Hening.
Berdua.
Angin menyapu di antara kami yang bisu tanpa konversasi. Mata melamunkan langit biru, sedang hati canggung melontarkan satu kata pun.
Jordan, di sampingku. Sibuk menatapku, sambil menikmati sekotak susu coklat.
"Kamu... mau ngomong sesuatu?" tanyaku ragu.
Bibirnya nan merah muda, masih asik pada sedotan susu.
Berisik. Itu berarti, susunya sudah mau habis.
Eh, benar. Langsung dibuang pada tempat sampah.
"Kenapa Sara terima kesepakatan itu?" Ah, topik ini lagi.
"Hanya kupikir... itu yang terbaik?"
"Dengan begitu, kamu kehilangan dirimu sendiri." Ucapan Jordan seolah menamparku.
Kemudian, ia berasumsi polos, "‘Yang lemah akan dimangsa yang kuat’ Apa manusia selalu begitu?"
"Begitulah manusia bertahan hidup. Kalau gak bisa secara langsung, harus menggali tanah untuk beraksi diam-diam."
Saat atensiku hanya terpusat padanya, aku sadar suatu hal. Luka di wajahnya, kembali sempurna. Bahkan akibat pukulan Sungchan itu tak memberi bekas apa pun.
Tanganku tah tahan menyentuhnya.
Ah, tidak. Tahan.
"Lukamu cepat sekali pulih."
"Tapi Sara baik-baik aja, 'kan?" tanyanya menghiraukan.
Aku memalingkan wajah, sejenak menghela napas. "Tentu aku gak baik-baik aja. Tapi aku gak akan menangisinya."
"Ini sudah berlalu dengan baik, berkat dua sahabatku. Dan kamu, Jordan." Tangan ini serius tak bisa bekerja sama. Kini dia mengusak kepala pria ini.
Sementara itu...
pipinya mengembang,
bibirnya merekah,
dengan bonus dua lesung yang tercetak.
Secepat itu juga...
aku menyukainya.
° ° °
PLAKK!
Sebuah tamparan mendarat pada pipi Jung Sungchan. Tangan ayahnya yang memerah, tak sebanding dengan bercak merah di pipinya.
"Sudah Ayah katakan. Jangan berbuat macam-macam," geram Jung Hosan.
Air mukanya tak terkontrol emosi. Ia menatap tajam lawan bicara. "Si penulis Matthew Julian itu, bisa mengacaukan karier ayah kalau dia membuka perilaku burukmu ke berita media."
Tak ada kata terucap. Mulut Sungchan mengunci rapat. Namun, urat pada lehernya dapat menafsirkan bahwa ia emosi.
Kesal, marah, dendam.
Semua kelakar jahat sang ayah,
tidak mudah melemahkan Sungchan. Kini, ia akan bertindak lebih jauh lagi.° ° °
Keesokan harinya...
Objek yang asing berdiri di depan ruang kelas. Dengan kepala terangkat, badan tegap, dan tangan pada saku celana, sukses menarik atensi penghuni kelas 11-5.
"Anak-anak! Mohon perhatiannya, kita kedatangan teman baru."
Lelaki dengan rambut kecoklatan itu melambai tangan. "Salam kenal," sapanya singkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
NYCTOPHILIA
Fantasy| hiatus • on going | nyctophilia (n.) love of darkness or night. finding relaxation or comfort in the darkness. ❝ Kiranya kita akan selalu ada, dalam restu Semesta. ❞ #2 - soorin //3.3.2021// #2 - joseph //29.11.2020// #3 - soorin //3.2.2021// #5...