Bagian 1

5.1K 695 121
                                    

Renjun tengah berjongkok sambil mengelus puncak kepala Chenle. Chenle tersenyum senang dengan apa yang dilakukan Mamanya kepadanya. Sesekali dia terkikik geli ketika Mamanya mengecup semua bagian wajahnya.

"Bekal yang Mama siapkan untuk Chenle harus dimakan!" Perintah Renjun sambil menunjuk tas Chenle yang di dalamnya sudah ada bekal yang dibuatnya. Memang, hanya camilan. Hal itu bertujuan agar anaknya tidak jajan sembarangan.

"Siap, Mama!" Balasnya sambil hormat. Renjun terkekeh dan kembali membenarkan seragam Chenle.

"Nah... anak Mama sudah tampan dan sudah siap untuk menerima pelajaran dari ibu guru. Chenle tidak boleh nakal, harus selalu senyum jika berpapasan dengan teman-teman dan bapak ibu guru." Pesan Renjun.

"Baik, Mama." Jawab Renjun sambil tersenyum. Sungguh, Renjun sangat bahagia. Untuk saat ini, Chenle memang tidak pernah bertanya perihal sosok sang ayah. Biarlah, ia pikir belum saatnya untuk mengatakannya pada putranya.

"Ya sudah. Chenle masuk ya!" Perintah Renjun. Chenle mendekatinya lalu mengecup bibirnya singkat sebelum melambai ke arahnya dan memasuki sekolah. Chenle sekarang masih berada di taman kanak-kanak.

Tahun depan putra Huang Renjun itu akan masuk sekolah dasar. Setelah memastikan Chenle memasuki kelasnya, Renjun berjalan menuju rumah keluarga Jung yang ditempuh sekitar delapan menit dari TK Chenle.

Ia lagi-lagi bersyukur karena hal ini dia tidak perlu mengeluarkan uang untuk naik transportasi di mana dia bekerja.

Renjun membuka gerbang itu dan masuk begitu saja. Rumah keluarga Jung tampak masih sepi.

Renjun berjalan lewat pintu belakang. Pekerjaannya adalah memasak, membersihkan isi rumah dan halaman serta mencuci baju. Dia tidak pernah mengeluh karena dia diperbolehkan bekerja setelah jam delapan atau sesudah dia mengantarkan Chenle ke sekolah.

Renjun juga boleh pulang lebih dulu untuk menjemput Chenle sebelum dia memasak untuk makan siang. Biasanya dia juga pulang jam enam setelah memasak untuk makan malam. Dia sangat mencintai pekerjaannya.

Pekerjaan itu memang mudah untuk Renjun yang memang dari kecil sudah melakukan pekerjaan rumah tangga. Hidup hanya dengan sosok ayah tanpa ibu membuat Renjun jauh lebih mandiri jika dibandingkan dengan teman-temannya.

"Renjunnie... teh manis seperti biasanya ya!" Perintah Tuan Jung Jaehyun pada Renjun yang baru saja sampai dapur.

"Baik, pak. Tunggu sebentar." Renjun memang sudah sangat akrab dengan Tuan dan Nyonya Jung. Dia bahkan sudah tidak menggunakan kata-kata formal lagi.

"Renjunnie... nanti siang putraku akan ke sini dengan istri dan anaknya. Tolong masak sup rumput laut, ayam goreng dan Jjampong ya." Pesan Jung Taeyong istri dari Tuan Jung pada Renjun yang tengah mengaduk teh manis yang diminta oleh Jaehyun.

"Baik, bu." Jawab Renjun sambil tersenyum ke arah Taeyong. Dia berjalan sambil membawakan teh manis kepada Jaehyun yang tengah santai sambil menonton TV.

"Ini uang buat membeli bahan-bahan makanan." Ujar Taeyong sambil memberi Renjun uang untuk keperluan berbelanja.

"Siap, bu!" Jawab Renjun. Dia pun bersiap-siap untuk membuat sarapan. Tuan Jung memang memiliki perusahaan dan tentunya banyak cabang. Namun beliau sudah menyerahkannya pada anak dan orang kepercayaannya. Beliau hanya akan mengecek saja bagaimana hasil kerja dari mereka.

Renjun mulai memasak. Tetapi tiba-tiba saja ingatannya teringat pada Jeno. Meski sudah hampir tujuh tahun berlalu, namun Renjun belum bisa sepenuhnya menghilangkan bayang-bayang Jeno dalam hidupnya. Apalagi jika melihat Chenle, dia pasti akan teringat Jeno.
.
.
.

Let It Be -NOREN- (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang