Flashback 5 tahun yang lalu.3 bulan berlalu, setelah insiden itu. Thorn di tinggalkan oleh keluarganya sendirian, saudaranya ikut dengan orang tuanya pergi secara paksa.
Thorn sekarang berada di halaman rumahnya.
Rumput hijau tumbuh memanjang, bunga yang dahulu ia tanam bersama saudaranya tumbuh subur, berbagai pohon tumbuh di halaman rumahnya.
Thorn duduk sembari memegang bunga matahari yang di tanamnya dengan adiknya, Solar.
"Solar. Kapan Solar datang? Solar bilang hanya pergi sebentar? Thorn sudah lama menunggu. Thorn takut sendirian. Kapan kalian pulang?" Thorn berkata pada tanamannya. Gila jika seseorang berbicara pada tanaman, tapi hanya itu yang bisa Thorn lakukan untuk menghilangkan rindu kepada adik satu-satunya. Baginya, tanamanlah sahabat yamg paling setia karna selalu menemaninya.
Puk
Sebuah tangan memegang bahu Thorn, Thorn terkejut dan langsung melihat siapa yang menepuk bahunya.
Di lihatnya pria berumur 30-an sedang berdiri di belakangnya. Sekilas wajah pria itu mirip dengan Ayahnya. Thorn pun langsung tak percaya bahwa Ayahnya datang menjenguknya.
Thorn bangun dengan senyum mengembang yang mulai menipis, menggosok matanya memastikan bahwa itu bukanlah ilusi.
Amato.
Ayah Thorn yang dulu pergi bersama yang lain. Rasa rindu yang selalu menghantuinya. Air matanya sudah tak terbendung dan mulai turun dari kelopak matanya.
Thorn langsung memeluk Ayahnya dan menikmati hangatnya pelukan sang Ayah, namun ia tak merasakan apapun. Rasa hangat ketika memeluk sosok Ayah yang selalu di rindunya tak di rasa.
Thron membuka matanya dan terkejut, sosok Ayahnya tak ada di depannya. Lalu siapa yang ia peluk tadi? di lihatnya sekeliling namun tak ada siapapun kecuali dirinya.
Senyumannya langsung hilang di gantikan dengan wajah sedih.
Ilusi. Kenapa harus ilusi? Padahal Thorn sudah sangat senang jika ayahnya datang. Tapi kenapa semuanya hanya ilusi? Apa karna ia terlalu merindukan keluarganya? Terlebih sosok sang ayah?
Thorn masih berdiri di tempatnya, air matanya masih mengalir. Hujan mulai turun seakan ikut merasakan kesedihannya.
Thorn mengambil bunga mataharinya dan berjalan masuk ke dalam rumah.
Hujan masih mengguyur pulau rintis, di tambah angin kencang dan suara petir yang menggelegar.
Di dalam rumah sederhana terlihat seorang anak berusia 5 tahun sedang duduk di tepi jendela kamarnya.
Thorn memandang keluar jendela, melihat hujan turun dengan lebatnya.
Rumahnya sepi, hanya dirinya saja yg menempati rumah itu.
Di balik dinding terlihat sekelibat bayang yang hampir transparan, memperhatikan gerak-gerik Thorn dari jauh.
'Aku kasihan padamu Thorn, namun aku belum bisa menemanimu. Aku hanya bisa membantumu dari jauh. Ku harap kau bisa bertahan sampai masanya tiba dan aku pastikan kau takkan merasa sedih lagi Thorn. Berhati-hatilah karna sebelum kau bisa melihatku mereka akan menakutimu. Jadi kumohon bertahanlah.' katanya dengan suara pelan dan setelah itu menghilang.
Thorn menoleh kebelakang karna merasa ada yang memperhatikannya, namun tak ada siapa-siapa.
Thorn masuk ke dalam kamarnya dan duduk di tepi ranjangnya, tangannya menggapai laci meja di sampingnya dan membukanya. Sebuah album keluarga. Thorn membuka album tersebut, namun tiba-tiba teralihkan pada tembok yang tak di cat.
Thorn memandang lama tembok itu dan hal yang paling tak di sukai terlihat. Padahal hanya kesan gelap terang pada temboknya, namun thorn merasa aneh dengan kesan itu.
Semenjak Thorn tinggal sendiri di rumah, Thorn menjadi lebih waspada, takut ketika malam hari, membuat semuanya tampak nyata dan hidup sekalipun itu benda mati.
Thorn mangalihkan pandangannya dan segera tidur.
.
.
.
.
.
.
.Matahari mulai menyinari alam, terlihat sangat indah.
Thorn bangun dari tidurnya dan segera membersihkan badannya, setelah selesai ia turun ke bawah dan mulai memasak.
Thorn mengerjakan semuanya, namun entah kenapa thorn merasa hawa lingkungan di sekitarnya sangat dingin membuat badannya menggigil.
Semuanya sudah beres, Thorn langsung duduk di sofa untuk istirahat. Tak lama thorn tertidur di sofa.
Sekelibat bayangan kembali muncul dan mendekati Thorn. Di elusnya surai putih yang tampak bersinar redup namun lama-lama sinar itu bercahaya
Sosok itu tersenyum memandang Thorn yamg sedang tidur
'Tidurlah, maafkan aku karna menggunakan tenagamu! Kau harus tetap berhati hati. Mereka menginginkanmu! Selamat tidur'Tuan'.'-bayangan itu melirik ke kiri sudut ruangan. Sebuah pisau berkilau di layangkan pada sosok yang ada pada sudut ruangan tersebut, pisau berwarna abu abu transparan dengan kilau putih mengelilingi setiap sisi pisau tersebut mengenai sosok itu dan menghilang bagai debu
Bayangan yang duduk di samping Thorn menghilang, dan surai putih milik Thorn meredup dan kembali normal
<><><><><><><><><><><><><><>
2 tahun kemudian
Thorn sekarang berumur 7 tahun, dan anak sepertinya sudah mulai bersekolah. Beruntung karna keluarganya masih mau membiyayai kehidupannya, namun tetap saja, Thorn rindu dengan keluarganya
Amato, Ayah Thorn menyekolahkannya ke sekolah dasar garuda gemilang.
Awal masuk sekolah Thorn tidak ditemani siapapun, lain halnya dengan murid lain yang di temankan oleh ayah atau ibu atau ayah dan ibu mereka.
Thorn duduk di tempat yang paling belakang dekat dengan jendela.
Guru kelas masuk ke dalam kelas dan menyapa mereka"Hai, anak-anak. Selamat datang di kelas 1 cenderawasih. Perkenalkan nama ibu, Nisa. Kalian bisa panggil, ibu Nisa. Paham," Kata Guru yang mengajar di kelas Thorn.
"Baik, bu Nisa." Ucap semua murid dengan gembira.
"Hari ini karna pertemuan pertama kita. Kalian tulis nama kalian di kertas ini dengan rapih ya. Sudah bisa menulis semua, kan?" Ucapnya sembari memberikan kepada muridnya secarik kertas berwarna warni.
Semua anak murid di kelas Thorn mulai sibuk dengan tulisannya, termasuk Thorn. Ini kali pertamanya ia menulis. Keluarganya tak mengajarinya cara menulis.
Ia memperhatikan temen sekelasnya menulis dengan susah payah, lalu melihat kertas miliknya.
Tanpa ia sadari iris hijau miliknya terlihat lebih terang, dan ia mulai menuliskan namanya.
Thorn tidak tahu, yang ia tahu hanyalah kertas miliknya sudah terisi tulisan. Dan ia sangat senang. Bukankah menulis sangat mudah? Kenapa mereka terlihat kesusahan?
KAMU SEDANG MEMBACA
Thorn (05) {Tamat} (Dalam Tahap Revisi)
Fiksi PenggemarThorn hanya ingin mendapat kasih sayang dari semuanya, namun tak ada yang mengerti perasaannya kecuali teman imajinasinya yang memang ada.