Lima

1K 60 0
                                    

Seorang lelaki baru saja ingin melangkahkan kakinya ke ruangan si petinggi perusahaan sebelum akhirnya dering telepon menginterupsi. Seseorang di seberang mengucapkan suatu kalimat perintah yang tak bisa dibantah. Lelaki itu segera meninggalkan gedung pencakar langit menuju si penelpon.

...

Louis baru saja memasuki ruangannya sebelum ia menyadari sesuatu. "Dimana Kelvin? Bukankah ia seharusnya sudah datang?" tanyanya.

Sekretaris itu melongo heran, "Bukankah Anda yang menyuruhnya untuk pergi, Sir? Dia tadi tiba satu jam yang lalu tetapi, pergi lagi. Ketika saya tanya, ia bilang Anda yang menyuruhnya pergi," terang Chyntia.

Louis hanya mengangguk seraya mengucapkan terima kasih pada sekretarisnya itu. Jarinya dengan segera mencari nama untuk dihubungi. Baru saja panggilan tersambung, pintu mendadak terbuka. Terlihat seorang pria tinggi tampan yang masuk tanpa rasa bersalah.

"Aku baru tahu, ternyata ini caranya masuk ke ruang atasan," cibir Louis.

Kelvin mendengus sebal dan menghempaskan dirinya di atas sofa. "Aku lelah. Baru saja landing dari Singapore, dan sudah diperintahkan ini itu."

"Oke, tolong jelaskan, siapa yang menyuruhmu? Aku bahkan baru saja tiba," cecar Louis

Ia mengabaikan Louis dan malah asyik berselancar di gawainya.

"Mengabaikan atasan itu bukan perilaku bawahan yang baik Bapak Kelvin Kurniawan. Aku hanya menginfokan saja, sih," sindirnya lagi. Ia kemudian menuju meja kerjanya memutuskan untuk tenggelam dalam pekerjaannya.

"Kau terlihat lebih sensitif dari biasanya. Sedang jatuh cinta, ya?" tebak Kelvin yang tak disangka disambut anggukan oleh lawan bicaranya. Punggung Kelvin menegak. Memicingkan mata dan berusaha mencari celah kebohongan dari sikap atasan sekaligus sahabatnya itu.

"Jangan bilang kau jatuh cinta dengan gadis yang ada di club waktu itu? Siapa namanya? Dia teman Zae, kan?" Kelvin berusaha menarik ingatannya.

"Anna. Memangnya salah kalau aku jatuh cinta padanya? Lagi pula kami sudah resmi berpacaran, kok." kalimat terakhir yang keluar sukses membuat mata Kelvin melotot.

"Pantas, tadi Ella tanya dia lagi jatuh cinta dengan seseorang atau tidak," gumam Kelvin selirih mungkin.

Percuma saja, dalam ruangan itu hanya ada mereka berdua. Suara nafas saja bisa terdengar apalagi gumaman. Mata Louis memandang tajam ke arah pria tersebut.

"Apa tadi kau bilang? Ella?" Louis memastikan.

Kelvin mendadak salah tingkah. Tak seharusnya ia mengucapkan nama wanita tersebut yang bisa saja memicu kemarahan pria yang kini terlihat siap memuntahkan murkanya.

"Kelvin, ibuku sudah datang bukan?" tanya Louis mengintimidasi. Suara yang dikeluarkan sudah tak lagi terdengar seperti tadi. Kini keseriusan yang muncul dari bibir pria itu. "Kau tadi menjemputnya. Benar itu?" pertanyaan yang langsung membuat Kelvin menganggukan kepalanya.

Louis menggebrak meja. "Damn it!" Ia tahu ibunya akan datang. Jika Ella benar-benar ingin datang dalam kesenyapan, bukan hal baik yang akan dia bawa. Ia yakin bahwa sang ibu tak akan menyerah sebelum ia melihat gadis yang dicintai anaknya.

Mood-nya pagi itu menjadi berantakan. Padahal, ia akan bertemu dengan salah satu klien dua jam lagi. Kepalanya mendadak pusing.

"Se-seharusnya, i-ini menjadi surprise. Sepertinya mulutku memang harus sedikit di lakban supaya tidak kelepasan berbicara seperti itu. Kini kau sudah mengetahuinya dan itu tak lagi jadi surprise," katanya lagi dan dihadiahi lemparan pulpen yang sedari tadi Louis pegang.

Imperfect LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang