Dua puluh satu

9.5K 703 90
                                    

Cekklekk

Langkah mungil Gavin menyusuri ruang tamu rumahnya. Setelah adegan hujan-hujanan bersama Kavin kali ini, Gavin merasa tubuhnya remuk redam seperti dihantam beberapa ton batu besar ditambah penyakitnya yang belakangan ini sering sekali membuat tubuh Gavin lebih lemah.

Seketika langkah Gavin terhenti kala melihat Kavin yang mendapat perlakuan manis dari ayahnya, sungguh Gavin juga menginginkan perlakuan itu. Gavin melihat tubuhnya sendiri, lalu membandingkan dengan tubuh Kavin yang basah namun tak sebasah dirinya, andai sang ayah masih menyayanginya, pasti Mahardika akan sangat Khawatir dengan kondiri Gavin seperti Mahardika khawatir akan kondisi Kavin.

Namun, Gavin harus tidak boleh lemah, ia harus kuat demi kakak dan juga bundanya. Lalu, Gavin menghapus sisa air mata dipipinya dan berjalan menuju kamarnya.

Ceklek

Gavin menggigil hebat, tak butuh waktu lama, ia sudah mengganti pakaian basahnya dengan pakaian hangat miliknya seadanya. Gavin berbaring diranjangnya, namun hawa dingin yang Gavin rasakan jauh lebih hebat. Gavin lalu mencari selimut diseluruh kamarnya dan sialnya Gavin lupa kalau semua selimutnya sedang ia jemur tadi pagi. Sepertinya selimutnya basah lagi karena hujan yang mengguyur kota sore ini.

Gavin beranjak dari ranjang menuju dapur. Berharap ada sesuatu yang bisa membuatnya lebih hangat. Namun lagi lagi hati Gavin sakit. Melihat meja makan yang diselimuti hangat dari senyuman milik ayah dn juga Kavin. Disana, dismping Kavin, seharusnya ada Gavin disana.

Lalu, pandangan Gavin tertuju pada segelas susu disamping wastafel cucian piring yang masih tersisa setengah dari gelas. Gavin yakin, itu adalah susu milik Kavin tadi. Karena, Gavin tau jika Kavin tak begitu menyukai susu putih, Kavin lebih suka susu coklat.

Tak terasa senyum Gavin mengembang, ia memegang perutnya yang terus meronta ronta menginginkan jatahnya. Tanpa pikir panjang Gavin segera mengambil sisa susu itu dengan segera. Sampai-sampai Gavin tak menyadari jika seluruh tingkah lakunya tertangkap sudut mata Kavin. Kavin tak menyangka saudaranya akan senekat itu didepan ayahnya, Mahardika.

"GAVINN!!!"

Gavin tersentak, gelas yang baru saja Gavin pegang terjatuh kelantai menimbulkan bunyi yang cukup nyaring diruangan itu. Gavin gemetar ketakutan, sungguh suara bariton ayahnya membuat jantungnya berdegub dua kali lebih kencang dari biasanya.

"P-pah"lirih Gavin.

"Anak tidak tau diri, darimana saja kamu?!!"tanya Mahardika.

"G-gavin ga kemana-mana kok pah"jawab Gavin takut.

"Ck, alasan. Apa kamu menemui The Eshtray lagi kan?"ucap Mahardika sengit.

Gavin menunduk, fitnah apalagi ini?.

"eng-engga pah, Gavin bahkan ga pernah berhubungan lagi dengan mereka, kali ini Gavin mohon, percaya sama Gavin"tangis Gavin yang tak dihiraukan oleh Mahardika.

Mahardika meludah disamping Gavin lalu beranjak pergi dari ruang makan. Mata Gavin memejam, semua perkataan Mahardika sangat membekas dihatinya. Gavin melihat tubuh Kavin yang berdiri membeku dengan tatapan nanar. Kali ini Gavin sangat berharap Kavin dapat membantunya dikondisi sekarang. Namun lagi, lagi dan lagi, Kavin mengabaikannya. Tanpa sepatah katapun Kavin pergi dari ruang makan meninggalkan Gavin seorang diri dengan luka hatinya yang masih basah.

Gavin menghapus sisa air matanya. Ia beranjak membersihkan sisa-sisa pecahan gelas dan tumpahan susu diubin ruang makan tadi. Dengan telaten dan hati-hati akhirnya Gavin menyelesikan pekerjaan itu dengan sempurna.

Setelah membersihkan ubin, Gavin mengambil gelas baru lagi lalu mengisinya dengan air putih hangat. Sejujurnya Gavin sangat lapar kali ini. Ditambah suhu dingin disekitar yanh menbuat rasa lapar Gavin semakin menjadi jadi. Gavin membayangkan jika bundnya memasak sup daging untuknya. Pasti Gavin akan sangat merasa bahagia.

Gavin membawa segelas air hangat itu ke kamarnya. Tapi, sebelum itu, Gavin berniat meminjam baju hangat Kavin untuk dipakainya malam ini. Gavin harus memantapkan niat itu sekarang.

Tok

Tok

Tok

'ceklek'

Kavin menautkan alisnya bingung, menatap lekat tubuh Gavin dari atas sampai bawah. Heran dengan tingkah laku Gavin yang menurut Kavin sangat langka ini.

"ada apa?"tanya Kavin.

Gavin menggaruk tengkuknya kaku. "gue.. Boleh pinjem baju hangat lo ga?"tanya Gavin kaku.

"emang lo ga punya baju hangat?"

"lo kan belum ngasih baju hangat ke gue Kav, lo cuma ngasih kaos pendek yang bagian ketiaknya sobek, alhasil gue jahit sendiri lagi deh hehe, nih liat"ucap Gavin sembari memperlihatkan hasil jahitan tangannya sendiri dibaju bagian ketiak yang ia jahit sendiri menggunakan benang yang warnanya sangat bertolak belakang dengan warna bajunya.

Kavin membuang muka, hatinya begitu sakit dengan ucapan serta tingkah laku Gavin. Apakah selama ini yang dia lakukan ke Gavin itu salah?, pikirnya.

"yaudah sini masuk, tpi inget jangan sentuh apapun dikamar gue, ngerti?"

Gavin mengangguk senang, ia lalu memasuki Kamar kembarannya untuk pertama Kali setelah beberapa tahun terakhir. Gavin meletakan gelasnya diatas laci dekat pintu lalu ia takjub melihat seisi kamar Kavin yang sangat mewah, berbanding terbalik dengan kamarnya.

"lo duduk dulu"ucap Kavin. Gavin mengangguk lantas duduk dikarpet dengan bulu halus yang berada diatas ubin. Gavin kagum dengan bulu bulu halus karpet milik Kavin yang halusnya melebihi kasur miliknya.

"wahhh halus"kagum Gavin, lirih.

Gavin menatap punggung saudara kembarnya itu dengan pandngan takjub. Takjub akan lemari milik Kavin yanh begitu besar dan juga banyak berisi baju. Membuat Kavin sulit mencari baju hangat untuknya.

"Kamar lo gede ya Kav, lemari lo juga, pasti baju lo banyak banget"ucap Gavin spontan sembari menatap kagum lemari Kavin.

Kavin tertegun, entah mengapa ucapan ringan dari bibir Gavin begitu menusuk hatinya.

"ck. Perasaan lo aja kali"ketus Kavin. Gavin beranjak bangun lalu menepuk bahu Kavin.

"udah nemu belum baju hangatnya, yang menurut lu palinh jelek juga gapapa kok"

"bentar"

Gavin mengalihkan pandangannya kearah  lemari, disana terdapat berjejer seragam sekolah Kevin yang masih bagus, bukan seperti miliknya. Baju sekolah Kavin berjejer rapi, tidak hanya satu setelan tapi banyak. Kavin bisa mengganti baju seragamnya satu hari sekali. Tidak seperti Gavin, yang memakai baju seragam 3-4 kali dalam seminggu, karena Gavin hanya memiliki dua setel baju sekolah.

"baju sekolah lo banyak banget Kav"ucap Gavin. Matanya memancarkan binar binar kagum baji sekolah Kavin.

"ini.. Lo setiap sehari sekali ganti Kav?"tanya Gavin yang hanya dibalas deheman Kavin.

"wahh.. Hebat ya ga kaya gue yang cuma punya dua setel, itupun bekas lo hehe"

"wahh Kav, lo juga punya PS4?, gilaaa kerenn, gue jadi pengin punya"

"wahh ruangan lo juga ada penghangat sama pendingin ruangan sekaligus ya Kav, wangi lagi"

"Kasur lo juga enak, empuk, ga kaya kasur gue"

"lo dikasih laptop Kav sama papah, kok gue ga dikasih ya??, oh iya lupa, gue harus nunggu lo beli laptop baru dulu, baru gue dikasih laptop hehe"

"GAVIN, BERISIK!???"

TBC

APA KABAR GUYSS

GIMANA PART INI MENURUT KALIAN???

JANGAN LUPA FOLLOW YAAA

BTW JANGAN LUPA FOLLOW IG  AKU JUGA
@agstn.mda

KALIAN PADA KANGEN GAVIN GA NIHHHH

GAVINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang