Dean mengikuti langkah Shena. Shena hanya berjalan tanpa tujuan, mengikuti jalan yang sudah di bangun pemerintah. Tapi saat Shena berada di persimpangan dia berhenti di ikuti Dean yang juga berhenti tepat di sampingnya.
"Mau ikut ke rumah gak?" Tanya Dean, tanpa melihat Shena yang kini berada di sebelahnya.
"Gak! " Shena menatap kosong ke arah jalan.
Dean menarik pergelangan tangan gadis itu. Membuat Shena ikut berlari kecil menyebrangi jalan. Dean naik ke bus blue yang tadi baru saja menepi di halte.
"Gue gak ma-" Dean meletakkan jari telunjuk di bibirnya dan jari telunjuk yang satu lagi ke bibir Shena."Lo? Berani. " Shena menepis tangan Dean. Dia siap untuk merah tapi pria berkacamata itu menunjuk sebuah peringatan.
⚠ PERINGATAN DI LARANGAN MEMBUAT KERIBUTAN
Hal itu menyelamatkan Dean, setidaknya sampai bus itu berhenti di halte tujuannya.
Dean membawa Shena duduk di kursi paling belakang duduk berdampingan dengan penumpang Sekolah lain.
"Itu kan dia Shena yang preman sekolah tetangga!
"Serius? Tapi kok gak begitu mirip?"
"Lo gak liat itu bajunya ada bercak darah? Berarti dia itu Shena yang di bicarakan di sekolah!"
"Tapi badannya kecil gitu? Bisa mukulin cowok? Gak yakin aku tuh!" sambil melirik Shena dari ujung rambut sampai ujung tali sepatu yang terkulai!"
Bisik bisik dari dua siswi SMA itu terdengar jelas di telinga Shena. Tapi sepertinya mereka memang sengaja.
"Kamu bukan Shena kan?" tanya gadis berambut pink itu.
"Lo nanya gimana sih! Harusnya bukan gitu! tapi, gini, kamu Shena?" ujarnya sambil mencubit lengan temannya. Gadis rambut pink itu meringis ingin menangis.
Shena menarik ujung bibirnya, garis di wajahnya memperlihatkan dia sedang tersenyum tapi hanya sedikit saja.
Dean yang mendengar itu semua berdoa agar Shena tidak marah."Iya aku Shena." Jawabannya sambil mengulurkan tangan pada dua gadis berambut pink dan berambut hitam itu.
Sontak mereka menyambut hangat ukuran tangan Shena,
"Aku inkrah, rambut pink. Ini Blueyes matanya biru! Panggil Eyes aja, senang bisa ketemu sama Shena." ujarnya sambil tersenyum lebar.Dean berpikir bahwa dua makluk di depannya ini sangat tidak takut bahaya dan sangat kocak, pertama tadi mereka menggosipkan tentang Shena terus berlanjut dengan sekarang.
"Berapa manusia yang pernah kamu hajar? " tanyakan Inkrah.
"Gak pernah di hitung."
"Ada yang pernah mat-i ga-k?" Kalimat pertanyaan itu keluar dari mulut Eyes dia ragu ragu mengucapkan kalimat terahkir.
"Em? Kayaknya belum ada!" jawab Shena spontan.
"Kenapa bukannya bisa di tebas tebas ajakan? Biar musuh kamu gak banyak lagi
"Gak bisa gitu, gua bukan malaikat yang nyabut nyawa mereka."
"Gitu ya.."
Inkrah menepuk jidat Eyes kuat. Tidak habis pikir dengan jalan pikir temannya yang satu ini.
Bus blue berhenti di halte, Dean langsung berdiri dan berjalan terlebih dulu, tapi langkahnya terhenti saat hendak meraih tangan Shena.
"Ayo! "Shena tersenyum lebar memandang dua gadis yang tadi berbincang dengannya.
"Gua duluan! "
Belum sempat mendapatkan jawaban Dean menarik Shena keluar dari Bus. Setelah berhasil keluar Shena menarik paksa tangannya.
"Gua bisa jalan sendiri, gak perlu di gandeng!" Matanya melotot karena Dean tersenyum lebar mendengar ucapannya."Iya tau kok, kalau kamu cerewet gitu, cantiknya nambah jadi seribu kali lipat! "
Shena yang mendengar itu, langsung mengepal kan tangannya, ingin memukul wajah Dean. Tapi Dean segera berlari meninggalkan Shena.
Dean sampai pada kosnya.
Shena tidak masuk. Bagaimanapun dia tidak ingin lancang memasuki rumah lelaki yang hanya ada mereka berdua."Serius gak mau masuk?" Dean menggaruk rambutnya. "Kamu butuh ap-
" Ponsel! Yang ada pulsanya!"
Dean belum selesai berbicara. Dia langsung bergegas mengambil ponsel yang di butuhkan Shena, dia juga mengambil sweater yang ukuran kecil miliknya.
"Ini!" Serahkan langsung pada Shena dan di terima, tapi tidak dengan sweater.
"Gua gak minjam itu! "
Dean menggaruk kembali kepalanya, tapi baju Shena sudah ada bercak darah.
Tidak ingin ambil pusing, dia langsung memakaikan pada Shena.
Tapi hanya masuk kepala."Lo? Berani?"
"Baju kamu kena darah!" Tuturnya pelan.
Shena dengan emosi yang ingin meluap kembali terdiam dan menatap bajunya. Segera dia pasangan sendiri setelah sadar akan bercak darah itu.
Ponsel itu berdering, nomor yang tadi di ketika Shena tertera di sana
"Siapa? "
Ucap dari sebrang sana.
"Gua Shena, jemput gua Tang di rumah Dean."
"Dean ketua OSIS? Gila lo?"
"Jangan berpikir aneh aneh! "
Shena mematikan sepihak panggilan itu, memulangkan ponsel itu pada Dean yang masih berdiri di depan pintu.
"Makasih ya! " Ucapnya dengan senyuman tipis dan duduk di teras kos. Dean menganggu sebagai balasan.
Dean juga duduk di sebelahnya,
"Mau di buatin Teh? "hanya geleng-geleng kepada untuk jawaban dari pertanyaan itu.
"Aku bisa buat kopi kok! Mau? Gak pahit serius! ""Gak tertarik! "
"kalau gitu mau air putih?"
"Engga Dean!
"Ada variasi Aqua, le mineral, air masak di kompor juga."
"Ngomong sekali lagi, benaran gue tonjok muka lo!"
Dean mengunci rapat bibirnya, tidak berani lagi bertanya.