19

385 24 12
                                    

Di Kahyalott….

Ratu taeyeon terpaku menatap permukaan danaunya. Ia kemudian mengulurkan tangannya hingga gaunnya yang menjuntai menyentuh permukaan air itu, tapi sama sekali tidak meninggalkan jejak basah di sana.

"Semuanya belum berakhir, Fairy nalalice. Sejak awal saya sudah peringatkan kamu untuk berhati-hati di dunia manusia. Ini ujian kamu yang sesungguhnya. Ingat, rasa cinta manusia itu kadang dikuasai oleh obsesi mereka. Tidak ada yang suci." Senyum simpul penuh arti kemudian tergores di bibirnya.

~~~

Bi unha sudah pulang sejak semalam. Karena khawatir, jiyong menugasi pak bobby untuk mengantarkannya sampai ke stasiun dengan menggunakan motor. Dan pagi itu, seisi rumah masih terjaga. Kecuali pak bobby yang sudah asik dengan kopinya di pos.

Jiyong tertidur dengan posisi terlentang lurus. Di sampingnya, haneul nyaris berputar, posisi kepalanya ada di perut Fay lisa sedangan kakinya di atas paha jiyong .Dan Fay lisa, ia terlentang dengan tangan terentang lebar hingga menutupi wajah jiyong.

"Fuuuhh... Fuuhhh...." Karena kesulitan bernafas, jiyong meniup apa pun yang sekarang menutupi hidungnya, tapi tetap tidak menyingkir. Perlahan ia membuka matanya, barulah ia menyadari jika itu telapak tangan Fay lisa. "Ya ampun...," gumamnya. Ia mengangkat tangan itu seraya menguap. Jadilah telapak tangan Fay lisa ia gunakan untuk menutupi uap dari mulutnya.

Fay lisa mengerjap saat merasakan tiupan hangat di telapak tangannya. Tapi, ia belum juga terbangun. Tangan Fay lisa masih jiyong genggam, semakin erat.

Jiyong tersenyum bahagia. Pagi itu adalah pagi terindah setelah lebih dari satu tahun hidupnya kosong. Itu karena peri mungil dan peri ajaibnya. Saat ia asik memperhatikan wajah pulas haneul dan Fay lisa, tiba-tiba keduanya menggulat bersamaan, ia sampai menahan tawa dibuatnya.

"Hmmhhh...." Fay lisa mendesah sebelum kedua matanya terbuka. Yang pertama ditangkap matanya adalah senyum hangat jiyong. "Ji, umm… kamu udah bangun?"

"Udah dari tadi." Senyum jiyong semakin mengembang. "Malah aku udah puas lihatin muka polos kamu sama haneul lagi tidur nyenyak. Kalian lucu, sama-sama cantik."

Pujian itu sama sekali tidak membuat Fay lisa tersipu, atau bahkan tersenyum. Jadilah jiyong merasa gagal memuji, atau ia memang payah dalam hal semacam itu.

Di perut Fay lisa, haneul juga akhirnya terbangun. "Dady...," gumamnya.

"Pagi, sayang...," sapa jiyong.

"Dady... Aku lapar," kata haneul sambil memegangi perutnya, sementara kedua matanya belum sepenuhnya terbuka.

Jiyong dan Fay lisa baru teringat jika bi unha tidak ada. Itu artinya, semua pekerjaan rumah tidak ada yang menghendel, termasuk makanan untuk haneul "Siapa yang masak?" tanya mereka kompak.

"Umm... biar aku aja yang masak, deh," kata jiyong mendahului.

"Tapi kamu masih sakit, ji," timpal Fay lisa. "Biar aku aja."

"Gak papa, masak kan, gak pake lari-lari, jadi pasti bisa. Lagian... emangnya kamu bisa masak?" jiyong memicing sangsi.

"Umm..." Fay lisa ingat jika ia sering memperhatikan bi unha memasak, tapi tetap saja ia tidak bisa. Dalam keadaan seperti itu, ia kembali menyesali nasibnya. "Seandainya aku masih punya kekuatan, aku bisa membuat masakan apa pun tanpa harus repot-repot," pikirnya.

"Ya udah, masaknya sama-sama aja," haneul menengahi. Tanpa menunggu, ia beranjak turun dari tempat tidur dan keluar dari kamar.

Setelah saling menatap beberapa detik, jiyong dan Fay lisa pun menyusul dengan pegangan tangan jiyong belum terlepas sejak tadi. "Neul, tunggu!" teriak mereka kompak.

Fairy Nalalisa Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang