Jeno bergegas pulang setelah mendapat kabar dari maid nya. Naya sakit. Itu satu kesimpulan nya.
Tanpa pikir panjang dia memacu Range Rover nya secepat kilat sampai di rumah. Memarkir nya sembarangan lalu berlari ke kamar Naya."Nay buka pintu nya!"
"Naya gue bilang buka!"
Tapi tetep aja gak di buka.
"Bi ambil kunci cadangan di pos security depan."
"Iya tuan," maid berlalu mengambilkan kunci untuk Jeno.
Sementara Jeno masih mencoba memanggil Naya.
"Ini pak kunci nya."
Dengan panik Jeno membuka kunci pintu kamar Naya.
Wanita itu tertidur lemas di tempat tidur sekilas tak ada yang salah."Nay? Naya?"
Tapi tak ada jawaban dari Naya.
Tapi pandangan Jeno dibuat salah fokus akan benda yang ada di tepian tempat tidur. Tiga testpack dengan garis dua.
Sial. Apa istri nya kemarin ingin mengatakan ini?
Tiba tiba Jeno dihantui rasa bersalah."Bi telpon dokter bi!" Seru Jeno.
Ia masih merengkuh Naya. Sekujur tubuh nya terasa dingin.
"Nay maaf Nay gue salah maaf."
Berulang kali bibir Jeno menggumam kata maaf, namun apa guna nya memohon pengampunan. Toh Naya gak bakal denger.
....
Dokter telah selesai di memeriksa keadaan Naya yang ternyata kena dehidrasi ringan. Kelelahan karena seminggu terakhir wanita itu sibuk mengambil semua job endorse nya.
Itu informasi yang Jeno dapat dari Rena.Naya masih gak ada tanda mau bangun. Tangan nya bahkan masih di tancap infus. Beruntung ia tak perlu rawat inap.
Persetan dengan semua pekerjaan nya sekarang Jeno lebih memilih disini. Dan untuk kandungan nya. Semua masih terpantau baik.
....
Naya terbangun jam 8 pagi ini. Pusing, ingin muntah, semua nya bercampur jadi satu. Tanpa pikir panjang dia berlari ke toilet namun tertahan oleh tiang infus nya.
Dia berjalan terseok-seok membawa tiang infus nya dan berakhir duduk di depan kloset entah lah ia tak memuntahkan apapun , tapi rasa nya tenaga nya sudah dikuras habis, dia tidak bisa bangun lagi.
Terdengar suara pintu di buka. Ah Naya berharap dia mendapat pertolongan. Setidak nya ada yang memapahnya ke tempat tidur.
"Nay? Dimana?"
Ingin rasanya ia berteriak pada Jeno kalau dia ada di toilet. Tapi bahkan buat bicara keras aja dia masih belum sanggup. Jadilah dia cuma bisa nunggu.
"Astaga, yaampun bisa bangun gak? Pelan pelan" Jeno memapah Naya menuju tempat tidur nya.
Beruntung Jeno sadar pintu kamar mandi terbuka.
Kalau tidak mungkin Naya masih disana."Jen?"
"Udah gak usah ngomong dulu, bentar ya?" Jeno pergi lagi ke dapur ngambil sarapan dan susu buat Naya.
Naya cuma diam pas Jeno bawa makanan dan naruh di nakas meja nya.
"Kenapa? Ada yang mau Lo omongin?"
"Gue, hmm gue hamil."
Jeno masih menatap Naya, dia seperti ingin mengatakan hal lain nya.
"Gue siap kok jadi single parent kalo Lo gak bisa nerima anak ini." Ucap Naya.
Lagi lagi helaan nafas Jeno memberat. Jalan pikiran Naya emang selalu begitu.
"Nay itu anak gue. Gue gak mungkin biarin anak gue cuma diasuh orang tua tunggal. Dan berhenti mojokin gue seolah olah gue gak ngarepin dia. Dia suposed to be tunggal nya Djuanda."
"Maaf kalo gue bikin Lo tersinggung lagi, dan maaf soal kemarin," cicit Naya. Wanita itu menunduk takut.
"Lo masih sakit gue gak mau ada topik pembicaraan yang berat sampe bikin Lo terbebani. Apalagi Lo lagi hamil. Bentar gue panggil bibi. Lo gak bisa makan sendiri kan?" Tanya Jeno.
"Iya Jen."
"Gue gak mau tau ya makanan nya harus abis!"
Jeno pergi dari ruangan meninggalkan Naya yang terpaku lagi.
Disisi lain Jeno gak mungkin lama lama disana Naya sangat mudah menyulut emosi nya dengan bibir nya yang tak ada filter nya......
Bibi masuk mengambil mangkok yang berisi bubur.
"Nyonya jangan sakit lama lama kasian tuan." Ucap bibi yang belakangan ini Naya ketahui bernama bi Inah.
"Bukan maksud bibi sok tau ya nyah tapi bibi kerja disini udah belasan tahun. Bibi yang ngikutin tuan Jeno. Bibi gak pernah liat tuan se khawatir kemarin waktu nyonya pingsan."
Naya mengunyah bubur nya jadi kepikiran makin merasa bersalah saja Jeno.
"Udah bi segitu aja," ucap Naya.
"Tapi nyonya nanti saya di marahin tuan,"
"Suruh Jeno nya kesini aja bi, biar saya yang bilang."
Bi Inah menaruh mangkok nya di nakas meja Naya. Lalu keluar kamar.
Tak sampai 10 menit Jeno masuk kesana."Kenapa gak makan?" Tanya Jeno.
"Sorry."
Cuma itu yang Naya bilang.
"Kenapa minta maaf?"
"Karena gue buat Lo khawatir, karena gue halangin jalan Lo sama Lia, karna gue hidup Lo jadi seberubah ini."
"Nay? Sekarang yang mesti lo pikirin itu diri lo sendiri, gue gak ada masalah apa-apa, gue udah lepasin Lia kalo itu buat lo nyaman sekarang."
"Gue gak mau rusak hubungan lo sama Lia, tapi jangan bawa dia kesini ya? Somehow that kinda hurt" mata Naya menatap nanar ke depan.
"Sorry," Itu lah perkataan Jeno.
"Can i have some hug?"
"Sure."
Jeno merentangkan kedua tangan nya.
Naya melemas dengan pasrah bersandar di dada bidang Jeno. Bener ternyata yang diucapkan Rena. Dia sama Jeno perlu komunikasi."Gue sama Lia gak ada apa apa lagi semenjak hari ini."
"Jen?"
"Kenapa?"
"Mual lagi."
Haha, seperti nya si anak gak suka suasana cringe orang tua nya.
To be continue.
KAMU SEDANG MEMBACA
Home
FanfictionBukankah sebuah pernikahan harus didasarkan dengan cinta? Lalu apa jadi nya jika sebuah pernikahan itu hanyalah setingan semata? #1 di jaemin 18/3 #1 di genderswitch 31/3 #1 di gs 7/8