Desir angin terasa menyapa kulit, didukung dengan hawa udara yang rendah sepertinya adalah kombinasi paling nyaman untuk sekedar tiduran di atas ranjang dengan selimut yang hangat.
Namun sayang tak ada suara indahnya hujan yang menjadi penyempurna.
Yang ada hanyalah suara senyap. Sepi.
Seolah dunia saat itu terhenti pada satu waktu bernama kehampaan.
"Ruru!" Seorang anak perempuan tampak memanggil anak lainnya yang sedang duduk. Yang dipanggil tidak menyahut, hanya menoleh dengan tatapan yang sayu seperti tak memiliki semangat untuk hidup.
Anak perempuan tadi memberikan senyuman lebar pada anak lain yang dia panggil 'Ruru' ini.
"Ah ..., Tetap manis seperti biasa." Terdengar nada bersenandung pada kalimat itu.
"Lily ...?" Ruru atau nama lengkapnya Ruleum membuka suara meski dengan nada monoton.
Sedangkan yang dipanggil langsung tersenyum lebar. "Hari ini kau mau berbicara denganku!" Dia kegirangan lalu memeluk tubuh pucat tersebut. "Lily di sini, apa kau perlu sesuatu?" sambungnya dengan riang.
Namun sayang sekali tidak ada sahutan lagi dari Ruleum, dia memilih untuk diam dan tetap menatap kosong tanpa tujuan. Lily mendengus sebal merasa diabaikan tetapi dia mencoba untuk tidak marah atau memukul lelaki itu.
Tentu saja memukul seseorang bukan hal yang baik, bukan?
Lily duduk di samping Ruleum. "Apa yang sedang kau lihat?" Dia kembali membuka pembicaraan meski kemungkinan untuk dijawab Ruleum sangatlah kecil.
Pada akhirnya Lily memilih untuk merajut, dia gadis yang cukup suka melakukan hal-hal baru. Sesekali dia mengajak bicara Ruleum tapi tidak mendapat respon. Bahkan, jika merespon pun hanya berbentuk sebuah jawaban singkat yang menurut Lily menyebalkan.
"Ruru, ini terlihat cocok untukmu." Lily menunjukkan syal rajutannya yang baru saja selesai. Syal berwarna merah dengan sedikit corak hitam itu bahkan terlihat senada dengan baju yang dikenakan oleh Lily.
Tanpa menunggu persetujuan Ruleum yang menurut Lily tidak akan ada gunanya itu, dia pun memilih langsung melilitkan syal cantik tersebut di leher sang lelaki.
Lily menepuk tangannya sekali seolah dia puas melihat hasil jerih payahnya untuk merajut hingga selesai seperti ini. Ruleum masih terlihat belum berkomentar apa-apa, tetapi dia melirik pada syal yang melingkar di lehernya agak lama. Tangannya bergerak menyentuh syal rajutan yang lembut tersebut.
"Terima kasih." Suaranya pelan namun hampir tanpa nada, atau sebut saja monoton. Lily tersenyum senang, sepertinya kerja keras gadis itu tidak sia-sia karena Ruleum mengucapkan terima kasih padanya.
Gadis itu dengan riang meraih kedua tangan Ruleum dan menariknya untuk berdiri. Sementara Ruleum terlihat menurut saja dengan tindakan Lily. Tidak ada niat untuk melawan, namun tidak juga ada niat untuk terlihat lebih hidup.
Lily menyatukan telapak tangan kanannya dengan telapak tangan kiri Ruleum, memaksa lelaki tersebut untuk meraih bagian tulang belikatnya. Sementara si gadis meletakkan tangan kirinya pada bahu kanan Ruleum.
Membentuk sebuah posisi dansa meski sedikit aneh karena Ruleum lebih mirip seperti mayat yang digerakkan.
"Mari latihan berdansa, Ruru." Lily berujar seraya mengajak Ruleum untuk bergerak.
Kedua anak itu terlihat berdansa meski tanpa iringan musik di tempat yang terasa hampa itu, bahkan saking hampanya terasa seperti tidak ada siapa-siapa selain mereka berdua. Akan tetapi, Lily tidak peduli itu selama dia punya Ruleum di sisinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FABULA LINEA
Random[Fantasy x Sci-fi x Horror x Thriller] Mari ikut denganku! Akan kuajak kau melihat sebuah gerbang emas yang amat berkilau di ujung sana. Namun, perhatikan langkahmu dengan benar. Karena berbagai macam garis cerita akan kalian lewati nantinya. Jika k...