Mereka pintar, tetapi dua sahabat itu lebih cerdas.
*
*
*Terbaca, mampu diterka, diketahui lebih dulu hingga tanpa sadar sang musuh sudah jatuh dalam perangkap. Sejak awal tidak ada satu orang pun yang mampu memastikan walaupun sang kaisar sendiri. Kebencian yang berakar hingga ke dasar, membuat sang raja enggan untuk melihat sosok terkapar pada tandu kematian yang tertutup panji hitam peperangan.
Dua pemuda pelindung sang pangeran, memilih mengikuti alur yang dibuat oleh Xiu Guan Wei, pejabat sekaligus cendekiawan kekaisaran yang memiliki kedekatan dengan Raja Qin. Kekuasaan berkedok perjodohan, menjadi titik awal perselisihan di antara lingkar petinggi kekaisaran.
Shen Hao Xing lebih dulu mengetahui perihal rencana busuk yang Pejabat Xiu lakukan. Orang tua licik yang mempergunakan putrinya sendiri sebagai umpan untuk memperoleh sebuah kuasa, membuat kepala sang jenderal meradang nyaris menghancurkan apa saja di sekitar.
Ketidaksukaan, keinginan melenyapkan, menggiring sang jenderal pada peperangan, membuat satu demi satu orang terdekat pangeran menghilang di telan kematian. Satu langkah rencana licik telah Pejabat Xiu lakukan ketika target menguasai sebuah wilayah kecil telah sang kaisar minta.
Kala itu, sang jenderal besar hanya mampu mengiyakan ketika pengabdian menjadi hal yang diharuskan. Jenderal Shen harus berpikir cepat. Sebisa mungkin membuat rencana matang dan hanya melibatkan orang-orang tertentu di dalam lingkar kekaisaran.
Penasihat Yu mengangguk paham. Ia menutup mulut rapat-rapat, membuat perhatian sang pangeran sekaligus raja teralihkan, seolah-olah semua yang berada di depan mata adalah sebuah kenyataan.
Satu tubuh pengganti telah di persiapkan. Prajurit gagah dengan kerelaan, pengabdian terhadap sang jenderal besar, menjadikan rencana berjalan hampir sempurna. Feng Hao Xing mati-matian menahan diri agar tidak lepas kendali ketika menghadapi peperangan seraya mengawasi agar tidak ada satu orang pun yang curiga.
Namun, tanpa mereka ketahui, peperangan telah dipercepat ketika penolakan sang pangeran membuat sang kaisar meradang. Hukuman secara berulang, pun tidak pangeran pedulikan. Bagi Pangeran Qin sendiri, mempertahankan apa yang ia percayai adalah hal yang seharusnya, tidak peduli dengan pesakitan yang harus pemuda sipit itu dapatkan ketika menolak menikah menjadi keputusan tanpa mampu digoyahkan.
Menahan diri, menekan amarah, membuat semua berjalan semestinya, Jenderal Shen bahkan sempat beradu mulut dengan Pejabat Xiu ketika cacian dan hinaan dilayangkan bertubi pada sosok gagah yang selama sekian masa menjadi pelindung kerajaan.
Rasa jijik, mencemooh, menganggap hubungan sesama jenis adalah aib besar, sang cendekiawan bahkan berulang kali memberi ancaman ketika dua pemuda saling cinta tersebut tidak ada yang menginginkan perpisahan.
Maka kematian yang akan memisahkan kalian berdua, Jenderal Shen!
*******
"Kalian membuatku seperti orang bodoh! Aku menangis seperti bayi! Aku bahkan merengek meminta kematianku sendiri!" Sang pangeran mengamuk tidak ada jeda. Memukul, mencakar, menampar, melakukan apa saja yang sekiranya mampu meluapkan amarah tertahan. Hal yang wajar dan bukan kesalahan. Bukan pula membenci, hanya merasa bodoh dan tidak berguna. Pangeran Qin mencoba menyakiti diri sendiri ketika tangis dan amarah tidak mampu meredakan semuanya.
"A-Zhui, A-Zhui, A-Zhui, maafkan aku, sungguh. Aku hanya tidak ingin kamu terlibat di dalamnya." Tangis sang pangeran kian pecah. Namun, secara perlahan, tarikan di rambut mulai terlepas. Sang pemuda sipit memeluk kaki, menenggelamkan wajah di antara dua lutut, mencoba menerima kenyataan bahwa pesakitan sudah terlalui separuh dari rencana yang seharusnya.
Ibunda ratu mengembuskan napas lelah. Beliau melihat dari kejauhan. Sang ratu membiarkan dua pemuda yang sudah ia anggap sebagai putra itu, menyelesaikan sendiri masalah yang mereka timbulkan. Senyum tertahan dan gelengan lirih, menjadi satu-satunya hal yang permaisuri lakukan ketika melihat dua jenderal kebingungan menghadapi amarah putra mahkota.
"Aku ingin istirahat lebih dulu. Biarkan tiga pemuda itu menyelesaikan masalah yang mereka buat sendiri." Senyum teduh mengiringi langka sang permaisuri menuju kamar, mencoba berdamai dengan waktu ketika esok hari menjadi tanda tanya, entah berada dalam kehidupan ataukah kematian.
Menit berlalu hingga satu jam terlewati. Pangeran Qin menempelkan pipi pada permukaan meja. Lelah menguasai dan keinginan untuk memejamkan mata semakin kuat hingga dekapan erat, membuat pemuda itu terjengit seraya membuka mata.
"A-Zhui, aku merindukanmu, sangat." Shen Wu Ze menyingkirkan anak rambut yang menutup mata si empunya netra sipit. Keadaan sang pangeran sangat tidak baik-baik saja. Mata sipit yang ia miliki terlihat memerah dan sedikit bengkak. Jenderal Feng mendekat perlahan, meminta Shen Wu Ze untuk melepaskan dekapan.
"Biarkan aku bicara dengannya dulu, Shen Wu Ze." Pemuda itu melepas dekapan, mempersilakan Jenderal Feng mendekati si pemilik netra sipit. Sang jenderal menarik tubuh pemuda itu, mengubah posisi duduk hingga keduanya berhadapan.
Sang jenderal mengusap wajah putra mahkota dengan jemari secara perlahan. Menyingkirkan anak rambut, meminta pada salah satu pelayan untuk mengambilkan kotak obat. Darah masih keluar walaupun tidak terlalu banyak. Jenderal Feng membuka ikatan kain di pergelangan tangan, melihat seberapa parah luka yang dihasilkan.
"Berhentilah berbuat seenaknya. Tidak semua hal bisa terselesaikan dengan memaksa." Dua pelayan mendekat, membawa wadah kecil berisi air hangat, kain bersih, dan serbuk obat untuk menghentikan pendarahan. Jenderal Feng membersihkan luka secara hati-hati, menaburkan serbuk obat pada tepian luka, lalu membalut dengan kain bersih seraya memberikan ikatan yang sedikit kencang karena gemas bercampur marah tertahan.
Pangeran Qin mendesis, menahan sakit ketika ikatan kencang membuat tangan sang pangeran terasa ngilu. Ia mengusap berulang seraya menggeser duduk, memberi jarak sedikit lebih jauh di antara keduanya.
"Sudah lebih baik?" Jenderal Feng memberikan usapan pada pipi si pemuda sipit, menarik pemuda itu dalam pelukan hangat. Ketika menjadi bayangan menjadi pilihan yang Jenderal Feng putuskan, maka melindungi adalah satu-satunya hal yang mampu ia lakukan walaupun harus menahan getir ketika sang pemilik hati telah kembali di sisi sang pangeran.
"Aku tidak meminta maafmu ataupun pengampunan. Aku membebaskanmu untuk membenciku, menghajarku, atau melakukan banyak hal yang menyakitkan ketika kebenaran berada di depan mata." Embusan napas lelah keluar seiring kejujuran dari sang jenderal.
"Terasa menyakitkan jika kita melihat dari satu sisi, tetapi menyelamatkan nyawa Shen Wu Ze harus aku pikirkan lebih dulu. Karena aku tahu dengan sangat, pemuda nakal yang masih terisak di pelukanku tidak bisa hidup tanpa kekasihnya." Tinju ringan berulang, mendarat di dada Feng Hao Xing setelah beberapa kalimat masuk akal yang pemuda itu lontarkan. Kekehan ringan mulai terdengar, Jenderal Feng melepas pelukan, mempersilakan sang sahabat untuk bercengkerama dengan sang kekasih.
"Bawa semuanya ke belakang. Tidak boleh ada satu orang pun di ruangan ini. Semua keluar! Sebagian berjaga di kamar permaisuri!" Jenderal Feng mengibaskan lengan, beranjak dari duduk, meninggalkan aula tengah bersamaan rasa sakit yang tertahan ketika cinta terasa semakin menjauh dari sanubari.
Berakhir. Sudah cukup aku memberikan toleransi untuk perasaan yang aku miliki ketika menjauh akan menjadi lebih baik untuk semua orang yang terlibat di dalamnya.
TBC.
KAMU SEDANG MEMBACA
Jarak dan Duka (Tamat)
RomanceTema : Cinta terlarang Judul : Jarak dan Duka Penulis : Nana @orianazhanzhan Pair : Qin Zhui Liu Shen Wu Ze Feng Hao Xing Bl Orific R 18+ Gambar berasal dari internet. Bukan milik pribadi. Penulis hanya memi...