MDN -9-

3.1K 584 128
                                    

DEWANTHI -> FANS CLUB KINAN-DEWA YAAA

.Silahkan dibaca.
semoga syukaaaaaa.

Aku memang bukan si Barbie yang selalu memiliki Ken di sisinya. Aku bukan Anna sang pemilik hati Kristoff . Dan, aku juga bukan Marimar yang sangat dicintai seorang Sergio Santibáñez. Aku hanyalah aku. Tapi, saat ini mimpi indah tengah menyambangiku. Tolong, jangan bangunkan aku.

Tolong.

Jangan, ya.

Please.

Bisa, kan?

Bisa, dong.

Yuk bisa yuk.

"Aruna!" Tubuhnya yang jauh lebih berisi dibandingkan saat kami masih berhubungan berdiri tepat di tengah-tengah, di antara aku dan si Putri Indonesia itu. Tangannya terjulur menahan telapak tangan Aruna yang siap melayang kapan saja. "Ngapain sih kamu?"

"Kamu belain cewek modelan kayak begini, Wa?" Aruna mulai tersulut emosi. Tak terima seorang Dewangga membela mantan kekasihnya di depan matanya, mungkin lho. "Are you insane, Dewangga? She is just a piece of shit!"

Segera kudorong Dewangga yang berdiri membelakangiku ke sofa tamu yang berjejer tak jauh dari kami.

"Excuse, me. What did you just say? Sorry? A piece of shit? Kamu pikir saya segitu begonya sampe nggak paham apa yang kamu ucapin? Hey, Mbak. Gini-gini saya juga dosen bahasa Inggris. Hampir lupa mau ngasih tau. Itu cakwe sama odading bukan barang murahan, ya. Yang punya udah naek haji 3 kali karena dagang itu. Udah punya cabang dimana-mana. Seenaknya bilang barang murah. Itu cakwe satunya 15.000," ucapku kesal. Bisa-bisanya wanita ini memandangku dengan remeh. Matanya terbelalak. Jelas sekali keterkejutan yang tergambar jelas di wajah super glowingnya itu. Muka boleh glowing otaknya gimana, Mbak?

"Mending kamu cepet pergi deh dari sini." Aruna mengusirku dengan mengibaskan tangannya, memperlihatkan kuku-kuku mandjahnya yang dipoles kutek warna fuchsia.

"Sorry nih, Mbak. Hak situ ngusir saya apa, ya? Emangnya ini kantormu? Coba liat yang punya, deh. Dia aja duduk anteng di situ." Kutunjuk Dewangga yang sejak tadi terduduk anteng melihat perseteruanku dengan Aruna. "Kamu siapa berani usir-usir saya?"

"Wa, mendingan kamu cepetan usir dia, deh," ucap Aruna dengan nada manjanya, yang sayangnya membuatku sangat eneg mendengarnya.

Dewangga bangkit dari duduknya. Mengaitkan kembali kancing jasnya yang dilepas. Dia berdeham sambil berjalan mendekatiku dan Aruna yang masih berdiri mematung.

"Run, mendingan kamu pulang." Aruna terlihat kecewa mendengar kalimat yang dilontarkan Dewangga.

"Wa! Kenapa malah aku yang kamu suruh pergi?" bentaknya pada Dewangga. Aku yang melihatnya sangat kesal, hanya bisa mengangguk sambil tersenyum ke arahnya. Aku bisa jamin, kebenciannya padaku bertambah berkali-kali lipat.

"Mbak, disuruh pulang sama yang punya kantor, tuh," ucapku.

"Diem kamu!" bentaknya yang sukses membuatku merapatkan bibir. "Wa, kamu nggak salah? Yang harus diusir tuh dia!"

"Keluar sekarang, Aruna!" ucap Dewangga tegas. Aruna yang kesal segera berjalan menyambar tas tangannya yang ada di atas meja kerja Dewangga. Dia berjalan kesal melewatiku.

Mulai Dari Nol (COMPLETED) SUDAH DITERBITKAN DALAM BENTUK CETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang