Bab 17: ⚠️BB-1⚠️

27 13 9
                                    

Si cebol lebih banyak diam setelah itu.

Kata Ketua, tak ada hal yang bisa dilakukan untuk membuatnya mengerti bahwa pengorbanan Ghani tidaklah sia-sia dan pasti terdapat makna di baliknya. Bahkan Tiara si putri berkacamata sudah berusaha membujuk si Parkit, tetapi apa daya selepas kepergian Tiang Listrik, dia tak ada lagi tempat bertengger. 

Maka membiarkan si cebol adalah opsi yang diambil. Beranjak dari Monumen Tunas Kelapa pun juga dipilih, karena jika perkataan Ghani benar, kutukan Bumi Perkemahan telah lepas. Tiara pula ingin percaya itu, dan sambil berkata kepada Ketua, dia berharap jalan keluar dari Bumi Perkemahan dapat segera ditemukan. 

Ini saatnya kaum putri ikut andil dalam pencarian. Tiara mengajak Ebe si wajah garang dan Fina si muka tupai guna menelusuri tempat mistis ini, dengan catatan tidak membuang-buang waktu dengan melakukan hal yang sia-sia.  Sementara itu, Fennia yang meski kaki kirinya tunadaksa, masih bertekad membantu. Dia dituntun oleh Intan, perlahan, tetapi pasti, bersama-sama berjuang menemukan setitik petunjuk.

Tiara salut akan kegigihan para putri itu yang walau habis ditimpa trauma bunuh-membunuh, masih menyimpan harapan hidup serta semangat pantang menyerah.

“HP-ku tulisannya jam tujuh lebih seperempat, dan ini sudah malam. Kalian tidak merasakan hal yang aneh lagi, kan?” Selagi dua putra berkeliling menyalakan lampu-lampu penerangan Bumi Perkemahan, Tiara bertanya kepada para temannya.

“Untungnya HP-ku sudah uninstall aplikasi itu, jadi tidak ada hal aneh yang terjadi lagi,” sahut Ebe, negatif.

“Aku juga tidak, Tir,” balas Fina, senada.

Tiara berucap syukur kemudian mengingatkan kepada mereka supaya jangan lengah dan terus waspada, karena tidak ada yang tahu apa yang bakal terjadi ke depannya. Menduga kemungkinan terburuk bukanlah keahlian para peserta perkemahan yang masih usia tingkat akhir sekolah menengah atas.

Penjajakan tak membuahkan hasil, sama seperti sebelum-sebelumnya, maka istirahat pun dilakukan di tempat kumpul, pada tikar Tenda Putri. Di sana, Tiara melihat Fennia yang tampak lelah berduaan bersama si cebol, tetapi nihil perbincangan di antara mereka. Intan pun tiba tak lama kemudian, datang membawa seember air untuk membasuh muka dan kulit. Kini lima putri tersisa dan si cebol berdiam sementara di situ.

Walaupun bekas noda merah bercampur potongan kecil masih terlihat di beberapa tempat, mereka tak ada tempat lain. Tenda Putra tak ada bedanya, Tenda Bantara terdapat dua jasad yang dibungkus selimut, Stan Konsumsi habis terbakar, Gedung Khusus ada genangan darah, musala pun sudah hancur, dan jangan harap bisa bermalam di lapangan apel.

Ada satu tempat lagi yaitu panggung aula yang lumayan luas, tetapi sebelum usul itu bisa diutarakan Tiara, seruan horor dari dua putra membuat pikiran para putri dan si cebol--kalau dia peduli--beralih lalu terditraksi.

“Ada apa? Mengapa Fathur terlihat sangat ngeri dan geram begitu?” Tiara benar-benar bingung.

“Katanya ada sesuatu di Stan Konsumsi, tapi aku tidak tahu apa.” Sekarang Tiara naik tingkat jadi panik.

Di bagian jalan setapak pada Stan Konsumsi, kedelapan peserta perkemahan hanya bisa mematung sambil memandang sesuatu yang membuat hati dan pikiran mereka kembali diliputi kaos. Sebuah papan kayu berdiri reyot di antara benda-benda hitam yang hangus. Satu lembar kertas usang dan kusut ditemukan dengan tulisan tangan yang jelek, tetapi mudah terbaca. Tiara pun mengarahkan senter gawai untuk memperjelas.

###

PERINTAH #666

Kegiatan: Barongsai Buper

Waktu: sekarang sampai tengah malam

Peraturan:

Mari berpesta!

Meriahkan Bumi Perkemahan yang dihiasi pernak-pernik cantik dan stan-stan dagangan unik ini dengan perasaan sukacita! Pemain pertunjukan hebat akan segera memberi kalian spektakel yang istimewa lagi luar biasa!

Berikan para penonton atraksi terbaik kalian!

###

Ketidakjelasan bersimpang siur membuahkan limpahan pertanyaan yang membanjir dari dalam otak, bagaikan sampah-sampah limbah perairan yang keluar dari pipa gorong-gorong bersama lumpur dan lendir. Semua peserta tahu ini bukanlah main-main ataupun perbuatan usil. Ini hal yang serius juga berbahaya. Bumi Perkemahan telah menunjukkan kekuasaan.

“Apa … ini … maksudnya?”

Tak ada yang bisa menjawab pertanyaan itu. Dengan napas memburu dan mata terbelalak dan jantung bertalu-talu, tiap-tiap peserta diliputi histeria massal yang bakal segera meledak.

“Tidak mungkin ini perintah dari Buper Saba! Aku kira kita sudah aman!” pekik Tiara.

Ketua pun berusaha berpikir. “Kita sudah uninstall aplikasinya dan Ghani sudah menjadi pengorbanan untuk menghentikan kutukan Buper, tetapi apa maksudnya ini … ?”

“Pasti ada yang salah dengan apa yang kita lakukan!”

“Pasti Buper ingin membuat kita gila dengan semua keanehan ini!”

“Apa di antara kalian ada yang berbuat sesuatu sehingga perintah ini muncul?”

Segala pemikiran rendah bermuara pada satu kesimpulan buruk:

“Jangan-jangan, yang kita lakukan selama ini itu sia-sia … ?”

Itu hal yang konyol. Konyol sekali. Tiara tidak suka suasana ini. Atmosfer serasa menjelma tali-tali pramuka yang mencekik satu per satu tubuh peserta. Namun, dia tak mau menyerah. Demi keluar dari Bumi Perkemahan dan menyelamatkan teman-teman yang tersisa, putri berkacamata itu mencoba mencari jalan keluar.

Dan pemikiran itu muncul.

Seraya merentangkan kedua lengan dan tersenyum senang, raut putri itu berganti berliput harapan. “Teman-teman, aku ada ide!”

Kemudian seluruh tubuhnya hancur berkeping-keping menjadi ceceran daging dan muncratan darah yang melimpah, seiring otak dan organ perut memburai semua, bersamaan dengan tulang-tulang yang patah, tulang belakang remuk, tulang rusuk lumat. Menjadi onggokan jasad yang sudah tak berbentuk lagi.

###

Kudus, 28 Februari 2021

Pramuka Berbaju Merah: VORTEKSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang