Menikah karena dijodohkan, seperti mimpi buruk bagi Tora, apalagi dengan gadis seperti Shena. Perempuan yang demi apa pun, sangat jauh dari tipenya.
Tora ingin menolak, ia juga masih menikmati masa mudanya. Namun, maminya selalu menekankan kalau ia...
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Kesialan terbesar yang sudah menimpa Tora pagi ini adalah ia yang tengah terburu-buru, tapi harus terhambat karena tidak sengaja menyerempet seseorang yang hendak masuk gang.
Demi apa pun, Tora sudah tidak mengerti lagi ada apa dengan hari ini. Bangun kesiangan, maminya yang sudah tidak bisa diukur bawelnya seperti apa, ditambah lagi dengan kejadian yang mengharuskan dirinya mendorong sepeda seperti ini.
Ya, Tora Magenta. Bonek nama gaulnya, dengan Rara sebagai nama aibnya. Laki-laki bersetelan jas berwarna navy itu tidak berhenti berdecak akibat sosok aneh yang tengah berjalan di sampingnya.
"Btw, Om ganteng belum tau nama aku, kan?"
Tora kembali menoleh dengan mata yang sinisnya mengalahkan kesinisan maminya sendiri ketika marah. "Apa?"
"Oke, mari kita kenalan. Karena kata orang, tak kenal maka tak sayang. Udah kenal malah ditinggal. Eh, salah, harusnya kalo udah kenal diajak nikah, dong."
Tora menghela napas kesal. Lihat, seharusnya ia tidak mau menuruti permintaan pertanggungjawaban yang diminta gadis gila itu.
Hanya luka kecil biasa, dan Tora lebih dari mampu untuk membiayainya ke rumah sakit. Namun, entah apa alasannya, gadis itu tidak mau diantar ke rumah sakit dan malah menyuruh Tora untuk ikut mendorong sepedanya yang memang sedikit rusak akibat kejadian tadi.
Sebenarnya Tora bisa saja menolak, mengingat ia yang tengah terburu-buru pagi ini. Sialnya, jika ia tidak bertanggung jawab, apa kata teman-temannya nanti?
Kata banci bisa menjadi bahan olok-olokan temannya selama satu bulan ini.
Gadis dengan tinggi yang tidak sampai sebahu Tora itu berhenti, mengulurkan tangan dengan senyum yang mengembang. "Kenalin, nama aku Shena Acilia. Bisa dipanggil Acil, asal jangan bocil."
Tora masih diam, menatap gadis yang ia yakini umurnya tidak lebih dari sembilan belas tahun itu dengan ogah-ogahan. Alih-alih membalas uluran tangan, Tora malah melanjutkan perjalanannya.
"Ih, ternyata om-om di novel sama om-om dunia nyata itu sama, ya. Sama-sama somse!" Acil berdecak, kemudian ikut mengikuti laki-laki yang belum ia ketahui namanya siapa.
"Nama Om ganteng siapa?"
Tidak ada jawaban, Acil kembali berdecak pelan. "Nggak jawab juga, Acil teriak, nih!"
Tora memutar bola matanya malas. "Teriak aja, gue nggak ngelakuin apa-apa sama lo, Bocil!"
"Nama aku Acil, bukan bocil!"
Acil berdeham seraya melipat tangan di dada. "Lupa kalo hari ini Om udah nabrak aku? Kalo aku teriak dan bilang ke orang-orang, Om bisa masuk penjara tauuu. Kalo masuk penjara nanti nikahnya ditunda, mau?"
Tora sudah tidak habis pikir lagi. Ia geleng-geleng di tempatnya. "Rumahnya di mana, sih? Gue lagi buru-buru."