Chapter 4

4.8K 240 6
                                        

Ada yang nungguin cerita ini?
Coba mana vote nya👀

Jangan lupa komen juga ya biar tambah semangat buat ngetik cerita ini:)

And, share cerita ini biar makin banyak yang tahu:)

Happy reading!

***

Nara membuka pintu rumah panti, ia mengeryit saat mendapati keadaan rumah yang kosong. Tidak ingin langsung menyimpulkan, Nara memilih menyusuri setiap sudut ruangan rumah panti. Dan benar, rumah ini kosong tidak ada orang.

"Ibu!"

"Ibu!"

Tidak ada jawaban.

"Nak Nara?"

Nara membalikkan badan menatap seorang wanita berusia hampir sama dengan ibu pantinya tengah berdiri diambang pintu.

Nara berjalan mendekat, "Iya, Bu?"

"Ibu kamu sedang di rumah sakit karena Alisa tadi panas tinggi," jelas ibu itu. Membahas tentang Alisa, gadis kecil berusia delapan tahun itu adalah anak panti yang paling kecil. Jadi, untuk beberapa urusan ibu panti tidak harus kerepotan karena semua anak sudah mulai besar dan mandiri.

"Pesan Ibu kamu tadi, kalau mau nyusul suruh bawa baju ganti Alisa sama Ibu kamu, kayaknya sih Alisa harus diopname."

Setelah mendapat anggukan dan ucapan terimakasih dari Nara, ibu itu izin permisi. Tanpa membuang waktu, Nara memilih bergegas masuk ke dalam kamar untuk mengganti seragamnya dengan kaos lengan panjang bewarna putih dan celana kulot bewarna cokelat muda. Lantas, berlari memasuki kamar ibunya untuk mengambil beberapa potong baju dilanjutkan menuju kamar Alisa.

Selama kurang lebih dua puluh menit, Nara akhirnya sampai di rumah sakit. Untungnya dalam perjalanan menuju rumah sakit, ia sudah menelpon ibunya untuk menanyakan dimana ruangan Alisa di rawat. Alhasil, sekarang Nara tengah berjalan cepat menuju ruangan adiknya itu.

"Bu?"

Wanita yang duduk disisi ranjang itu menoleh, lalu menampilkan senyumnya menyambut kedatangan anak paling besarnya itu.

"Alisa sakit apa?" tanya Nara yang duduk bersebrangan dengan Astrid---ibu panti.

"Kena tifus," jawab Astrid pelan. Tangan putih dengan sedikit kerutan itu terangkat mengusap peluh yang membanjiri pelipis gadis kecil itu.
Tiba-tiba gerakan ucapan tangannya terhenti, kemudian mendongak menatap Nara yang bergeming.

"Kamu udah makan?" Nara tidak menjawab, membuat Astrid harus mengulangi pertanyaannya lagi.

"Nara, kamu udah makan?" Kali ini lebih terdengar tegas.

Nara menjawab dengan gelengan hingga seperkian detik setelahnya helaan nafas Astrid terdengar.
"Kamu ke kantin sana, beli makan!"

Nara mantap Astrid dengan bibir mengerucut. "Nggak ah, Bu! Nara bisa makan nanti, oke?"

Senyuman Nara pudar saat Astrid menggeleng menandakan jika wanita itu tidak setuju dengan penawaran Nara.

"Nara, Ibu bukannya doain kamu, kalau kamu nggak makan, kamu nanti sakit. Kamu mau seperti Alisa?" Jelas, Nara langsung menggeleng tegas. Ia tidak mau seperti Alisa yang berakhir menambah kerepotan ibu pantinya ini. Ia sudah besar, harusnya meringankan beban, kan?

"Iya udah, Nara ke kantin beli makan."

"Nah, itu baru anak Ibu. Makannya sekalian disana aja ya? Disini bau obat banget," pesan Astrid yang dijawab anggukan Nara. Ia mengambil dompet, mengambil beberapa lembar uang untuk diberikan pada Nara.

Daniel Owns MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang