15

31 7 67
                                    

Jantung kamu seolah berhenti mendapati siapa yang ada di hadapan kamu sekarang ini.

Jemarimu lemas sekali, sampai ponselmu jatuh dari genggaman. Bibirmu terkatup rapat menahan sesuatu. Lidah kamu kelu. Mata kamu..
intinya kamu ingin pingsan saja rasanya.

Wine itu belum tersentuh, tapi rasanya kamu sudah mabuk.

"Kenapa? Kok ngeliat saya kayak liat setan gitu?" Namjoon mengangkat bibirnya menyunggingkan senyum.

Kamu buru-buru membuyarkan lamunan. Dengan satu gerakan dan kesadaran yang belum sepenuhnya pulih, kamu memungut tas jinjing dan ponsel yang jatuh ke pangkuan. Beringsut ingin pergi dari tempat itu sesegera mungkin.

Namjoon ikut bangkit dan menahan gerakanmu. Ia menggenggam pergelangan tanganmu. Hangat, lembut, dan terasa. Ini nyata. Ini bukan mimpi.

"Mau kemana?" tanya Namjoon yang terkejut karena tiba-tiba kamu ingin pergi begitu saja.

Kamu tak sanggup menjawab. Jarak kalian terlalu dekat, membuat semua inderamu seolah kehilangan fungsi.

"Ya, malam ini saya akan membawakan sebuah lagu spesial untuk membuka acara, dan juga untuk teman saya di sana, hai Adik!" Itu suara Jungkook. Kamu menoleh ke atas panggung—yang kamu tidak sadari, Jungkook sudah bersiap untuk bernyanyi di sana. Dan panggilanmu disebut oleh Jungkook.

Sambutan Jungkook barusan sontak merenggut seluruh pasang mata untuk menatap ke arahmu bertepuk tangan riuh. Kamu jadi bingung. Akalmu benar-benar tidak terkontrol akibat kedatangan Namjoon yang entah dari mana bisa berada di hadapanmu sekarang.

"Mending duduk dulu, nggak enak pada ngeliatin," bisik Namjoon. Benar juga, kamu dan Namjoon berdiri, sedangkan yang lainnya duduk. Itu malah membuat kalian berdua lebih mudah dilihat. Ditambah Jungkook segala memanggilmu tadi.
Dengan pasrah, akhirnya kamu kembali mendaratkan bokong ke atas kursi. Begitu pula Namjoon.

Jungkook mulai bernyanyi. Bait pertama, kamu masih berusaha fokus kepadanya. Tapi lama-kelamaan, arah pandangmu berubah haluan. Matamu tidak bisa mengelak untuk tidak menatap Namjoon.

Jujur, sejujur-jujurnya. Kamu tidak tahu apa yang harus kamu lakukan sekarang. Kamu bingung setengah mati. Nalarmu hilang kendali. Pikiran rasionalmu tak lagi berjalan. Kini benakmu hanya hitam dan dipenuhi beribu pertanyaan. Juga rasa tidak percaya yang menyesakkan dada.

Lagu selesai. Dalam kurun tiga menit penampilan Jungkook barusan, kamu sama sekali tidak menggubrisnya. Kamu hanya fokus pada Namjoon. Yang ditatap, akhirnya menatapmu balik usai bertepuk tangan mengapresiasi penampilan Jungkook barusan.

Kalian saling tatap.

Bibir kamu bergetar pelan, berusaha mengucapkan sesuatu.

"Ng.. ngapain d.. di.. di sini?" Bahkan untuk bertanya pertanyaan semudah itu saja morning kamu tergagap.

Namjoon menunduk. Ia paham betul pertanyaan itu bukanlah sekedar pertanyaan basa-basi. Itu adalah sebuah pertanyaan dengan makna yang dalam.

"Maaf." Mendengar itu terlontar dari bibir Namjoon, air matamu mengalir. Kamu membiarkannya, toh cuman setetes. Tapi itu cukup. Cukup untuk menandakan bahwa ada sesuatu yang menyesakkan di dalam dada.

Malam itu meskipun Jungkook asik bersenandung di atas panggung. Meski ramai pengunjung. Tapi rasanya, hanya ada kalian berdua di sana. Dua insan yang kembali dipertemukan Tuhan entah apa alasannya.

"Aku nanya.. kamu.. ngapain ke sini?" Suaramu terdengar parau, sayup-sayup di tengah riuh melodi yang menggelegar seisi cafe.

Namjoon bangkit, ia menarik tanganmu. Kamu terseok-seok mengikuti langkahnya. Kalian berdua pergi, di bawah tatapan Jungkook yang masih bersenandung untuk lagu ketiganya malam itu.

HALULLABY; SEPTEMBER RAINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang