Hay hay hayy ada yg nungguin gaaa??? (Pede amat) :")
Aku melawan ga moodku untuk mempublish chapter ini, aku harap kalian komen yaaa biar badmood ku ilang, biasanya aku kalo baca komenan kalian suka ngakak, apalagi nistain Jeno :"))
Setelah mengunjungi tempat peristirahatan terakhir Baba dan Mama nya, Renjun berjalan menuju halte bus dengan Chenle digendongannya. Hari sudah sangat sore menjelang malam.
Sesekali Renjun membenarkan gendongannya pada Chenle.
Bocah itu terlihat habis menangis.
Bagi Chenle yang tidak memiliki sosok ayah, sosok kakek adalah segalanya baginya setelah Renjun. Meskipun Chenle tidak mengingat apa pun tentang sang kakek, tapi mendengar dari ibunya membuat Chenle yakin kakeknya adalah sumber kekuatan untuk Mama nya.
Kakeknya yang akan menemaninya bermain ketika sang Mama kerja pulang larut malam.
Kakeknya yang akan menyuapinya ketika makan.
Kakeknya yang akan memandikannya setiap sang Mama pulang telat.
"Huhuhu mama..." Chenle menangis kembali. Ia benamkan kepalanya di ceruk leher Renjun. Renjun mengelus punggung itu dengan lembut.
Dirinya sama rindunya pada sang Baba.
Hatinya sampai sekarang masih hancur mengingat kepergian sang Baba.
Renjun menyesal.
Harusnya waktu itu dia tahu lebih dulu penyakit yang diderita sang Baba. Dia pasti akan bekerja dengan keras.
"Chenle jangan menangis... apa Chenle tidak malu sudah besar masih menangis?" Tanya Renjun sambil membelai rambut itu.
"Malu!" Balas Chenle sambil merajuk. Dia menatap Renjun dengan bibir melengkung.
"Renjun-ssi!" Langkah Renjun terhenti begitu ada seseorang yang memanggilnya. Di sana, ada pria bertubuh jangkung tengah tersenyum lebar ke arahnya.
Renjun pun membalasnya tak kalah lebar.
"Guanlin..." balas Renjun. Chenle segera menatap seseorang yang berdiri tak jauh darinya.
"Paman Alin!" Pekik Chenle senang. Dia pun meminta Renjun untuk menurunkannya. Renjun pun membiarkan Chenle menghampiri Guanlin.
"Paman... Lele kangen sekali dengan paman!" Ucap Chenle sambil menggenggam tangan Guanlin. Guanlin mengelus rambut itu dengan lembut. Ia pun menghampiri Renjun yang masih setia berdiri di tempatnya.
"Apa yang anda lakukan di sini, Renjun-ssi?" Tanya Guanlin pada Renjun.
"Ah... aku sedang berjalan menuju halte bus. Dan... berhentilah mengenakan bahasa formal!" Guanlin tertawa.
"Baiklah baiklah... sepertinya Renjun-ssi lebih tua dariku. Bagaimana kalau aku memanggilmu Renjun hyung?" Tanya Guanlin. Senyumannya terlihat sangat tampan membuat Renjun diam-diam tersipu.
"Baiklah..." jawab Renjun sambil menunduk.
"Hyung... bagaimana dengan makan malam bersamaku?" Renjun mendongak menatap Guanlin. Matanya bergerak random. Guanlin harap-harap cemas menunggu respon Renjun. Ia harap Renjun tidak mengecewakannya.
"Tapi Guanlin... aku dan Chenle memiliki jadwal makan yang teratur. Dan kami biasa makan jam delapan malam karena aku biasa pulang kerja antara jam enam sampai jam setengah delapan malam." Jelas Renjun, ia harap Guanlin dapat mengerti.
Guanlin pun mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Bagaimana kalau kita berjalan-jalan dulu di Cheonggyecheon Stream?" Tawar Guanlin. Ia harap Renjun tidak menolak ajakannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Let It Be -NOREN- (Hiatus)
RomanceKetika aku sudah merelakan dan hidup baik bersama buah hatiku yang belum sempat ku katakan padamu, mengapa kau kembali lalu menorehkan luka lagi? -Hrj Percayalah aku masih mencintai mu renjun kembali lah padaku, dan beri aku kesempatan lagi untuk bi...