Ciyeee.
Seneng nggan aku update??
Semoga suka yaaaa.
Tandai typo.
Harap maklum.
Mata udah lima watt.""Lo kenapa diem aja, sih? Kesel gue sama lo. Gue aja panas denger lo digituin. Eh, lo nya ,alah diem aja."
"Udah ngomongnya, Al? Mau tetep jadi Al Fatihah atau berubah jadi almarhum? Gue lagi nggak mau berdebat masalah ini."
"Tau ah. Bego lo. Kesel gue. Ah elah. Pengen makan orang aja rasanya."
Duh, Kinan. Apa sih sebenarnya yang ada di otak lo? Aku pun tak tahu. Tiap kali berhadapan dengan seorang Dewangga, aku hanya bisa diam membisu. Kalaupun berucap, itupun terbata. Seakan, kemampuan verbalku terbang entah kemana.
Dia sungguh jauh berbeda dari yang kukenal selama ini. Aku berani bertaruh aku menjadi salah satu alasan terjadinya perubahan itu. Pada dasarnya, sosoknya hangat. Itulah yang membuatku nyaman selama berada dalam sebuah hubungan dengannya. Setiap pertengkaran selalu aku yang memulai. Apalagi kalau bukan seorang aku yang sebenarnya cantik luar biasa tapi harus merendah menjadi biasa saja berusaha melindungi dia yang super maha sempurna di mata para wanita? Kinan minta ditabok nih, ya!
Dia cinta pertama dan pacar pertamaku. Begitu pula aku, cinta pertamanya. Setidaknya, begitulah pengakuannya. Dan sejak berpisah dengannya, aku belum menjalin hubungan dengan laki-laki manapun itu. Masih kuingat saat seonggok Kinanthi bertemu pandang dengan seorang Dewangga untuk pertama kalinya. Enam belas tahun yang lalu. Waktu aku masih terlalu kinyis-kinyis.
"Nggak bawa payung?" ucapnya saat melihatku yang tengah berteduh di depan ruang piket. Aku lupa curah hujan menjadi tinggi di bulan Januari.
"Lupa." Aku hanya sekilas mengenalnya. Dewangga terkenal. Sangat terkenal.ketua ekstrakulikuler ROHIS yang katanya selalu menolak tiap kali diminta untuk mencalonkan diri sebagai ketua OSIS.
"Mau pulang abreng gue?" tanyanya. Aku menggeleng. "Kenapa? Lo takut gue culik?
"Rugi banget lo nyulik gue. Makan gue banyak. Lo minta tebusan ke orangtua gue juga percuma. Justru, mereka seneng. Jatah nasi utuh." Dewangga tertawa. Entah kenapa, suara tawanya terdengar merdu di telingaku. Persis suara Ronan Keating saat menyanyikan bagiannya di lagu Everyday I Love You. Sebucin itu lah aku pada Ronan Keating.
"Gue bawa mobil. Dan, kayaknya enak kalo ada temen ngobrol di jalan. Masih mau nolak?" ucapnya. Kuhela napasku. Kulirik jam dinding yang terpasang di tembok ruang piket. "Udah sore banget, lho. Lo tau kan cerita yang ada di sini?"
Aku bergidik ngeri. Memang hanha tinggal kami berdua yang berteduh di ruang piket. Satu per satu murid sudah pulang dengan jemputan mereka. "Cerita apa?"
"Gue pernah denger kalo setiap malem di ruangan ini suka ada yang nempatin. Duduk di bangku yang lagi lo dudukkin." Telunjuknya menunjuk ke bangku yang sedang kududukki. What the hell! "Mau bareng gue? Atau mau nunggu sampe hujannya reda? Mungkin bisa sampe habis Maghrib. Bulan Januari musim hujan kan, ya?"
"Oke, gue bareng lo. Bisa anter gue pulang sampe rumah? Jangan turunin gue di pinggir jalan, ya. Beneran anter gue pulang. Jangan diajak kemana-mana."
"Astagfirullah, Kinan. Gue nggak sebejat itu."
"Darimana lo tau nama gue? Lo stalk gue, ya?" Kupicingkan mataku dan menatanya penuh curiga.
"Nggak salah lo bilang gue stalk lo?" ucapnya. Telunjuknya menunjuk ke arah dada kiriku.
"Otak lo bener-bener, ya. Ketua ROHIS tapi ...."
KAMU SEDANG MEMBACA
Mulai Dari Nol (COMPLETED) SUDAH DITERBITKAN DALAM BENTUK CETAK
RomanceKinanthi Maheswari. Kinan biasa dia disapa. Wanita mandiri dengan karir cemerlang sebagai seorang dosen di salah satu universitas ternama di Jakarta. Karir bagus mengubah pola pikirnya tentang membina sebuah keluarga. Berkali-kali menghadapi perjodo...