Tersipu

134 22 7
                                    

Semburat jingga telah berkumpul mengisi bingkai di atas sana, senja telah berhasil menelan sang surya di ufuk Barat, namun gadis bernama Rosiella Anatasya masih berkutat pada laptop miliknya. Surai ash silver miliknya terlihat berkilau ketika cahaya menyorot padanya, gadis itu tampak cantik bahkan ketika keringat sudah membasahi pelipisnya.

Sudah 5 hari berlalu sejak David diperbolehkan tinggal di rumah yang sama dengan Rosie, tak ada yang bisa David lakukan selain mengikuti gerak langkah Rosie kemanapun gadis itu pergi. Bahkan saat ini dirinya tengah duduk didekat jendela dengan atensi yang dipusatkan kearah Rosie.

"Pretty."

Rosie menoleh, jemari yang terus menari di atas keyboard mendadak berhenti. "Apa? Tadi kau bilang apa? Jangan membuatku takut, Dav!"

Kewaspadaannya memang lebih ditingkatkan, peraturan-peraturan yang dibuat secara tertulis menjadi larangan paling ampuh agar tidak bisa melebihi batas. David setuju dengan itu, tak ada yang mencurigakan ketika mereka berdua berada di satu ruangan yang sama, David melakukannya dengan baik.

"Maaf, aku salah bicara." Ucap David membenarkan.

Helaan napas gadis itu mengudara, rolling eyes pun menjadi pembuka sebelum akhirnya kembali bersuara. "Memangnya tidak ada yang ingin kamu lakukan, selain memandangiku seperti orang mesum?"

"Maksudmu?"

"Maksudku, mau sampai kapan kamu tinggal bersamaku? Memangnya tidak ingin berusaha mencari alamat temanmu itu?"

Gelengan samar sebagai balasan. "Bagaimana aku bisa mencarinya? Aku tidak ingat alamatnya dimana, catatan alamat yang tertulis juga sudah hilang bersama barang berharga lainnya."

Walaupun traumanya sudah sedikit terkikis karena kehadiran David, Rosie masih mencoba melindungi diri sendiri, sorot matanya sesekali melirik kearah David untuk memperhatikan gerak-gerik laki-laki itu.

"Kalau seperti itu, bekerja saja. Hasilkan banyak uang dan pulang ke Amerika, untuk apa disini kalau tidak melakukan apa-apa?" Rosie mengucapkan serentetan kalimat itu dengan sangat hati-hati.

David terdiam, kini atensinya beralih memperhatikan kepulan uap dari gelas yang berisi kopi hangat digenggamnya. "Kalau saja mencari pekerjaan semudah itu, mungkin saat ini aku sudah bekerja di sepuluh tempat."

"Benar juga." Ucapnya tanpa ekspresi.

"Bagaimana jika aku bekerja denganmu? Kamu bisa memberiku gaji berapapun itu, aku tidak akan memprotesnya." David memberikan solusi yang benar-benar tidak disangka oleh Rosie.

Hingga Rosie menanggapinya dengan mendelik tidak percaya, aktivitas yang dilakukan pada benda elektronik di atas meja benar-benar dia hentikan. "Kamu bercanda? Untuk apa aku mempekerjakan mu, sedangkan kamu tidak mengetahui apa-apa tentang bunga."

"Aku bisa mempelajarinya. Kamu bisa memberitahuku apa yang harus aku lakukan," Sahut David, mencoba meyakinkan Rosie. "Florist milikmu akan didatangi banyak orang, akan ada banyak bunga-bunga yang laku jika kamu mempekerjakan orang tampan sepertiku. Bagaimana?"

Laki-laki asing itu benar-benar tahu bagaimana cara merayu perempuan dengan baik. Rosie tidak munafik, dia sempat terpaku saat memperhatikan wajah tampan milik laki-laki bersurai coklat itu dengan sekilas.

"Rosie? Jadi bagaimana, permohonan kerjaku diterima, kan?" Salah satu alisnya terangkat, senyum tipis yang dibentuk oleh bibir tebal itu kini terlihat menawan, memabukkan Rosie selama seperkian detik.

"Rosie!"

Rosie tersentak, sadarnya kemudian kembali setelah panggilan itu menggema mengisi seluruh sudut ruangan. "Iya?"

LOSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang