4. Melarikan Diri

1.7K 48 0
                                    

Sore hari Milly pulang ke rumah setelah puas berjalan-jalan dengan Joanna. Ketika tiba di depan rumah dia melihat sebuah mobil hitam yang terparkir di depan rumah. Rasanya sangat tidak asing. Familiar.

Milly masuk tapi tidak ada seorang pun di ruang tamu. Dia bisa mendengar gelak tawa yang berasal dari kamar ibunya. Ya, itu memang tidak asing dan ini sangat menyebalkan.

Akhirnya Milly menutup pintu dengan keras. Tanpa melakukan apa pun lagi dia pergi ke kamar untuk membersihkan diri. Setelah itu barulah dia pergi ke dapur, mencari sesuatu yang bisa dimakan.

Ketika melewati kamar ibunya, dia bisa samar-samar mendengar suara-suara memalukan yang dibuat oleh dua insan ketika sedang beradu di atas ranjang. Milly benci mendengarnya. Menjijikkan!

Dalam hati dia bersumpah, dia benar-benar akan mendapatkan uang sebanyak-banyaknya lalu memberikannya pada Esme. Setelah itu pasti ibunya tidak akan menjadi wanita penghibur lagi, kan?

Ya, itu adalah harapannya. Nyatanya malam ini penderitaannya masih belum berhenti. Ketika Milly sedang sibuk di kamar, Esme datang dengan mengetuk pintu. Wajahnya terlihat sangat menyedihkan.

"Ada apa?" tanya Milly.

"Milly, bisakah kau membantu ibumu ini?" tanya Esme. Dia duduk di tepi kasur lusuh Milly, sedangkan Milly terdiam menunggu kalimat selanjutnya. Ya, dia sedikit heran karena tidak biasanya ibunya bertindak seperti ini.

"Apa kau masih marah?" tanya Esme. Suaranya sedikit melembut.

Milly tersenyum masam. "Kalaupun Milly marah, apa hal itu akan memberi banyak pengaruh?"

Esme terdiam. Benar. Dia memang egois. "Baiklah. Aku berjanji akan meninggalkan kehidupan malam ini, tapi ... bisakah kau menemaniku?"

"Ke mana?" tanya Milly.

Esme tidak memberi jawaban. Dia hanya menatap Milly penuh permohonan. Tentu saja hal itu membuat Milly luluh mengingat ibunya tidak pernah melakukan hal seperti ini padanya.

"Baiklah."

***

Hampir tengah malam Milly mengikuti ibunya ke tempat yang paling dia benci, klub malam. Ya, dia tidak pernah sekali pun berpikir bahwa suatu saat dia akan menginjakkan kakinya di tempat ini.

Hanya saja karena ibunya yang meminta, akhirnya dia mencoba memaklumi. Lagipula dia tidak akan melakukan apa-apa. Hanya sebatas mengikuti kemauan ibunya saja.

Milly tampak ragu-ragu saat melihat bangunan besar yang berdiri tidak jauh darinya. Dia melihat Esme yang berbalik menatapnya. "Sekali ini saja, tolong," pinta Esme.

Sebenarnya Milly tidak tahu apa yang akan dilakukan ibunya. Dia bahkan takut berada di sana. Mungkin ini bodoh, tapi dia akan melakukan apa pun asalkan Esme mau berhenti dari profesi menjijikkan itu.

Akhirnya dengan langkah berat, dia mengikuti Esme masuk. Ruangan itu terasa sangat pengap dengan suara bising yang memekakkan telinga. Gemerlap malam sungguh membuat Milly tidak nyaman.

Asap rokok serta bau alkohol memasuki hidungnya. Milly sempat terbatuk beberapa kali, mungkin karena dia tidak terbiasa dengan udara itu.

Dia mengekor di belakang Esme melewati banyak kelompok manusia dari berbagai golongan. Tatapan yang kadang kala jatuh dan menelusurinya membuat Milly merasa risih. Untungnya tidak ada hal aneh yang terjadi.

Setelah beberapa saat, Milly dan Esme menaiki lantai dua di mana suasananya tampak lebih lebih sepi. Perjalanan mereka berakhir di depan pintu besar berwarna coklat.

"Kau tetaplah di sini. Jangan pergi ke mana-mana. Aku akan masuk, mungkin tidak akan lama," pesan Esme sebelum mengetuk pintu dan masuk ke dalam.

Milly duduk di kursi sofa yang berada tidak jauh darinya. Untungnya tempat ini benar-benar sepi, berbanding terbalik dengan ruangan di bawah sana.

Sudah hampir setengah jam sejak Esme masuk, tetapi wanita itu masih belum keluar juga. Hal ini membuat Milly merasa tidak nyaman. Dia memeriksa ponselnya, ternyata waktu sudah menunjukkan tengah malam.

Dia tidak akan benar-benar dicampakkan begitu saja bukan? Apalagi di tempat seperti ini, sungguh ini bukan sesuatu yang menyenangkan.

"Kenapa begitu lama?" gumam Milly dengan gelisah. Dia menunduk mengamati kedua kakinya dan menghitung jari-jarinya untuk menghilangkan rasa bosan.

Tiba-tiba dia melihat sepasang sepatu hitam yang berada tepat di depan kakinya. Bau alkohol datang menyeruak ke hidungnya.

Milly langsung mendongak dengan takut-takut. Matanya menyusut ketika melihat pria paruh baya yang menatapnya dengan seringaian.

"Kau Milly, bukan?" tanya pria itu sambil mengukur tubuh Milly dengan sorot mata yang rakus.

Tentu saja hal itu membuat Milly merasa risih. Sontak dia langsung menjauh dari pria itu. Dia menggeser duduknya dan berdiri dengan cepat. "Maaf, siapa Anda?"

Pria itu terkekeh, lalu tak lupa meneguk alkohol dari botol yang dia pegang sedari tadi. "Apa ibumu tidak mengatakan sesuatu?"

Milly menyipitkan matanya. “Apa maksudmu?” Jantungnya berdegup dengan cepat.

Pria itu tertawa terbahak-bahak. “Benar saja yang Esme katakan. Kau memang sangat cantik. Baby, ayo puaskan aku malam ini.”

"Sial!" gumam Milly. Tubuhnya bergetar menahan amarah. Jadi ini tujuan ibunya? Dia, anaknya sendiri tega dikelabui? Ibu macam apa itu?!

"Jadi apa yang dia inginkan? Menyerahkan putrinya pada orang asing demi uang? Atau ... cih! Lepaskan tanganmu!" seru Milly dengan jijik.

Dia mendorong pria tua itu yang sedang mencoba untuk memegang dagunya. Dorongannya cukup kuat hingga membuat pria itu terjungkal ke sofa.

Dengan langkah cepat Milly pun segera pergi menjauh sebelum pria itu bisa bereaksi. Malam gila macam apa ini?! Bahkan seumur hidupnya dia tidak akan pernah membayangkan hal seperti ini terjadi.

"Heh! Mau pergi ke mana kau?! Jangan berpikir untuk melepaskan diri dariku, Milly!" teriak orang itu. Dia berlari dengan gontai untuk mengejar Milly.

Milly buru-buru pergi. Dia sudah tidak peduli lagi dengan urusan Esme, wanita tua sialan itu. Jika dia tetap menunggu di sana mungkin dia akan menemui akhir yang buruk.

Pria yang mengejar Milly merasa sangat jengkel. Dia mengeluarkan ponselnya dan menelepon seseorang. "Dia melarikan diri. Tahan dia! Jangan sampai lolos!"

Milly mendengar suara orang itu dari depan. Ini tidak baik, dia harus mencari cara lain!

***

"Berhenti! Heheheh, kenapa juga kau harus minum malam ini, huh?"

Kevin menarik botol minuman dari tangan Brian. Dia paling malas jika harus melihat temannya mabuk, apalagi hanya berdua. Itu akan merepotkan.

Braakk!

Tiba-tiba pintu dibuka dengan kasar. Seorang gadis tampak terengah-engah sambil menyeka keringatnya. Dia menutup pintu dengan cepat sebelum bersandar di sana.

Milly mengambil napas dalam-dalam. Dia tidak tahu di mana dia berakhir, tapi dia melihat dua pria yang sedang ada di sana. Meskipun cahaya di ruangan itu hanya remang-remang, dia bisa merasakan bahwa kedua pria itu juga sedang menatapnya.

"I'am so sorry. Aku ... izinkan aku bersembunyi di sini sebentar, hanya sebentar,” pinta Milly dengan nada penuh permohonan.

Kedua mata Brian menyipit. Dia mengamati Milly dan memastikan bahwa dia tidak salah dengar. Suara itu, dia masih ingat dengan jelas. Itu adalah suara gadis yang dia temui siang ini di kafe kecil itu.

Dalam temaram cahaya, Brian bisa melihat wajah itu dengan sangat jelas. Diam-diam dia tertawa dalam hati. Kebetulan macam apa ini? Apa akhirnya dia bisa membalaskan keluhan yang dia tanggung siang ini?

Make You Mine (18+)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang