Senyum tipis terlihat samar. Jenderal Feng menyusuri lorong panjang menuju taman belakang paviliun sambil membopong Pangeran Qin. Sang pangeran menahan senyum. Sahabat masa kecilnya sangat kaku, tidak romantis, dan terlihat lebih galak dari sang raja, sahabat sekaligus tameng kuat ketika sang kekasih sudah lebih dulu meninggalkan sang pangeran. Pemuda tampan pemilik netra abu dengan sorot mata meneduhkan. Pemuda gagah pemilik cinta besar dan hanya berisikan satu nama tanpa ada satu orang pun yang mampu menggantikan.
"Feng Hao, bisa turunkan aku? Aku masih memiliki kaki!" Jenderal Feng berdeham. Ia melirik pangeran, menurunkan perlahan, lalu membantu merapikan jubah merah dengan corak keemasan milik putra mahkota. Sang jenderal berjalan lebih dulu, kaki melangkah cepat, meninggalkan pangeran yang terkekeh sambil meneriakkan nama sang jenderal.
"Aiya, seperti inikah cara memperlakukan seorang pangeran, Jenderal Feng?" Pangeran Qin berkacak pinggang, netra memicing, berjalan mendekat dengan langkah dibuat-buat. Keusilan menguasai hingga tidak peduli dengan raut muka masam sang jenderal yang berselimut senyum kaku.
Sifat menyebalkan sering ditunjukkan untuk menguji kesabaran pemuda di hadapannya. Pangeran nakal pemilik ide-ide tidak masuk akal. Beberapa kali sang jenderal menjadi korban karena kalah bertaruh ketika menuruti permintaan kekanakan putra mahkota.
"Kali ini apa lagi?" Jenderal Feng memutar tubuh. Sorot mata pemuda itu lebih teduh dari biasanya, antara terlalu lelah ataukah pasrah. Si pemuda gagah menunggu langkah pangeran hingga keduanya berdekatan.
"Masih ingat pohon magnolia di taman belakang tempat peristirahatan prajurit?" Netra Jenderal Feng memicing. Ia tahu benar dengan maksud sang pangeran. Tempat paling ia hindari kerena ada kenangan buruk yang selalu ia ingat.
Sang putra mahkota menarik lengan kokoh pemuda itu, berjalan dengan langkah cepat, melewati belokan di ujung lorong, lalu menuruni tangga sedikit memutar yang menuju ke bawah. Sang jenderal mengembuskan napas lelah secara berulang. Ia tidak bisa berbuat banyak ketika putra mahkota sendiri yang meminta. Rasa kesal sebisa mungkin ia tahan agar tidak menimbulkan keributan.
Hanya tinggal beberapa langkah, kaki Jenderal Feng terasa berat. Ia hampir saja memutar arah seraya melepaskan tarikan di lengan. Namun, raut wajah memohon sekaligus terlihat memesona di saat yang bersamaan, membuat sang jenderal harus mengalah dan mengiyakan walaupun terpaksa.
"Tidakkah kamu takut dengan ingatanmu sendiri, Zhui Liu?" Pohon magnolia putih terlihat bergerak-gerak. Angin membuat kelopaknya berjatuhan. Permukaan tanah tertutup dengan hamparan kelopak layu. Ingatan sang pangeran berkelana ke beberapa masa silam ketika sang kekasih masih memiliki jantung yang berdetak, masih memiliki tubuh untuk menghangatkan, masih memiliki bibir untuk memberikan ciuman.
Sebuah hasrat menggebu dan tidak mampu dibendung. Hubungan diam-diam yang berakhir dengan percintaan panas hingga salah seorang petugas jaga memergoki keduanya tengah berciuman seraya menindih satu sama lain.
Hal memalukan dan tersebar cepat ke seluruh istana hingga sampai ke telinga sang raja. Amarah kaisar naik hingga ke kepala. Ia memerintahkan beberapa prajurit memberi hukuman kepada sang putra, mengubur tubuh Pangeran Qin dan hanya menyisakan bagian kepala selama satu hari penuh. Jenderal Shen menerima seratus kali cambukan tanpa mendapatkan pengobatan setelahnya.
Cinta yang mengerikan. Tidak ada kebahagiaan selain rasa was-was setiap masa. Pertemuan diam-diam, sentuhan diam-diam, dan ... penyatuan diam-diam. Beberapa kali melakukan di tempat tersembunyi dan Feng Hao Xing seperti nyamuk, mengawasi agar tidak ada yang mengganggu. Sangat bodoh, bukan? Cinta terkadang membuat manusia bertindak tidak masuk akal dan tidak tahu tempat.
Lebih parahnya, Feng Hao Xing hanya bisa menunggu sekaligus mengawasi ketika hukuman sang pangeran ada di depan mata. Meskipun demikian, Pangeran Qin masih mampu tersenyum, melontarkan candaan, meminta ini itu seraya menggoda pemuda yang sedang berlutut di tanah dengan kepala menunduk sambil memunguti kelopak magnolia yang menutupi kepala.
Sedih itu masih ada. Luka itu membekas sangat dalam. Bukan karena seberapa keras hukuman yang pangeran peroleh, tetapi kebencian sang raja terhadap sang putra hingga selalu mencari celah, menyiksa perasaan si pemilik netra sipit atas penolakan sebuah perjodohan.
"Bukankah aku terlihat menyedihkan?" Putra mahkota menyentuh kelopak magnolia. Lamunan itu terputus bersama rasa sesak yang hadir seiring kerinduan akan sosok sang kekasih. Hubungan selama sekian masa harus kandas karena terpisah kematian. Jarak yang terlalu jauh menimbulkan duka tanpa jeda hingga tangis mengelilingi.
"Cobalah melupakan secara perlahan dan berhenti mendatangi tempat ini, Zhui Liu!" Pemilik netra sipit itu menoleh. Ulasan senyum manis sedang ia berikan. Pemuda itu memutar tubuh dan bergerak perlahan. Sorot mata sendu membuat sang jenderal ingin memeluk si pangeran dan membawa ke dalam pelukan hangat.
Jenderal Feng bergeming. Ia masih fokus dengan netra sembab milik sang pangeran. Pemuda memesona yang hanyut dalam cinta, tetapi memperoleh duka ketika perasaan telah kalah dengan sebuah kuasa.
Sang jenderal mengumpat dalam diam. Ia menahan diri tidak memaki ketika orang yang ia cintai telah lupa dengan rasa bernama bahagia. Sangat tidak adil. Terlampau menyakitkan. Jika saja ia mampu mengubah perasaan yang pangeran miliki, sudah pasti melarikan diri adalah pilihan yang Jenderal Feng ambil agar bisa bersama tanpa ada penghalang.
"Hao Xing," tangan sang pangeran terulur, menyentuh pipi pemuda tampan itu seraya memberikan ulasan senyum, "aku lelah. Bagaimanapun, aku bertahan hidup karena cinta Jenderal Shen yang memberiku kekuatan." Kedua tangan pangeran mencengkeram kerah jubah pemuda di hadapannya.
"Lakukan apa pun agar aku bisa melupakannya. Cari cara agar semua tidak terasa sakit. Ini sangat menyakitiku, tidakkah kamu mengerti aku sangat kesepian dan lelah setiap saat?" Embusan angin menerbangkan kelopak magnolia hingga berjatuhan. Aroma manis menelusup indera penciuman bersamaan hasrat kuat yang naik hingga ke kepala.
Benteng kokoh sang jenderal hampir runtuh karena kalimat memohon sang pangeran yang terdengar putus asa. Pemuda itu mengepalkan jemari kuat-kuat. Ia tidak ingin merusak segalanya karena nafsu menggebu. Sebisa mungkin, Feng Hao Xing bertahan walaupun terasa sulit karena sang pangeran bertindak lebih berani. Dalam hitungan detik, bibir keduanya menyatu, tubuh menempel, kedua lengan pangeran terulur seraya memeluk leher kokoh Jenderal Feng bersama air mata yang terus keluar.
"Lakukan, Jenderal Feng, aku mohon, atau biarkan aku mengakhiri hidupku dengan caraku sendiri."
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jarak dan Duka (Tamat)
RomanceTema : Cinta terlarang Judul : Jarak dan Duka Penulis : Nana @orianazhanzhan Pair : Qin Zhui Liu Shen Wu Ze Feng Hao Xing Bl Orific R 18+ Gambar berasal dari internet. Bukan milik pribadi. Penulis hanya memi...