MDN -7-

3.5K 630 132
                                    

Misi...misi...
semoga suka, yaaa
maapin kalo nemu typo.

enjoy!!!!!

Penasaran rasanya ditampar di depan ratusan pasang mata? Yakin penasaran? Mau tau? Sini...sini, tanya Kinan. Masih anget banget, lho. Fresh from the oven!

1. Ditampar mantan calon ibu mertua ✔
2. Dilihat banyak orang kaya plus terkenal di acara hajatan orang kaya ✔
3. Dicuekkin mantan ✔
4. Pipi panas, dan pastinya ada bekas ceplakkan ✔
5. Malu ✔

Aku tahu bagaimana rasanya. Serius! Sebelum semuanya terjadi, aku hanya mantap membayangkan pertemuan yang akan terjadi di antara kami. Ditampar di depan banyak orang jelas tidak masuk di dalam daftar khayalanku.

Adis segera mengajakku pergi meninggalkan ballroom. Dia menggiringku ke luar lobi hotel, duduk ngemper di lantai dan menatapku dengan tatapan yang sumpah sangat aku benci.

"Jangan ngeliatin gue kayak gitu bisa nggak, Dis?"

"Sakit ya, Mbak?" ucapnya tanpa rasa bersalah. Sebenarnya, memang dia tidak bersalah. Tapi, ya...setidaknya pertanyaan itu nggak perlu lah ya ditanya. Mana ada orang habis ditampar tersenyum terharu saking menikmati sensasinya?

"Kalo gue tampar lo gimana?" Matanya sedikit terbelalak. "Biar lo tau rasanya. Terus, nanti gue yang gantian nanya. Mau?"

Adis mengusap pipinya tanpa sadar. "Makasih. Nggak usah. Kita mau langsung balik atau gimana, Mbak?"

"Balik aja, ya. Nggak mungkin kan kita masuk lagi ke dalem," sahutku.

"Untung aja gue udah makan bebek Pekingnya, Mbak. Udah nggak penasaran gimana rasanya. Mbak, gue bawa foundation. Mau di tap-tap nggak?" tanyanya. Aku menggeleng. "Yakin?"

"Ayah sama Ibu pasti udah tidur, Dis. Mereka nggak akan ada yang tau," ucapku.

"Lo belom ngaca, Mbak. Lo liat nggak tau Mamanya Mas Dewa pake cincin gede banget. Itu nyeplak di pipi lo. Kaya bergerigi gitu." Adis mengeluarkan cermin yang dibawanya dari dalam tas.

Astaga. Gue lebih mirip kayak TKW yang disiksa majikan. Itu cincin apa gear motor, ya? Sekalian aja pake gosir. Golok sisir. Kita tawuran, yok!

"Lo kenapa diem aja sih tadi, Mbak?"

"Gue harus gimana, Dis? Biar gimanapun, Tante Ambar itu orangtua. Gue diem aja, Ayah sama Ibu dibawa-bawa. Dibilang nggak becus ngedidik kita. Gimana kalo gue bar-bar?"

"Gue gemes liat Mas Dewa yang diem aja. Well, kalian emang udah putus. Tapi, please deh. Masak iya Mas Dewa tega liat lo digituin sama Emaknya?" Adis mendengkus kesal sembari membenarkan riasan di wajahnya. Sempet-sempetnye ya, Dis. Gue tendang mental juga lo. Kesyeeell.

"Udah lah. Kita semua tau gimana wataknya Tante Ambar. Gue rasa, Dewa juga paham." Ya, aku sangat paham bagaimana watak Tante Ambar, walaupun hanya sempat bertemu beberapa kali sewaktu masih berhubungan dengan Dewa saat itu. Itu juga yang menjadi pikiranku. Dewa hanya berdiri terpaku. Sangat kusesalkan.

"Gue geregetan, Mbak."

"Kenapa?"

"Geregetan pengen touch-up dandanan lo. Sini gue benerin. Lo pesen GoCar untuk kita pulang, ya." Adis segera memulai aksinya. Sementara aku sibuk berkutat dengan ponsel. Berusaha mendapatkan driver taksi online yang bersedia mengangkut kami. Mengingat lokasi, dan juga akhir pekan, biasanya akan banyak taksi online yang meng-cancel orderan. Ditambah, hujan deras yang mengguyur.

Mulai Dari Nol (COMPLETED) SUDAH DITERBITKAN DALAM BENTUK CETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang