Pagi harinya Kazel sulit untuk dibangunkan, semalam sebenarnya Hazel tidak ingin merusak kebahagiaan adiknya, tetapi dia sudah tahu kebiasaan Kazel yang tidak bisa tidur terlalu larut. Ya, seperti sekarang berakhir dengan kesiangan.
“Bang, naik motor aja biar cepet,” ucap Kazel memaksa karena ini sudah siang, naik motor atau mobil pun sama saja, sudah pasti dia akan terlambat. Tapi setidaknya dengan menggunakan motor akan lebih cepat sampai sehingga bisa mengurangi hukumannya.
“Oke, sekali ini aja ya,” ucap Hazel mengalah karena jika Kazel terlambat, Kazel akan mendapat hukuman.
“Yeay,” teriak Kazel girang.
Mereka segera berangkat menuju sekolah, dan benar saja saat mereka sampai gerbang sekolah sudah tertutup. Di dalam ada dua anggota Osis yang menjaga, Kazel segara menyuruh Hazel pergi. Tapi, Hazel tidak mau, dia ingin memastikan Kazel tidak dihukum.
Hazel sudah bersiap membuka helmnya, dua siswi yang menjaga gerbang memperhatikan mereka. Kazel harus menghentikan Hazel, dia tidak mau mereka tahu jika Hazel adalah Kakaknya karena gosipnya sudah pasti akan dengan cepat menyebar.
“Bang, kalau buka helm dan turun dari motor aku gak akan minum obat,” ancam Kazel yang sudah pasti berhasil. Hazel mengurungkan niatnya, Kazel paling pintar dalam hal mengancam.
“Hey, lo! Udah kesiangan, malah pacaran. Gak tau diri banget!” teriak salah satu siswi itu. Hazel yang mendengarnya marah, dia hendak turun, tetapi Kazel kembali menahannya.
“Bang, pulang gak,” ucap Kazel membuat Hazel kendengus. “Pulang, Bang.”
Hazel dengan terpaksa pergi dari sana karena Kazel yang terus menyuruhnya pergi, Hazel kesal dengan perkataan siswi yang menjaga gerbang tadi, berani-beraninya dia meneriaki adiknya.
Setelah Hazel pergi dari hadapannya, Kazel berlari menghampiri kedua siswi itu. Keduanya sudah menyilangkan tangan di depan dada, sudah pasti Kazel akan mendapat hukuman.
“Lo udah kesiangan masih sempet-sempetnya pacaran, oh apa jangan-jangan lo kesiangan karena pacaran dulu?” ucap Monika salah satu dari kedua siswi itu.
“Enggak, Kak. Itu-” Belum selesai Kazel berbicara, Lola memotong ucapannya.
“Berani ngelawan?” ucap Lola. Kazel hanya menunduk dalam hati dia merutuki keduanya, dia tidak melawan dia hanya ingin membela diri.
“Ikut kita kelapangan!” perintah monika.
Kazel mengikuti Monika dan Lola di belangang, tapi dia bisa mendengar apa yang Monika dan Lola bicarakan.
“Mon, lo liat-kan tadi cowok yang sama cewek ini kok kayak Hazel, ya,” ucap Lola membuat Kazel pucat, dia pasti ketahuan.
“Gak mungkinlah, gak mungkin Hazel bareng sama cewek kayak dia. Hazel gak pernah deket sama cewek, lagian cewek kayak dia gak selevel sama Hazel,” ucap Monika yang terdengar sangat jelas oleh telinga Kazel. Di satu sisi Kazel senang rahasianya tidak terbongkar, tapi di sisi lain Kazel kesal karena Monika bilang dia tidak selevel dengan Hazel. Mereka tidak tahu saja jika Kazel lebih dari selevel dengan Hazel tapi dia sedarah.
“Iya juga sih, mungkin gue salah liat,” ucap Lola.
“Iya, periksa mata gih. Hazel itu cuma cocok sama gue,” ucap Monika dengan percaya diri.
“Pttf.” Kazel mehan tawanya. “Kau tidak cocok dengan Kakakku nenek lampir,” ucap Kazel dalam hati.
Monika menghentikan langkahnya, dia membalikkan badannya menatap Kazel dengan marah.
“Lo ngetawain gue,” ucap Monika.
“Wah, berani banget ya lo,” ucap Lola.
“Anu, enggak kak,” ucap Kazel.
“Monika, Lola, kalian ngapain masih di situ.” Seorang cowok menghampiri mereka.
“Ini, dia kesiangan. Hukum sana,” ucap Monika.
Cowok itu melihat jam di tangannya, lalu menatap Kazel yang juga sedang menatap cowok itu.
“Kamu telat tiga puluh menit, lari keliling lapangan tiga puluh keliling,” ucap dia membuat Kazel melotot kaget.
“Tiga puluh keliling?” ucap Kazel memastikan.
“Mau ditambah?” tanya Monika membuat Kazel menggelengkan kepalanya. Jika Hazel tahu mereka akan terkena masalah, jangankan lari tiga puluh keliling lapangan, Kazel ingin bersepeda aja gak pernah Hazel izinkan.
“Kenapa malah bengong, mau ditambah hukumannya?” ucap Lola.
“Maaf, Kak.” Kazel segera menyimpan tasnya lalu berlari mengelilingi lapangan.
Sepertinya hari ini tidak hanya Kazel yang telat, di lapang ada seorang cowok yang sedang berlalri juga. Kazel memperhatikan cowok itu, dan ternyata cowok itu psikopat yang satu kelas dengannya. Kazel melihat badge namanya, Marcell Dewanata. Kazel berlari sebelum cowok itu mendekat, namun cowok itu sangat cepat dia sudah melewati Kazel lagi.
Diputaran kelima, Kazel sudah kelelahan. Dia berhenti sebentar melihat sekelilingnya memastikan tidak ada Osis yang mengawasi, sialnnya Lola mengawasi dari pinggir lapangan. Kazel kembali berlari, cowok bernama Marcell itu menyadari jika Kazel kelelahan, wajah Kazel sangat pucat.
“Lemah, baru lima putaran aja udah mau pingsan,” gumam Marcell yang bisa didengar oleh Kazel. Kazel mendelik kesal, dia tidak boleh kelelahan karena tubuhnya sangat lemah.
“Hey, dia sakit,” teriak Marcell pada Lola.
“Jangan drama, lanjut lari baru tujuh keliling aja udah lemah banget,” ucap Lola.
Kazel masih berlari, namun dia sudah tidak kuat. Perutnya sangat sakit, dia sudah merasa mual. Kazel muntah, Marcell yang melihat itu berlari menghampiri Kazel begitupun Lola.
“Lo kenapa?” tanya Marcell.
Kazel terus muntah, perutnya sangat sakit tangannya memegang perutnya menahan rasa sakit yang menjalar ketubuhnya. Keringat bercucuran, pandangannya mengabur, tubuh Kazel limbung. Marcell menahan tubuh Kazel, tangannya bergetar melihat wajah Kazel yang sangat pucat.
“Gue kan udah bilang, dia sakit!” teriak Marcell pada Lola. Lola yang dibentak Marcell menjadi takut, dia tidak tahu jika Kazel benar-benar sakit. Dia pikir Kazel hanya beralasan agar terhindar dari hukuman.
“Maaf, gue kira dia bohong,” ucap Lola gemetar.
“Lo gak liat dia pucet, buta lo!” bentak Marcell lalu mengangkat tubuh Kazel ala bridal style. Lola hanya menunduk, dia menangis karena dibentak oleh Marcell.
Marcell membawa Kazel ke UKS, di koridor ada beberapa siswa-siswi yang melihat mereka. Beberapa dari mereka merasa iri pada Kazel, bagaimana tidak Marcell sangat tampan, bahkan Kakak Kelas pun mengidolakannya.
“Dia kenapa?” tanya seorang siswi yang menjaga di dekat UKS.
“Apa semua Osis di sini buta?” ucap Marcell membuat cewek itu mengerutkan kening. “Lo gak liat dia pingsan?” lanjutnya.
Cewek itu membukakan pintu UKS, Kazel segera diperiksa oleh dokter sekolah. Marcell sudah kembali ke lapangan, melanjutkan hukumannya yang tertunda. Tangannya masih bergetar, dia tidak tahu kenapa Kazel muntah-muntah. Dia melihat bagaimana Kazel menahan rasa sakit sebelum dia pingsan wajah Kazel sangat pucat.
“Apa cewek itu punya penyakit,” gumam Marcell. “Argghhh ngapain juga gue mikirin dia, gak ada hubungannya sama gue.” Marcell mempercepat larinya, hanya tinggal beberapa putaran lagi sampai hukumannya selesai.
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksatriya
General FictionAksatriya Berasal dari bahasa sanskerta yang artinya kesatria. Kesatria dalam cerita ini adalah seorang kakak yang bagaikan kesatria dalam hidup adiknya. Seorang kakak yang juga menjadi Ibu dan Ayah bagi adiknya. Kakak yang selalu menjaganya...