_
_
_
_
.Hentakan langkah kaki itu membuat seluruh kelas X IPA 2 kian hening, apalagi setelah terdengar kabar bahwa kepala sekolah sedang mencari siswa untuk mengantikan posisi ketua OSIS yang kosong. Dari jendela terlihat beberapa Guru sedang melewati kelas mereka, dugaan mereka benar kelas mereka jadi bulan-bulanan selanjutnya yang dijadikan Anggota OSIS.
"Permisi, disini ada yang bernama Dean? Dean Alexander?" tanyakan Guru itu pada seluruh siswa-siswi yang berada dalam kelas. Tidak ada yang berani menjawab tapi arah mata mereka seolah menjawab pertanyaan tersebut. Mereka semua menatap Dean.
"Sa-saya buk!" Suaranya gagap karena takut dengan guru killer ini. Dengan susah payahnya dia menata detak jantung, dalam hati bertanya-tanya apakah dia melakukan kesalahan?
"Kamu Dean?" Guru berparas cantik itu mendekat ke arah siswa yang memakai kacamata, dia tersenyum."Iya b..buk..." sebisa mungkin dia terlihat tidak gugup, dia menaikan kacamatanya yang tadi sempat melorot.
"Oke... mulai hari ini, kamu jadi ketua OSIS!" ucapannya mungkin terdengar lembut.
"Astaghfirullah." Ucap Dipa yang berada di meja paling depan. Sedangkan orang yang di tunjuk kini tengah menata detak jantungnya yang berdetak kian kencang.
Satu kelas menatapnya horor, bukan kerena tidak bersyukur dengan jabatan itu ada pada teman mereka, tetapi jabatan itu adalah jabatan paling tidak disukai oleh siswa-siswi ANTARADS.
Kemarin, ketua OSIS yang baru terpilih mengundurkan diri, dan memilih pindah sekolah. Hanya karena tidak mau berurusan dengan siswa siswi yang nakal.
"Sekali lagi saya bertanya, mau kah kamu menjadi ketua OSIS?" pertanyaan Guru itu membuat beberapa orang di kelas sangat terkejut."LANGSUNG TOLAK DE!!!!" Eza, yang duduknya di depan keceplosan berteriak. Hal itu membuat dia mendapat tatapan maut dari Guru tersebut.
"Demi apapun Dean, jangan mau!" Ucap Rumi yang berada sebelah kiri Eza."Diam! Saya bertanya pada Dean, bukan kalian berdua!" Titah Buk Indah, mencoba tidak terpancing emosi untuk membuat keributan.
"Bagaimana Dean? Kamu sangat pintar, dalam bidang akademik ataupun non akademik. Apalagi melihat prestasi di waktu SMP dulu." jeda Indah, berjalan kearah Dean, sambil menyeret penggaris panjang di tangan kirinya.
"Mau kan? Tugas seorang pemimpin itu sangatlah mulia nak," suara Ibu Indah memang lembut, tapi tidak setelah
mereka tahu sifat kejam Guru itu."Tapi buk...saya tidak sanggup menjalankan tugas itu," elaknya halus, takut Indah marah. Indah memejamkan matanya beberapa detik.
"SAYA SUDAH CAPEK NYARIIN KAMU! TOLONG JANGAN NOLAK. KAMU PASTI BISA JADI KETUA YANG BAIK!" Pekik Guru cantik itu, berhasil membuat seluruh kelas menutup kedua telinga. Dean menaikan kacamatanya yang hampir terjatuh karena getaran suara Guru didepannya ini.
"Tapi bu-" ucap Dean masih berusaha mengelak dari tugas penting itu.
"Saya tidak menerima penolakan!" Indah berbalik, kembali ke posisi awal.
"Buk ... boleh yang lain saja? Sepertinya saya tidak mampu." Dean takut-takut menatap Guru ini.
Dia tidak sanggup dangan jabatan itu. Bukan kerena dia bodoh, tetapi karena HIDUP KETOS AMAN TIDAK PERNAH AMAN."Tidak."
"Tapi bu..k,"
"Sekali lagi tidak ada penolakan! Atau kamu mau beasiswa kamu saya cabut paksa?!" Ucapan itu dia jawab dengan mengangguk lemas. Indah pergi keluar meninggalkan satu kelas yang masih syok dengan fakta yang baru terjadi.