Kinan hadir lagi.
Buruan dibaca, ya.
Mumpung masih on going.
Nanti, kalo udah diapus susah lhoooo.
Aku nggak lagi bercanda.
Setelah tamat, cerita ini bakalan langsung diterbitkan.Makanya, cusssssssss.
"Nan! Kinan!"
Seperti berada di persimpangan surga dan neraka. Aku belum siap untuk mati hari ini. Apa mungkin hari ini aku harus menyudahi masa persembunyianku?
"Mbak, ada yang manggil lo," ucap Adis di tengah-tengah usahaku membawanya keluar dari gedung bioskop.
"Nan! Kinan! Budeg banget lo!"
Shit! Bangke!
Dengan terpaksa kutolehkan kepala menghadap ke si empunya suara. Al! Berdoa, Al. Semoga gue nggak jadiin lo almarhum hari ini.
"Budeg banget lo. Gue panggilin dari tadi. Sok-sok nggak kenal?" protesnya. Aku, Adis, Al dan Vera istrinya berdiri tepat di pintu keluar bioskop.
"Lo bisa nggak tenang sedikit? Suara lo tuh bikin gue nggak nyaman." Tanganku sudah siap untuk menyumpal mulutnya kalau-kalau bocah itu kembali bertingkah. Kuberi kode padanya dengan menggerakkan bola mataku. Bodohnya dia tak bisa menangkap kodeku. Pas pembagian otak nggak kedapetan, yaaaa?
"Nan, lo kenapa? Mata lo ko nyureng-nyureng begitu?" ucapnya.
Pandanganku masih menyusuri arah dimana tiga orang yang tadi kuhindari berada. Please, jangan lewat sini. eh, tapi kalo nggak lewat sini mereka mau lewat mana?
Aku siap dengan apapun yang akan terjadi detik ini juga. Siap. Beneran deh. Jarak semakin terkikis. Aku sudah tidak bisa lagi menghindar. Posisiku sudah terpojok.
Satu.
Dua.
Tiga.
"Nan, masih di sini?" Suara dari seseorang yang baru hari ini kukenal, Rere.
"I-ini mau pulang, kok. Nggak sengaja ketemu sama temen di sini," ucapku. Sumpah! Aku tak sanggup menyembunyikan lagi rasa gugupku.
Sepasang mata itu melihatku. Sepasang mata itu pernah menjadi favoritku selama 11 tahun lamanya. Mata yang selalu menatapku dengan tulus. Dan, aku pula yang menciptakan sorot kebencian di kedua mata 5 tahun yang lalu. Dan hari ini, kembali kulihat sorot itu.
"Nan...Nan," bisik Al sambil menyenggol lenganku.
"Mbak." Astaga! Kenapa sih banyak sekali yang tiba-tiba berbisik ria di telingaku?
"Oh iya, Nan. Kenalin ini ..." ucap Rere. Aku sungguh tak berniat untuk mendengarkan kelanjutannya.
"Oh, maaf. Kami pamit duluan, ya." Segera kugiring Adis, Al dan Vera pergi menjauh dari hadapan mereka.
Aku dan dia pernah menjadi orang asing. Tak saling mengenal. Tapi, karena satu rasa yang sama, kami pernah saling berbagi mimpi dan merajut masa depan meski masih di bangku SMA. Dan, kembali menjadi orang asing setelah kugores luka di hatinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mulai Dari Nol (COMPLETED) SUDAH DITERBITKAN DALAM BENTUK CETAK
عاطفيةKinanthi Maheswari. Kinan biasa dia disapa. Wanita mandiri dengan karir cemerlang sebagai seorang dosen di salah satu universitas ternama di Jakarta. Karir bagus mengubah pola pikirnya tentang membina sebuah keluarga. Berkali-kali menghadapi perjodo...