Black Phone

75 20 1
                                    

Berlin adalah kota tujuan yang brilian untuk beristirahat sejenak dari rutinitas yang mencekik selama satu minggu penuh. Kota ini dipenuhi dengan arsitektur modern bercampur dengan bangunan kuno yang selamat dari perang.

Sejarah yang tergores di kota ini terlihat begitu jelas dengan pengingat masa lalu kelam yang tersembunyi di setiap sudutnya, mulai dari bangunan yang diplester lubang peluru hingga taman olimpiade yang menakutkan masih berdiri hingga hari ini.

Lalu sekarang, Rosie memutuskan untuk istirahat sejenak dari runititasnya, kebetulan hari ini adalah hari Minggu. Rosie akan menghabiskan waktu selama satu hari penuh dengan menapaki langkah di beberapa sudut kota Berlin.  

Suara ponsel yang berdering berhasil menelusup masuk kedalam indera pendengaran Rosie, gadis itu buru-buru meraihnya lantas membaca pesan singkat yang tertera pada layar.

Lengkung senyum manis miliknya terlihat ketika benda pipih itu sudah dimasukkan kedalam tas. "Yeay. Kebetulan sekali!"

Rosie kembali mengayun langkah menuruni anak tangga satu persatu dan menghampiri David yang tengah menyesap teh hangat di meja makan.

Hubungan keduanya bisa dikatakan lebih dekat dari sebelumnya, apalagi setelah perhatian-perhatian sederhana yang dilakukan oleh David terhadap Rosie berhasil membuat gadis itu semakin yakin jika David tidak seperti laki-laki yang memberikan trauma itu kepadanya.

Semuanya mengalir begitu saja, seperti akhir-akhir ini, yang membuat Rosie tak mengerti kenapa detak jantungnya sering berpacu tak beraturan dengan tempo yang begitu cepat setelah sepasang iris coklat itu bertukar pandang dengan David.

Apakah efek samping dari minum kopi kebanyakan? Tidak-tidak, ini tidak ada hubungannya.

Suara dentingan dari gelas yang beradu dengan meja makan memecah keheningan, David menoleh ketika mendapati sosok Rosie dari ujung ekor matanya.

"Sudah siap?"

Rosie mengangguk dengan cepat. "Langsung jalan saja."

Mendengar itu, David pun langsung beranjak dari tempat duduknya dan menggenggam tangan Rosie tanpa permisi. Rosie sedikit tersentak namun tak ada lagi penolakan, keduanya pun mengayun langkah keluar rumah dan langsung menuju halte bus.

Destinasi wisata pertama yang akan mereka kunjungi adalah Gedung Reichstag, untuk sampai di sana mereka harus menaiki bus 100. Butuh sekitar 15 menit menunggu sampai akhirnya kendaraan roda empat itu berhenti dihadapan mereka.

David lagi-lagi menggenggam salah satu tangan Rosie dan membawa gadis itu masuk kedalam bus. "Ini pertama kalinya aku berkeliling kota Berlin."

"Iya aku tahu, kan ini juga pertama kalinya kamu ke Berlin."

Laki-laki berdarah Amerika itu mengusap tengkuknya, dia tersenyum kikuk. "Hehe.. iya."

Roda mulai bergerak menggilas aspal, mobil-mobil pribadi dan taksi dengan berbagai macam warna menjadi pemandangan yang mengisi kebosanan selama diperjalanan.

25 menit berlalu, bus yang mereka tumpangi pun sudah tiba di halte pemberhentian, Unter den Linden. Kali ini Rosie yang memimpin jalan, tungkai jenjang miliknya melangkah dengan perlahan diikuti David disebelahnya.

"Hari ini pasti akan menjadi hari yang menyenangkan! Percaya padaku." Rosie tampak jauh lebih bahagia dari biasanya, antusias Rosie pun langsung ditanggapi anggukan oleh David.

Gadis dengan nama belakang Anatasya itu memang lebih sering menghabiskan waktu di rumah dan di florist, mengumpulkan uang tanpa istirahat seperti orang gila yang terlalu terobsesi dengan alat jual beli itu.

LOSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang