Rintik-rintik hujan mulai turun dari langit yang mendung, kini sedikit demi sedikit membasahi jalanan yang berdebu.
Dari kejauhan seorang anak remaja laki laki yang tengah menahan cacian ditengah kerumunan banyak orang. Dia terduduk bersimpuh kepalanya tertunduk, tidak sanggup menatap sepasang mata yang menatapnya dengan sinis.
Dia tidak melakukan apapun yang seperti dikatakan oleh penjual buah itu.
"Kenapa kamu mencuci di toko saya?" Tanya si Penjual buah itu.
"Saya sudah mendiamkan kamu beberapa hari ini, tapi sepertinya kamu makin tidak tahu diri. Dan berfikir bisa lari kali ini dari saya?" Sambungnya."Udah laporin polisi saja." Sahut seorang ibu ibu yang tengah menyaksikan langsung jadian.
"Demi Allah bukan saya pak, tadi saya hanya mencoba menaikkan buah yang terjatuh. Tidak ada maksud lain." Ucapnya sambil membuat tangan didepannya sebagai tanda maaf.
"Alah... Mana ada paling ngaku!" Ucap seorang bapak-bapak yang tadi juga ingin memukul.
"Bukan saya pak." Dia menutup mata lama. Rasanya hari ini kesialan selalu menghampiri dirinya.
"Udah pukul aja! Biar kapok!" Sahut orang-orang itu.
"Iya! Anak jaman sekarang udah gak benar semua." tambah ibu yang berbaju pink itu.
Dia pasrah, percuma dia menjelaskan karena fakta yang dia ucapkan tidak akan diterima begitu saja oleh masyarakat tanpa ada bukti. Dia lelah. Kenapa hidupnya tambah lama tambah kacau.
PLOK PLOK PLOK
Terlihat dari kejauhan, seorang gadis Dengan baju SMA mendekati kerumunan itu. Rasa sakit akibat kaca itu tidak terasa sakit saat dia menepuk kedua tangan. Bajunya bercampur dengan bercak merah. Benar darah.
Arah pandangan tertuju padanya. Semua melihat apa yang tengah dia lakukan.
"Berapa banyak yang dia curi?" Tanyanya pada penjual buah itu.
"Banyak... Hampir setiap hari. Pada bulan ini." Gadis yang tadi bertanya mengeluarkan uang yang berada di kantong rok sekolahnya.
Ada uang kertas warna pink sebanyak 7 lembar dia keluarkan, dan mengulurkan pada penjual itu. Tanpa pikir panjang penjual itu langsung mengambil.
"Lo berdiri..." Ucapnya malas.
"Lain kali pak, jika emang ada yang mencuri buah buahan bapak, sebaiknya bapak buat CCTV untuk liat siapa yang mencuri. Bukan asal menuduh seperti ini. Jika emang bukan dia... Bapak bisa dipidana karena pencemaran nama baik!" tutur Shena.
Shena memejamkan matanya sebelum akhirnya dia berbalik menatap orang orang yang hanya menyaksikan kejadian ini. "Jika ini terjadi pada anak bapak atau ibu apakah bapak ibu akan diam saja? Hanya menonton?!" Shena tersenyum sinis dia benar-benar muak dengan kehidupan seperti ini. Dimana semua orang menghujat tanpa berpikir jika itu terjadi pada keluarganya bagaimana perasaan mereka. "Dan dia sudah mengatakan dia hanya ingin menaikkan buah yang terjatuh bukan untuk mencuri, dan apakah kalian punya bukti? Untuk menuduh dia?!" Shena kali ini benar benar kehilangan sifat pendiam nya.
Dean diam. Dia terkejut dengan sifat pemberani Shena yang begitu pemberani. Kali ini dia tidak bisa lagi pungkiri dia sangat kagum dengan Shena A'zara.
Tidak ada yang mampu menjawab pertanyaan yang dilontarkan Shena. Tanpa banyak berbicara lagi Shena pergi dari sana sambil menarik tangan Dean keluar dari kerumunan.
Saat Shena dan Dean pergi dari toko buah itu, orang orang yang tadi menyaksikan itu bubar tanpa di perintah.
Shena tidak sadar dia dari tadi menarik Dean dengan tangan yang terluka. Dean yang juga baru sadar kalau tangan Shena basah dengan darah segar.
Dean berhenti membuat Shena juga berhenti.
"Kenapa tangan kamu?" Sambil membalikan pergelangan tangan Shena.
Shena tidak menjawab, dia mencoba menarik tangan tapi kali ini Dean tidak melepaskan genggaman tangannya.
"Biar aku obati!"
"Gak perlu." Shena lagi- lagi mencoba menarik paksa bukannya lepas tapi malah membuat tangannya sakit.
Kali ini Dean yang menarik lambat Shena, kearah taman kanak-kanak yang dekat area kawasan ini.Dean duduk dan menyuruh Shena duduk juga. Tapi siapa sangka Shena tidak mau.
"Aku mohon banget sama kamu Shena duduk sekarang."
"Siapa Lo? Kita gak ada hubungan apa apa jadi jangan sok nyuruh! "
"I-iya tahu, Kitakan cuma... Sebatas OSIS sama murid biasa." Kali ini Shena duduk tidak ingin berdebat lebih banyak lagi dia sudah lelah.
"Kenapa tangan ini bisa berdarah? Bukanya diobati malah jalan keluar rumah tanpa payung." Dean melepas dasi sekolahnya dan melilit telapak tangan Shena dengan rapi.
"Hujannya gak lebat juga jangan lebay." Ucapan Shena tadi Memang benar tapi saat kalimat itu selesai hujan deras kembali mengguyur taman.
Mata mereka bertemu lama, Shena terdiam dia sangat yakin kalau orang yang dulu menolongnya adalah orang yang sama yang sekarang menolongnya juga.
"Kenapa? Liat Kan
gara-gara kamu hujannya tambah deras." Shena menarik tangannya yang sudah dibalut dasi"Jangan lukai diri kamu lagi."
"Hak gue mau lukai! Diri diri gue! "
"Iya... Cuma pikir deh... Berapa banyak orang diluar sana yang bahkan mau bernafas aja susah. Ini malah kamu pengen cepat-cepat ketemu tuhan." Tutur Dean sambil meluruskan pinggang mereka membiarkan diri mereka basah kuyup. Dengan masih menggunakan seragam sekolah.
"Hm." Shena menatap Langit yang sedang bersedih itu. Dia tidak yakin apakah tangisan langit itu bahagia ataupun sedih.
"Kenapa harus dilahirkan jika memang tidak ada niat untuk merawat dengan baik?" Tanya Shena pelan.
Shena tersenyum miring.
"Apakah semua cowok sama aja?" Kali ini dia menatap lekat sosok Laki-laki yang tengah duduk di hadapannya.
Dean tidak tahu harus menjawab apa untuk pertanyaan pertama, tapi untuk pertanyaan kedua. Dean menggeleng pelan.
"Gak semua cowok sama aja. Pasti ada berbeda. "Ucap Dean dengan percaya diri.
"Gimana caranya percaya sama omongan Lo?" Tanya Shena.
Shena memang berteman dengan cowok tapi dia juga membenci sifat laki laki yang hanya memanfaatkan perempuan sebagai kepuasan mereka setelah itu menghilangkan seperti di telan bumi.
"Aku...aku..akan buktikan gak semua cowok sama aja. Bedah pasti." Dean tiba-tiba gugup saat Shena menatap manik matanya.
"Buktikan jangan cuma omong kosong doang."
"Mau jadi pacar aku? Biar aku buktikan kalau aku berbeda dari cowok lain?
Tangan Shena Melayang di udara. Tapi terhenti saat Dean memohon maaf.
"Gitu aja takut!" Cibir Shena meninggalkan Dean yang masih sedikit ketakutan, karena hampir di gampar Shena....