Bab 2

129 17 11
                                    

"Yang Mulia Pangeran, di luar sangat dingin. Lebih baik Anda segera ke kamar." Salah satu prajurit setia Qin Zhui Liu menunduk seraya memberikan jubah tebal yang biasa digunakan sang pangeran. Balkon kamar putra mahkota yang berada lebih tinggi dari bangunan lainnya dan menghadap ke arah pintu gerbang utama istana, menjadi tempat yang biasa ia datangi ketika duka kembali menguasai.

"Aku masih ingin bermain dengan angin, Jenderal Feng." Sang pangeran menoleh, mengibaskan lengan, lalu kembali fokus ke gerbang istana. Feng Hao Xing, Jenderal utama kerajaan yang dinobatkan satu hari setelah proses pemakaman Jenderal Shen, menjadi satu-satunya prajurit kerajaan yang pangeran izinkan untuk mendekati kamar pemuda pemilik helaian panjang sebatas mata kaki itu.

"Angin dingin tidak baik untuk kesehatan Anda, Yang Mulia." Jubah tebal tersampir di bahu putra mahkota yang dilakukan oleh sang jenderal. Pangeran Qin memutar tubuh, lengkung di bibir terlihat samar. Namun, mampu membuat jantung si pemuda berdetak tidak keruan.

"Kenapa tidak sekalian kamu ikatkan talinya, Hao Xing?" Pangeran Qin mendekat ke arah sang jenderal sembari mengulurkan telapak tangan yang terdapat tali pengikat jubah di permukaannya.

Jenderal Feng berjalan mundur, kepala tetap tertunduk, mengeratkan genggaman pedang di tangan hingga punggung sang jenderal membentur ujung tepian balkon kamar Pangeran Qin.

"Aku hanya bercanda, jangan terlalu serius denganku." Pangeran Zhui Liu tersenyum kecil. Ia kembali melihat gerbang utama istana dengan kesedihan yang tidak satu kali pun berkurang.

"Sekali-kali hibur dirimu dengan candaan, Jenderal Feng. Tidak semua hal jadi lebih baik ketika dihadapi dengan serius." Tiga pemuda dengan hubungan kekerabatan yang sulit dijelaskan, tumbuh di lingkungan yang sama, dibesarkan oleh pengasuh yang sama, memiliki kehidupan yang tidak jauh berbeda, membuat hubungan sang pangeran dengan dua pemuda lainnya sudah seperti saudara satu wadah.

Saling melindungi, menjadi tameng ketika musuh mendesak mundur, mengorbankan apa yang mereka miliki, menjadi sumber tawa satu sama lain. Hal itu terasa wajar dan normal hingga salah satu dari ketiganya memberanikan diri mengubah semuanya.

"A-Zhui, tidak bisakah kamu melupakan Shen Wu Ze, mencoba memulai semua dari awal bersamaku?" Air mata keluar setelah mendengar penuturan sang jenderal hingga membuyarkan angan indah di kepala putra mahkota.

Pertanyaan yang sama dan terlontar secara berulang. Sebuah hubungan yang tidak satu kali pun pangeran pikirkan dan menghasilkan penolakan seperti sebelum-sebelumnya. Ada sesak menyelimuti ketika pemuda yang sudah ia anggap seperti seorang kakak, justru memiliki perasaan berlebih.

Sang pangeran memberanikan diri menatap Jenderal Feng seraya memaksakan senyuman. Sahabat putra mahkota menanggapi dengan sorot mata mengintimidasi bersama kalimat tanya yang membuat hati Pangeran Qin terasa pilu.

"Apakah sangat sulit untuk menyetujui, Yang Mulia?" Netra sipit sang pangeran terpejam bersamaan air mata yang kian deras. Getir sekaligus pahit. Keberadaan pemuda itu kian menambah luka sang pangeran. Qin Zhui Liu tidak menyukai hal ini. Tidak bisakah selamanya mereka menjadi sahabat? Begitu sulitkah sang jenderal membuang perasaan yang ia miliki?

"Perlukah aku membunuh diriku sendiri agar kamu menerima perasaanku, Zhui Liu?!" Ambisi berselimut cinta. Memaksakan sebuah perasaan hingga tanpa sadar berubah menyakiti sampai ke lubuk hati. Lawan bicara menolak berulang, tetapi menjadi angin lalu dan mantra pilu untuk sang pemilik netra abu.

"Pergilah! Pergi dari hadapanku, Feng Hao Xing!" Tubuh merosot hingga terduduk di lantai. Sang Pangeran menarik kasar helaian panjang yang terlihat berantakan karena terpaan angin malam seraya berteriak. Beberapa prajurit yang berjaga di luar pintu kamar, tidak satu pun yang berani mendekat ketika Jenderal Feng sedang berada di dekat putra mahkota.

Beberapa tahun menunggu dan tetap memperoleh jawaban yang sama, telah membuat sang jenderal menjadi sosok yang pemaksa dan penuh ambisi. Bukan menjauh seperti yang pangeran minta, justru sikap semakin berani sekaligus lancang hingga membuat sang pangeran hanya bisa menangis dalam keterpurukan.

"Aku hanya butuh mencintai satu kali dan tidak perlu ada yang kesekian, Jenderal Feng. Mengertilah!" Seperti apa pun sang jendral berusaha meyakinkan, hasil yang ia peroleh tetap sama. Terdapat jarak yang tidak mampu mereka tembus. Ada hubungan yang tidak boleh menjadi lebih ketika hati sudah terpatri dengan satu nama.

Tidak ada lain kali dan ke sekian kali. Qin Zhui Liu pernah merasa kehilangan dan tidak ingin kembali terulang. Ia hanya butuh satu orang kepercayaan, satu orang sahabat, dan satu cinta yang sudah lebih dulu meninggalkan pemuda itu tanpa ada kata-kata manis yang tersisa.

"Aku lelah, biarkan aku tidur nyenyak." Dalam satu kali tarikan, tubuh sang jenderal terjatuh ke pelukan rapuh putra mahkota. Pangeran Qin mulai memejamkan mata. Ia memeluk tubuh tegap Feng Hao Xing dan menenggelamkan wajah penuh air mata di dada tegap seorang jenderal muda.

Malam terlampaui dengan rasa sakit sekali lagi. Raja Qing seolah tidak peduli kepada sang putra hingga pemuda pemilik dagu lancip dengan sedikit lekukan di tengah itu, harus mampu melalui hari sesakit apa pun itu.

Embusan napas teratur terdengar samar. Hao Xing duduk perlahan, membetulkan letak jubah sang pangeran seraya menyingkirkan anak rambut yang menutup wajah rupawan sahabat sekaligus cinta pertama sang jenderal di atas peraturan kerajaan yang melarang hubungan bangsawan dan seorang prajurit kerajaan.

Lupakan bahwa aku pernah bertanya. Lupakan bahwa aku pernah meminta. Aku hanya berusaha meyakinkan diri bahwa semua akan berjalan semestinya ketika melupakan adalah keharusan. Satu-satunya hal yang bisa aku lakukan adalah terus berada di dekatmu walaupun hanya sebagai bayangan.

TBC.

Jarak dan Duka (Tamat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang