10. Friendship or Love(Fake) part 1

19 4 0
                                    


Krisan tak membawa Anis ke kamar mandi, melainkan belakang perpus yang sepi. Sebelumnya, dia memang ingin mengajak Anis bicara, tetapi bukan sekarang. Hanya saja, kemunculan Hita mempercepat segalanya.

"Nis, lo jangan mancing kerusuhan dong, sama Hita!" tegur Krisan. Jantungnya masih berdebar kencang, pasca omongan Anis yang tanpa tedeng aling-aling.

"Sebenarnya elo udahan apa enggak sih ama tu playboy?" konfron Anis dengan tangan terlipat.

"Itu dia. Gue juga bingung. Dia 'kan udah lama nyuekin gue tuh? Nah, kemaren ...?"

"Kemaren?" Alis mata Anis terangkat sebelah.

Akhirnya, Krisan menceritakan detail prihal kebetulannya, bertemu Hita. Juga percakapanya dengan Amy tadi pagi. Mendengar itu, Anis membelalak. Mulutnya bahkan menyeru kata 'hah?!' dengan raut tak percaya.

"Terus sekarang gimana?" tanya Anis.

Krisan mengangkat bahu. Ia sendiri bingung.

"Lo, minta putus aja, deh?" saran Anis.

"Maunya juga gitu. Tapi Nis, setelah gue pikir-pikir, aneh nggak sih gue minta putus? Kan nggak ada masalah apa-apa. Kalau tiba-tiba minta putus, pakai alasan apa coba?"

"Bilang aja lo, suka sama orang lain."

"Sama siapa?"

" Emm ...," Anis tampak berpikir. "Lana?" cetusnya.

"Hah?!" Krisan nyaris berteriak.

"Kenwhy? Lo 'kan deket sama dia."

"Duh. Jangan nambah masalah deh. Gue nggak mau ya, jadi pusat perhatian untuk kedua kalinya. Cuman deket sama dia doang, udah diomongin macem-macem. Untung alesan satu kandidat olimp cukup bikin rada kicep. So, itu bukan solusi," tolak Krisan panjang lebar.

"Apalagi, gue masih takut sama Hita. Kalau pakai alasan kayak gitu, bukannya dia bakal marah, ya? Kasus gue kan beda sama Amy, Nis—"

"Bentar. Kita lurusin dulu." Anis menyela. "Kata Amy, Hita tuh konsep pacarannya just for fun. Suka, jalan. Enggak, putus. Bener?"

Krisan manggut-manggut, membenarkan.

"Dalam kasus elo, itu karena terdorong ego sama provokasi Arka. Ditambah penolakan lo di awal yang tadinya bakal bikin dia kalah. Kalah equal dengan runtuhnya pride. Jadi, pak-boy satu itu akhirnya lakuin apa pun buat menang. Termasuk mojokin elo."

"Dan ...." Krisan melanjutkan analisa Anis, yang pakai bahasa gado-gado. "Jika sekarang gue bilang udah nggak suka sama dia, saat gue terlanjur bikin image bucin akut, Hita pasti tahu gue cuman ngibul. Balik lagi ke masalah pride. Dia mungkin bakal lebih marah lagi dan gue nggak tahu dia bakal ngapain abis ini," tutur Krisan setengah frustasi.

Dihempasnya tubuh ke tembok. Tubuh mungilnya makin mungil karena meluruh sedikit. "Semua bakal lebih mudah kalau cowok itu yang mutusin gue," ungkap Krisan lirih.

Anis menatap sahabatnya iba. Masa depan memang tak bisa diprediksi. Kita juga tidak bisa memilih masalah mana yang akan menyambangi dalam hidup. Namun, Anis masih tak percaya, sahabatnya bisa mengalami kejadian yang drama banget ini.

"Tapi, ya, bodo amat, deh. Toh, selama Hita biasa-biasa saja, itu nggak masalah. Peduli amat sama status," ujar Krisan tiba-tiba.

Anis kaget dengan perubahan suasana Krisan. Bikin enggak bisa berkata-kata. Ingin rasanya, ia menjitak kepala temannya yang tak ingin repot berpikir. Kalau begini, malah dia yang kepikiran. Krisan itu terlalu santai dan ceroboh.

***

Hita Pramudya Aksa. Dilihat dari sudut mana pun, yang menarik hanya wajahnya. Anis masih tak habis pikir, bisa ada banyak cewek yang tergaet atau menggaetkan diri. Entah karena bukan tipe atau apa, yang jelas, Hita bukan orang yang akan ia perhatikan.
Namun, kali ini beda. Karena kasus Krisan, ia jadi tanpa sadar,menaruh atensi pada eksistensi cowok itu. Bukan dalam hal baik tentunya.

Seperti saat ini. Anis tadinya hanya berniat mampir ke UKS sebentar untuk mengambil proposal AD/ART PMR. Siapa sangka jika di sana ada Hita terbaring di pangkuan cewek lain.

Ia sempat terbelalak. Pun kedua orang itu, yang seperti tengah tertangkap basah. Anis cepat-cepat mengubah sorot mata. Dari kaget menjadi tak peduli. Hita dan cewek. Silakan pikir sendiri apa yang dilakukan kedua makhluk itu. Bermesraan? More or less, absolutely.

Dengan santai Anis melangkah masuk.
"Sakit?" tanyanya tak acuh.
"Kalau sakit boleh di sini. Kalau cuman mau pacaran, keluar," lanjutnya datar.

"Apa hak lo main perintah!?" seru si cewek tak terima. Sedang Hita hanya bangkit dan duduk santai. Meski sempat terkejut, tetapi ia tak terlihat bersalah.

Anis mengangkat alisnya tinggi-tinggi. "Oh, nggak tahu seberapa berkuasanya gue di ruang ini? Mau coba?" Sebagai ketua PMR, Anis sudah diberi mandat penuh untuk memfungsikan UKS dengan baik, tanpa penyalahgunaan.

Si cewek terlihat salah tingkah. "Em ... Hita tadi katanya pusing. Iya 'kan?"

Hita tak menjawab. Ia hanya menatap Anis lurus, yang juga melempar tatapan sama.

Anis menyeret pandangannya ke si cewek, lalu berkata, "Elo, siapanya Hita? Ceweknya yang sekarang? Kalau iya berarti ...." Ia berhenti sejenak untuk kembali menatap Hita."Elo udah putus 'kan, sama Kei?"

"Kei?" Malah si cewek yang melempar pertanyaan. Memang tak banyak yang memanggil Krisan dengan sebutan itu.

"Elo, keluar duluan gih," pinta Hita pada cewek di sampingnya.

"Hah? Ta—" protesan si cewek terpotong karena Hita menatapnya dengan isyarat tak ingin dibantah. Dengan canggung, akhirnya cewek itu menurut.

Setelah tinggal berdua, suasana semakin memberat. Sejujurnya, Anis sudah diwanti-wanti Krisan, agar tidak mengonfrontasi Hita. Hanya saja, melihat pakboy satu ini dalam keadaan tadi, amarahnya bergejolak. Ia tak bisa membiarkan sahabatnya berhubungan lebih lama dengan makhluk ini. Dalam hubungan tak jelas sekalipun.

"Elo, udah putus 'kan? Sama Krisan?" Sekali lagi Anis menegaskan. Menuntut tanpa kata, agar Hita mengiyakannya.

Seringai Hita terbit. "Gue nggak inget pernah putus dari Kei, kok," ujarnya, menjawab tuntutan Anis.

Lipatan tangan Anis terurai. Ia tak bisa lagi bersikap santai. "Elo, abis berduaan sama cewek lain!"

"Terus?"

"Haah." Anis menghela napas. Sebentar lagi kadar amarahnya akan menyembur keluar.

"Gue bakal bilang sama Kei, biar dia minta putus dari lo!"

Hita bangkit mendekat. Anis tak gentar. Ia tak boleh goyah berhadapan dengan cowok minus akhlak begini. Mata mereka saling menatap lekat. Memancarkan aura ketidaksukaan satu sama lain.

"Kita liat aja. Siapa yang akan dipilih Kei, Anis sang dewi etika. Temen lo itu, keliatan kasmaran banget sama gue. Gue saranin jangan menilai tinggi pertemanan kalian," desis Hita lamat-lamat.

Setelah berucap demikian, Hita keluar UKS sembari menepuk bahu Anis.
Anis langsung menepuk bahunya keras-keras. Berniat menghilangkan aura kebusukan playboy iguana yang mampir ditubuhnya. Sejujurnya Anis sangat tergoda meneriaki Hita lalu memberinya jari tengah. Namun, Anis sadar itu hanya akan menjatuhkan martabat yang sudah ia pupuk.

Ia benar-benar akan meminta Krisan untuk putus. Sayangnya, karena ini sudah jam pulang, dan tadi Krisan udah pulang duluan, ia hanya bisa memberi tahunya besok. Tak afdal, kalau enggak ngomong langsung.

Sementara di sisi lain, Hita berjalan dengan seringai licik di wajah. Awalnya ia sangat ingin menaklukkan si dewi etika. Darah cassanova-nya tertantang. Namun, pandangan merendahkan yang terus dilayangkan cewek itu, membuatnya ingin memberi sedikit pelajaran. Peduli setan dengan perkataan Bram!
Bagaimanapun ia masih Hita yang tak suka direndahkan.

***
Bersambung

24 Februari 2021
Wild Chrysant

 Snowdrop Untuk KrisanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang