3. Bukan dia orangnya

11 12 0
                                    

_
_
_
_
.

Berita tentang Shena menolong Ketua OSIS sudah terdengar ke setiap kelas, walupun tadi yang menyaksikan hanya beberapa orang kini berita itu sudah melebar, bahkan temannya pun langsung berubah profesi menjadi wartawan.

Shena berdiri dari kursinya. Dia melirik tajam Ahsan yang masih meminta jawaban dari Dean. Shena berjalan kearah Dean yang masih duduk takut takut menjawab pertanyaan Ahsan. Dia menatap Dean dari atas sampai bawah.

"Lo tahu, Shena gak pernah ikut campur sama urusan kayak gini? Berarti lo orang penting yang wajib di jaga. " Ucap Fauzan, sambil menaikan alisnya.

"Benar. Kalau Shena udah jagain sekali berarti... Dia akan jaga, " Sebelum Ahsan menyelesaikan kalimat yang dia ucapan. Shena sudah duluan memasukan pisang goreng kedalam mulut Ahsan.

Fauzan dan Ahsan sangat penasaran dengan siapa Shena dekat, termaksud orang yang di tolong Shena.

"Kalau mau ngomong di filter dulu. " Shena menatap Dean. "Lo ketua OSIS ikut gue. "

"Mau kemana lo? " Ucap Ahsan saat berhasil mengunyah habis goreng itu.

"Urusan pribadi gak bisa dijelaskan. " Ucap Shena santai.

Dengan berat hati dia harus melakukan ini. Kalau tidak cowok bernama Dean ini bisa dijahili oleh tamannya.

Ruang hamparan atap sekolah ini benar-benar luar biasa cantiknya. Di hiasi kursi kursi yang tersusun rapi. Dan rak buku kaca yang tersusun di sepanjang pembatas. Shena berdiri menghadap pagar pembatas.

"Lo jangan khawatir... " Shena mengucapkan itu tanpa dasar. Membuat Dean tambah bingung.

"Khawatir buat?

"Diganggu sama Danu. Atau sama teman teman gue." Kali ini Shena berbalik melihat Dean yang sudah duduk, pandangan Dean tertuju pada sepatu hitam yang sudah bolong di tengah.

"Oh.. Btw makasih banyak buat udah nolongin aku... Aku akan balas semua itu, tapi nanti kalau aku udah punya uang. "

Shena yang mendengar itu hanya diam. Dia tidak pernah meminta uang untuk perbuatan menolong orang. Itu semua keinginan dari dalam dirinya sendiri.

"Kamu baik banget. Dan gara gara aku, kamu jadi di gosipin," Kali ini Dean memberanikan diri menatap kearah Shena.

"Lo, gak ingat sama gue? " Shena bertanya.

Tapi hanya gelengan dari Dean. Dia benar-benar tidak mengenali Shena.
"Kita pernah ketemu?" Dean bertanya polos. "Dimana? Setau aku kita baru ketemu tadi pagi, dan aku tau nama kamu dari teman aku, dan itu aja. "

Shena terdiam sebentar.
"Lo benar-benar gak ingat gue? "

Dean menggeleng pasrah. Dia sama sekali tidak kenal Shena.

Shena berjalan menuju pintu. Meninggalkan Dean yang masih berusaha mengingat tentang Shena.

"Aku gak ingat. Tapi kamu bisa ngasih info mana tahu aku jadi ingat. " Ucapan Dean menghentikan langkah kaki Shena, yang sudah hampir sampai di pintu.

"Dia orang yang gue cari adalah orang yang udah nolong gue satu tahun yang lalu. Di taman, keluarga nya udah bayar rumah sakit. Gue pengen balas budi. Tapi orang yang gue cari gak pernah ketemu. " Shena membuang nafas pelan, "Awalnya gue kira itu lo, tapi sepertinya lo bukan orang yang gue cari."

Dean terdiam lama, dia tidak tahu kalau dia dikira orang yang sudah menolongnya dulu, keluarga nya tidak kaya, jadi mana mungkin itu dirinya.

"Aa... Gitu.. Mudah mudahan kamu ketemu ya sama orang yang kamu cari. Dan makasih banyak buat tadi, tapi aku bukan orang yang kamu cari." Jelaskan Dean dengan tatapan sedih. Karena tidak bisa menolong Shena.

Shena mengangguk-angguk kepala pelan. Mungkin informasi yang diberikan Xafi itu salah. Dia kembali berjalan menuruni anak tangga, tapi saat dia ingin berjalan menuruni anak tangga, dari arah depan badannya di dorong. Sekilas yang dia lihat adalah cewek berambut panjang sebahu.

"Lo mau apain Dean. Lo mentang-mentang teman lo Lintang jangan harap gue takut!" Shena kembali berdiri dia tidak tahu dimana letak salahnya.

"Lara Kamu kok gitu sama Shena," Dean mendekati Shena, Orang yang dinasehati memutar bola malas melihat Shena.

"Lo sama teman-teman lo itu, kalau macam macam sama Dean. Habis riwayat kalian. "
Kembali Lara mengancam Shena.

Shena menatap malas, dia sudah banyak menjumpai orang dengan sifat seperti perempuan didepannya ini, yang tidak tahu apa apa, tapi malah membuat kekacauan.

"Santai, gue gak akan nyakitin teman lo." Shena menggeser bahu Lara yang menghalangi jalan untuk turun.
Saat mereka tidak bisa melihat bahu Shena, saat itu baru Dean kembali bersuara.

"Kok kamu gitu. Kamu bisa nyakitin dia tahu gak sih?" Ucapan Dean tegas pada Lara

"Kok Dean marah... Kan aku udah nolongin kamu dari cewek tembok itu... " Dean geleng-geleng kepala mendengar perkataan Lara barusan.

"Gimana gak marah Lara, dia cewek yang udah kamu dorong tadi, dia yang udah nolongin aku dari Danu."

Lara menepuk Kepalanya pelan.
"Bodoh bodoh jadi gimana dong. Aku pasti jadi sasaran bully gara gara aku salah paham."

"Kamu sih asal nyosor aja, bukannya tanya dulu." Dean pergi meninggalkan Lara yang masih menatap kebodohan dirinya.

_

Shena menatap temannya yang duduk di Koridor kelas mereka. Dengan muka tidak bersalah Shena melewati mereka

"Lo udah siap PR? Makanya berani masuk?" Ucapan itu berasal dari mulut kecil Fauzan. Kaki Shena seketika berhenti di ambang pintu, dengan berat hati dia berbalik dan duduk di samping Lintang, yang juga sudah duduk manis. Xavier yang sudah bersender di bahu Ahsan. Sedangkan Ahsan mengoceh.

"Gila sih, dia kira kita robot yang kalau dikasih tugas mencatat langsung siap dalam sehari. " Dengan Sabar Lintang hanya mengangguk anggukan kepala.

"Kalau gini juga gue mending pindah sekolah aja. " Fauzan menyatakan dengan sungguh-sungguh.

"Setuju gue juga ikut."

Tak

Tak

Guru yang sedang mengajar rupanya sudah keluar dan mendengarkan percakapan Dua orang siswanya.
"Robot? Jadi kenapa teman sekelas kalian bisa ngerjain PR? Mereka bukan robot! "

"Dan Jadi kalian pengen pindah sekolah?"

"Eh.. Bukan gitu buk. " Ahsan memamerkan gigi putihnya, sambil menggaruk kepalanya memikirkan alasan untuk ngeles sama Guru ini.

"Iya buk, kita cuma bercanda, iya kan teman? " Fauzan melirik tiga temannya, Lintang melirik arah lain, Shena hanya diam tidak berekspresi. Sedangkan Xavier menahan tawa.

"Gak, gak sekarang kalian berdua pergi pungut sampah di seluruh koridor ini." Titahnya dengan suara keras.

"Sekarang buk? " Tanya Fauzan.

"IYA... MASAK BULAN DEPAN. "

"Buk, kita semua kan salah, jadi alangkah baiknya kalau semuanya juga dihukum. " Ucapan Ahsan. Disetujui oleh Ibu Guru itu.

Tapi Ahsan harus mendapatkan tatapan tajam dari Lintang, Shena dan Xavier.

"Kalau lo yang buat salah jangan sampai buat yang lain ikut dong. " Xavier mengoceh sendiri.

"Satu jatuh, semua juga harus jatuh!" Ejek Fauzan menjulurkan lidahnya pada Xafi.

.
_
_
_
_

ShedeaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang