Maya and What We Called as Tragedy

66 10 7
                                    

Ditulis oleh Leosaris, Dewa Petir dan Keadilan ketika masih menjadi seorang 'Putra'.
______________________

Tanggal 15, bulan kedua.

Ini belum sampai minggu kedua aku berada di Sekolah Langit. Raga ini terlahir sebagai Putra Petir, dan merupakan anggota terakhir yang sudah ditunggu Elemen lainnya. Senior-seniorku para Elemen, lebih banyak mengenalkan persoalan kami yang ilahi. Meski sejujurnya aku lebih tertarik dengan dunia mortal manusia di bawah sana.

Rasa penasaran tersebut ternyata dapat dijawab jika bergaul dengan Eksak. Para Eksak adalah mereka dengan derajat lebih rendah dari kami para Elemen. Nantinya gelar mereka biasa menghiasi nama belakang kami, selain itu pada pengambilan tahta mereka juga akan membantu dalam bidangnya. Sebagai contohnya, Fellios si Dewa Petir dan Anugerah. Ia bekerja sama dengan Dewi Anugerah. Kerja sama mereka menimbulkan keributan yang menyenangkan nan aneh di bawah sana. Kelahiran anak biasa diiringi petir yang dahsyat, sehingga mortal di bawah sana berpikir anak mereka adalah titisan seperti kami.

Karena keingintahuanku, akupun memberanikan diri ke asrama para Eksak. Kudengar mereka lebih sering turun ke dunia, ikut berbaur dengan para mortal dengan wujud yang sama.

Siang ini aku menyelinap ke asrama Eksak. Ketika masih belum bisa menemukan posisiku, aku pun menemuinya.

Namanya Maya, Putri Ketulusan.

Tanggal 29, bulan kedua.

Maya cukup populer di kalangan Eksak. Kudengar dia membuat hiasan ukiran bunga berukuran kancing. Warna dan bentuknya beragam setiap harinya. Hari ini warnanya hijau, lebih mirip seperti daun jika kuperhatikan. Pada awalnya aku hanya penasaran akan kerumunan Eksak, yang tenggelam akan kesenangan sederhana seperti manusia. Padahal mereka pada dasarnya adalah dewa. Jika senior Elemenku melihat, bisa jadi aku juga ditertawakan karena tertarik akan hal remeh.

Maya cepat menyadari keberadaanku yang ia sebut sebagai 'Anak Baru'. Kami bicara berbagai hal dan anehnya, tidak ada kerumunan setiap aku bicara dengannya. Sebagai 'calon' Dewi Ketulusan, Maya sering turun ke bumi pada acara amal. Belakangan ini ia ikut menonton acara pengumpulan amal di dekat katedral Mistrael. Tempat itu merupakan pusat dari mereka penyembah Dewa Cahaya, Chaniel. Maya sering bercerita katanya Putra Cahaya Joel—seniorku—seringkali mengikuti acara yang sama dalam tubuh mortal. Dia orang asing yang bermain piano, kemudian menghilang ketika diajak makan siang.

"Aku ingin mencoba sup tomat kebanggaan manusia di sana."

"Kapan-kapan kuajak," Maya berkata sambil merangkai ukirannya membentuk gelang. Pesanan yang satu itu datang dari Putri Memori Seghir. Kami melanjutkan bicara soal rencana turun ke bumi, dan di akhir hari ia memberikan gelang pesanan Seghir padaku.

Dia tahu aku adalah Putra Elemen

"Berikan ke Ignis." Ignis adalah Putra Api, salah satu senior Elemenku. Seghir, adalah gadisnya Ignis. Kurang lebih itu yang kudengar, karena maksudku kami calon dewa tidak memiliki emosi cinta seperti manusia. Sebutan 'gadis' tadi semata-mata karena kemungkinan besar keduanya akan bekerja sama di hari penobatan.

"Kau tahu?"

Maya tertawa mendengar reaksiku, "Alasan yang lain tidak mengerumuniku, karena seorang Elemen yang agung ingin bicara denganku."

Tanggal 4, bulan ketiga

Hari ini aku dan Maya turun ke bumi. Maya memberi anugerah ketulusannya pada acara amal di Mistrael lagi, sementara aku Putra Petir, justru memunculkan petir di acara yang seharusnya membahagiakan ini. Semua ini karena aku belum bisa mengendalikan kekuatanku dengan baik, seharusnya aku tidak usah datang.

FABULA LINEATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang