2. Pria Bertopi

2.8K 67 0
                                    

"Brian, apa kamu serius? Kenakan topimu! Bagaimana jika mereka melihatmu berada di jalanan umum seperti ini?" bisik seorang pria yang bernama Kevin.

Brian yang diperingatkan oleh Kevin hanya menatap malas pada rekannya itu, tapi dia tetap menurutinya dan langsung memakai topi yang sedari tadi hanya dia pegang saja.

"Tidak ada yang akan mengenaliku. Aku bukan seorang aktor," ucap Brian dengan datar.

"Tetap saja harus berjaga-jaga." Kevin menggerutu. "Sebenarnya kamu mau kemana?"

Dia menatap Brian dengan heran. Pria itu selalu seperti ini. Pergi kemana saja sesukanya sendiri. Apa sangat menyenangkan bertindak barbar seperti ini?

Bukankah lebih nyaman jika seseorang bepergian dengan mobil mewah, diiringi dengan sopir pribadi atau dengan asisten yang cantik dan seksi? Kenapa pria bernama Brian ini malah sering kali melarikan diri dari kemewahannya?

"Apa kau bisa diam? Aku sedang mencari sesuatu yang menyegarkan," ucap Brian yang masih melangkah di trotoar. Dia memegang kamera yang mengalung di lehernya dan mulai membidik lingkungan di mana dia lewat.

"Apa yang kau cari? Wanita cantik? Seksi? Atau yang masih muda dan mungil?" tanya Kevin penasaran.

Brian mendengkus mendengar pertanyaan Kevin. "Apa dalam otakmu hanya ada wanita cantik saja?"

"Tidak. Aku hanya berpikir hidupmu terlalu membosankan. Setiap hari hanya menghabiskan waktumu dengan sketsa-sketsa yang memuakkan." Kevin dengan gamblangnya berkata seperti itu.

"Apa kau tahu? Di balik kesuksesanku aku masih memiliki kekurangan," ucap Brian yang masih asik dengan kegiatan memotretnya.

Jalan yang saat ini dilewati memang cukup jauh dari tempat kerjanya. Dia jarang lewat jalan itu jadi dia masih merasa asing.

"Brian, aku haus," keluh Kevin yang mengabaikan pernyataan Brian.

"Kamu bisa pulang sekarang. Pria manja sepertimu tidak cocok bergaul denganku," ucap Brian yang langsung disambut pelototan oleh Kevin.

"Kau menyebutku pria manja?!" tanya Kevin dengan keras.

"Bukankah itu kenyataan?"

Kevin mencebikkan bibirnya. "Lalu kau tega membiarkan pria manja ini kehausan?!"

Brian menghela napas. "Baiklah. Aku melihat kafe yang bagus, mungkin kita bisa istirahat sebentar." Dia berjalan menuju kafe yang berada tak jauh darinya.

Kevin langsung mengikuti Brian dengan senang. "Itu baru teman yang baik."

***

Milly berlari dengan cepat. Dia baru saja mendengar dari salah satu temannya bahwa ada salah satu kafe yang saat ini sedang membutuhkan seorang pelayan.

Meskipun gajinya mungkin tidak besar, tapi Milly merasa cukup tertarik. Setidaknya dia tidak perlu susah payah mencari lowongan pekerjaan tanpa tujuan yang jelas.

Lowongan itu hanya untuk satu pegawai, jadi Milly harus cepat-cepat datang atau dia bisa terlambat.

Setelah beberapa saat akhirnya Milly tiba di depan kafe yang dituju. Dia sedikit merapikan penampilannya yang berantakan. Setelah itu dia langsung masuk ke dalam dengan percaya diri.

Ting!

Terdengar bunyi pintu kafe yang terbuka. Milly berjalan masuk sambil memeriksa map yang ada di tangannya. Map itu berisi surat lamaran kerja beserta beberapa hal yang diperlukan lainnya.

Bruukk!

"Ah, maaf, maaf," ucap Milly. Dia mundur ke belakang beberapa langkah. Ternyata dia menabrak punggung seorang pria gara-gara terlalu sibuk sendiri.

"Bukan masalah." Tanpa menoleh, orang itu langsung meninggalkannya pergi.

Milly tidak memerhatikan lagi. Dia langsung melanjutkan tujuannya.

"Cih, kenapa dia hanya meminta maaf saja? Dan kau, kenapa membiarkan begitu saja?" Kevin berdecih tidak senang.

Brian yang merupakan orang yang baru saja ditabrak oleh Milly, terdiam tanpa mengatakan apa-apa. Dia hanya memerhatikan punggung Milly, gadis yang baru saja menabraknya.

"Kevin, apa kau sudah memikirkan apa yang kurang dari kesuksesanku?" tanya Brian setelah mereka menemukan tempat duduk.

"Kekasih. Benar bukan?" jawab Kevin tanpa ragu.

"Bukan itu."

"Lalu? Uang tidak mungkin. Aku rasa kau hanya membutuhkan kekasih," ucap Kevin.

"Dengarkan aku, Tuan Anderson yang terhormat. Apa kau tidak kesepian? Kenapa tidak mencoba bermain ke klub malam ini?" lanjutnya.

Brian nampak mengangkat alisnya. "Mungkin itu ide bagus."

"Kau serius?" Kevin menatap Brian dengan mata melebar. Tidak biasanya Brian akan mudah diajak pergi ke tempat hiburan. Sering kali dia akan menolak karena fokus ke pekerjaannya.

"Yeah."

"Jadi? Kau membutuhkan seorang kekasih?" tanya Kevin.

"Bukan. Yang aku butuhkan adalah Muse," ucap Brian dengan mantap.

Ya, dia sudah lama menjadi perancang busana ternama, tapi dia masih belum memiliki seorang Muse. Muse adalah sebutan untuk sosok yang dijadikan sumber inspirasi oleh seorang desainer.

"Muse? Jadi alasan kamu pergi bersantai seperti ini adalah untuk mencari seorang Muse?" tanya Kevin. Dia mengangguk-anggukkan kepala, sepertinya dia mulai mengerti dengan tindakan Brian.

"Lalu apa kamu sudah menemukannya?"

Brian tidak menjawab pertanyaan Kevin. Dia malah sibuk memandangi para wanita yang keluar masuk di kafe ini. Matanya memeriksa hampir setiap lekuk tubuh mereka.

"Bagaimana pendapatmu tentang wanita itu?" tanya Brian pada Kevin.

Kevin langsung mengikuti arah pandang Brian. Dia melihat seorang wanita yang saat ini sedang duduk di sofa sambil menyilangkan kakinya. Kulitnya yang terekspos tampak putih dan mulus.

"Dia cantik," jawab Kevin sambil menaikturunkan alisnya.

Berbeda dari Kevin, Brian mengamati wanita itu dengan lebih teliti.

"Tubuhnya tidak ideal. Bahunya terlalu lebar untuk ukuran seorang wanita. Tinggi badannya sekitar 165 cm, tapi pahanya terlalu besar. Berat badannya pasti tidak seimbang," ucap Brian.

Kevin hanya bisa tercengang mendengar analisis itu.

"Memang penglihatan seorang desainer hebat berbeda dengan manusia pada umumnya," ucap Kevin sambil menggelengakn kepala.

***

Saat ini Milly sedang duduk di hadapan Mrs. Chloe, pemilik kafe di mana dia akan bekerja. Dia sudah melakukan wawancara singkat, dan tinggal menunggu bagaimaan keputusan dari wanita itu.

"Umurmu hanya 18 tahun, kamu yakin bekerja sekarang?" tanya Mrs. Chloe. Dia sedikit ragu pasalnya Milly masih terlihat kecil dan muda.

"Ya, sebenarnya saya membutuhkan uang," jawab Milly sedikit malu.

"Okay. Apa kau melihat dua pria itu?" tanya Mrs. Chloe sambil mengarahkan dagunya ke kejauhan.

Milly langsung mengikuti arah pandang Mr. Chloe dan melihat orang yang baru saja dia tabrak.

"Ya, mungkinkah ada yang salah?" tanya Milly.

"Aku melihat pria bertopi itu, sejak tadi menatap para wanita di sini dengan pandangan menjijikkan. Bagaimana kalau kau menegurnya? Lalu aku akan menerimamu bekerja di sini," ucap Mrs. Chloe dengan tangan bersedekap.

"Benarkah?" tanya Milly dengan mata yang berbinar.

"Aku serius," jawab Mrs. Chloe.

"Baik. Saya akan melakukannya sekarang." Milly menjawab tanpa ragu.

Selain agar dia diterima bekerja di sini, dia juga tidak senang saat melihat seorang pria yang memiliki tatapan seperti itu pada seorang wanita. Sepertinya otak pria itu sangat kotor dan tidak bermoral.

"Lihat saja! Aku akan membuat pria itu merasa jera!"

Make You Mine (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang