Teater mimpi (02)

7 1 0
                                    

Sejurus waktu berlalu, lalu kau datang lagi.
Bukankah kau mimpi buruk?
Kau menghancurkan teaterku lagi.
Ke sepuluh ini, kau terus datang.
Lalu kau mulai ubah strategi.
Kau bolak-balik kan rangkaian alur yang mati-matian ku rancang.
Kau ubah dirimu sebagai peran utama.
Sekarang panggung di luar kuasa ku.

"Apa kau puas?" Aku menatap mata nya.

Penjaga menodongkan senjata ke arahku. Persis seperti hari itu.
Hanya saja aku antagonisnya.

"Istirahatlah dengan tenang" dia melambaikan tangan.

Aku tertawa sinis. Ya sepertinya aku akan mati.

Pandanganku meredup lalu seberkas cahaya masuk.
Ah aku ingat ruangan tua yang bau dan berdebu ini.
Obat psikedelik berserakan di lantai.

Kepalaku pusing, benda-benda berputar di ujung mataku.
Membuatku goyah dan tak bisa berdiri.
Ingin ku meraih satu obat lagi.
Namun sayang tenagaku habis.
Ah apakah aku akan segera mati?
Ini menyesakkan.

Di tengah layar kabur yang ku saksikan, aku melihat sosoknya lagi.

"Mungkin teaterku masih belum berakhir?"

Dia menangis tersedu,

"Tidak. Kali ini nyata. Maaf"

Sekarang setelah kupikirkan lagi.
Sepertinya dia adalah variabel nyata di luar teater.
Dia,
Yang terang-terangan menjelekkan ku.
Memukulku hingga kulit ku membiru. Dan menjatuhkan harga diri ku.
Merekomendasikan obat euphoria sebagai ganti cintanya.

Ahh apakah dia datang untuk melihat kematian ku? Kalau begitu biar ku beri hadiah perpisahan kesukaan mu

"Kau datang tepat waktu suamiku. Aku yakin kau pasti bahagia setelah ini. Jujur aku tak mencintaimu lagi....maaf"

"Tidak-


Fin

Kill MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang