Episode: 4

672 81 10
                                    

Jisoo tak pernah sekalipun menyangka jika hubungan semulus jalan tol yang berusaha Ia bangun penuh hati-hati selama delapan tahun lamanya kini harus berada di ujung tanduk. Nyaris berakhir, atau sudah berakhir yang lebih tepat? Entahlah, semakin dirinya memikirkannya semakin juga Jisoo tidak dapat mendapat jawaban atas pertanyaannya.

Perkataan Seungcheol kemarin masih membuatnya tidak bisa percaya. Laki-laki itu memang benar-benar ingin berpisah darinya atau hanya sedang bosan dengannya. Itu dua hal yang berbeda.

Jisoo menatap pantulan wajahnya di cermin meja rias kamarnya dengan seksama. Meskipun sudah tampak lebih baik setelah Ia mengompres matanya yang membengkak karena menangis semalaman, tapi sepertinya Jisoo harus menggunakan make up agak tebal hari ini. Tentu saja untuk menutupi dari semua orang termasuk ayah dan ibunya jika putra sematawayangnya memang tengah begitu bahagia menyambut hari pernikahannya.

-atau hari pernikahan yang sebentar lagi hanya akan menjadi angan. Jisoo hanya tersenyum kecut. Menertawai dirinya yang entahlah saat ini bahkan Ia tidak tahu apakah harus menyalahkan Seungcheol atau justru dirinya sendiri. Ya, dirinya sendiri yang telah gagal untuk mempertahankan cinta lelaki Choi itu.

Hatinya kembali berdenyut sesak mengingat pertengakaran mereka kemarin, tentang kalimat Seungcheol yang memutuskan ingin mengakhiri hubungan mereka, dan tentang pengakuan laki-laki itu yang sudah tidak mencintainya. Pandangan Jisoo turun ke jari manisnya. Cincin emas putih dengan mata berlian itu masih tersemat cantik di jarinya. Cincin yang diberikan Seungcheol di saat lelaki itu melamarnya dan memintanya untuk bagian dari hidupnya seutuhnya. Hari di mana Jisoo pernah merasa sangat bahagia karena lelaki itu.

Benar, Jisoo masih ingat malam itu dirinya sedang kesal karena Seungcheol memilih melewatkan hari ulang tahunnya karena pekerjaannya di luar negeri. Seungcheol datang menjemputnya di depan lobby rumah sakit dengan wajah lelah sepulang dari bandara dan mungkin juga khawatir karena dirinya tidak mau mengangkat atau membalas segala pesan dari sang kekasih.

Tidakkah Seungcheol tahu, jika hari itu Jisoo merasa menjadi orang paling beruntung dan bahagia di dunia tentu saja dengan asumsi Seungcheol begitu mencintainya sampai rela langsung menjemputnya hanya demi Jisoo sampai belum sempat pulang ke appartemennya sendiri dari bandara. Walaupun Jisoo masih kesal dengan memilih kabur dan mencuekinya ke halte bus.

"Berhenti mengambek seperti ini, bagaimana jika pasienmu tahu jika mereka dirawat oleh dokter yang sangat manja dan kekanakan begini?" Seungcheol akhirnya memutuskan untuk duduk di sebelahnya menemani kekasih manisnya itu yang sedang mengerucutkan bibirnya.

"Baiklah aku minta maaf karena melewatkan hari ulang tahunmu, kita masih bisa kan merayakannya hari ini sekaligus tahun baru."

Seungcheol hanya menghela napas melihat Jisoo tetap masih tak bergeming di sampingnya. Ia lalu melepas mantelnya dan memakaikannya ke tubuh kecil Jisoo. Serius suhu Seoul sedang berada di puncak musim dingin, bisa-bisanya Jisoo masih tetap diam dengan mantel tipis yang digunakannya.

"Berhenti keras kepala, ayo pulang." Seungcheol menggenggam tangan sang kekasih menariknya untuk berdiri.

"Sudah kubilang aku bisa pulang sendiri." Cicitnya pelan. Masih enggan mengangkat tubuhnya meskipun tangan mereka masih bertaut.

"Baiklah jika memaksa," Bukannya pergi meninggalkan Jisoo yang masih keras kepala, Seungcheol akhirnya mengangkat tubuh kurus kekasihnya secara bridal. Mengabaikan Jisoo yang meronta sebal sekaligus malu digendong seperti anak kecil di pinggir jalan.

"Seungcheol ish lepas! Aku bisa jalan sendiri!" Rengek Jisoo kesal. Rasanya panik sekali walaupun tetep mengeratkan pelukannya ke leher tegap sang kekasih.

"Tidak apa-apa biar semua orang tahu betapa manjanya kekasihku ini." Ucap Seungcheol santai, bibirnya tersenyum kecil memandang puja sekaligus gemas wajah mengerucut sang kekasih.

"Ya tapi aku malu tahu!" Bisik Jisoo kesal, wajahnya sudah memerah parah Ia benamkan ke ceruk leher si Choi. Sementara laki-laki itu masih memilih menertawainya, menyebalkan sekali.

"Berhentilah protes, atau aku menciummu di sini."

"Kau memang gila!"

Seungcheol tersenyum kecil, lalu sungguh menurunkan wajah tampannya untuk meraih bibir kucing tipis Jisoo. Mengabaikan tatapan melotot yang dilayangkan Jisoo padanya. Tapi toh selanjutnya Jisoo malah melenguh pelan saat dirinya segaja menggigit lidah lelaki manis itu gemas. Melepas tautan mereka sejenak lalu berganti memberikan kecupan panjang di kening si rusa manisnya. "Aku merindukanmu."

Memang hanya satu kalimat, tapi entah mengapa mampu membuat Jisoo serasa terbang ke awan.

Seungcheol lalu mendudukan Jisoo di kursi penumpang. Menutup pintunya perlahan, membiarkan Jisoo yang sedang tersenyum lebar tanpa lelaki itu tahu. Sedikit merapikan wajahnya yang memerah dan bibir kacau akibat ciuman tiba-tiba barusan.

Sampai tanpa sadar Seungcheol sudah mendudukkan dirinya di kursi kemudi sampingnya. Membawa bucket bunga sunflower cantik yang diberikan padanya.

"Selamat ulang tahun Hong Jisoo, terimakasih sudah lahir di dunia ini dan menemaniku hingga hari ini. Aku sangat bahagia memilikimu."

Jisoo tersenyum manis menerima bucket bunga itu. Sedikit mengontrol perasaannya yang entah kenapa Ia ingin menangis karena begitu bahagia.

"Dan, ayo kita menikah." Seungcheol membuka kotak beludru kecil berwarna biru dari saku jasnya, dengan senyum tampan seperti biasanya.

Sementara Jisoo hanya mematung di kursinya. Tidak tahu harus merespon apa walaupun hatinya merasa begitu bahagia. Menatap kotak beludru biru yang diulurkan Seungcheol padanya, sebuah cincin berlapis emas putih dan batu berlian sebagai matanya. Lalu menatap wajah Seungcheol bergantian.

"Ayo hidup bersama, hingga akhir."

Mengabaikan otaknya yang saat ini terasa begitu blank dan kosong, Jisoo akhirnya mengangguk pelan. Binar bahagia begitu terpancar dari dua mata cantiknya, membuat Seungcheol untuk ikut tersenyum lembut. "Yes."

Jisoo bahkan tidak bisa menahan air matanya terlalu bahagianya. Melihat Seungcheol yang perlahan memasangkan cincin sederhana namun sangat cantik dengan batu berlian manis di tengahnya. Kemudian saat tangan kekar Seungcheol menarik tubuhnya perlahan masuk ke dalam dekapannya. Detik itu, rasanya hidup Jisoo begitu sempurna dan lebih dari bahagia.

Jisoo pikir hubungannya dan Seungcheol akan terus berjalan semulus itu. Tanpa pernah berpikir terkadang hubungan yang selalu terlihat bahagia bukan berarti hubungan yang paling tidak punya masalah di dalamnya.

Rasanya sekarang dirinya seperti dijatuhkan dari atas awan hingga ke dasar samudera oleh impiannya sendiri.

|tbc|

Fate • [cheolsoo](√)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang