Liat apa sih?" Suara Amy yang tiba-tiba muncul, menyentak Krisan. Buru-buru Krisan menyembunyikan kertasnya.

"Bukan apa-apa kok?" kilahnya.

Mata Amy menyipit lalu mengusap-usap dagu. Ini dia, tampang detektifnya kalau mengendus bahan gosip. "Hayoo?" serang Amy jahil.

Krisan yang mewaspadai hal itu, langsung mengambil langkah menjauh. Ia memasukkan kertas itu ke dalam tas dan buru-buru menarik seragam olahraga.

"Ganti yuk!" ajaknya. Berusaha mengalihkan kekepoan temannya satu ini.

"Ah, pelit lo! Bikin penasaran deh." Amy merajuk.

Krisan ketawa lihat wajah cemberut temannya. "This is what we called, privacy," ujar Krisan cuek.

"Dari Hita, ya? Ayo ngaku ...!" Ternyata Amy tak menyerah. Namun, perkataannya barusan, membuat Krisan teringat sesuatu.

"Mi," panggil Krisan. "Dulu ... elo bisa putus sama Hita gimana, sih?"

Amy berwajah heran. "Kenapa? Elo udahan ya, sama Hita?"

Krisan mendesah lelah. "Nggak tahu deh," ujarnya angkat bahu.

Melihat wajah Krisan yang murung, membuat Amy simpati. Meski sebenarnya simpati Amy agak salah sasaran. Dia masih berpikir jika Krisan benar-benar menyukai Hita. Sedang kenyataannya, kemurungan Krisan karena keambiguan sikap Hita.

Akhirnya Amy duduk di bangku Lana. Krisan juga ikutan duduk.

"Ya, kalau gue dulu, putusnya karena emang nggak cocok. Lagian waktu gue sama jadian, itu karena faktor ketidaksengajaan," tuturnya.

"Nggak sengaja?"

"Iya. Waktu nge-mall, kebetulan tuh, ketemu Hita. Lagi berantem sama ceweknya gitu. Terus, dia minta gue pura-pura jadi selingkuhannya, biar pacarnya makin marah dan minta putus."

Mata Krisan melebar mendengar itu. Ia hampir ternganga. Enggak nyangka, ternyata ada cerita begitu.

"Nah, terus, karena kesempatan jadian sama cowok kece nggak datang dua kali, gue mau aja. Kita akhirnya jalan beberapa kali. Tapi meski pacaran, sejujurnya gue nggak ada rasa yang gimana-gimana gitu. Elo tahu 'kan, Hita sering genit sama cewek. Anehnya, gue biasa aja. Karena itu, daripada punya hubungan nggak jelas, mending putus sekalian," lanjut Amy.

"Yang minta putus siapa?" tanya Krisan tertarik.

"Gue."

"Dia nggak marah?"

 Snowdrop Untuk KrisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang