Free affection hug

94 15 3
                                    

Bau tanah basah menjadi bau yang paling disukai oleh Rosie. Pagi ini terlihat lebih cerah setelah hujan mengguyur Kota Berlin semalaman. Burung-burung yang bertengger di atas pohon pun terlihat lebih bersemangat membantu menggugurkan daun-daunnya. Rosie melemparkan pandangannya keluar jendela, memperhatikan daun-daun yang berjatuhan disebelah florist sembari menyesap kopi panas yang ada ditangannya dengan perlahan.

Kejadian yang terjadi pada Festival Balon Udara tempo hari berhasil membuat kecanggungan diantara Rosie dan David sedikit berkurang, Rosie sudah bisa lebih santai menanggapi kehadiran David yang bisa tiba-tiba berada disebelahnya. Seperti sekarang, David duduk dihadapan Rosie dengan atensi yang dipusatkan kearah wajah teduh milik gadis itu.

"Sepi sekali, ya?" Ucap Rosie, sorot matanya beralih menatap kepulan uap panas yang masih melayang di atas cup. "Bagaimana aku bisa memberimu gaji jika sepi seperti ini."

David mengobservasi sekitar. "Sepertinya kita harus melakukan promosi yang menarik."

Dahi Rosie berkerut. "Promosi menarik? Buy one get one maksudmu?"

David menggeleng dengan cepat. "Itu terlalu biasa."

"Lalu bagaimana?"

Keduanya sama-sama memutar otak, mencari solusi yang tepat untuk menarik pelanggan dengan cepat. Lama berpikir sampai akhirnya suara ketukan yang dibuat oleh David di atas meja membuat Rosie tersentak.

Brakk!!

"Astaga!"

David terkekeh. "Eh. Aku membuatmu terkejut, ya?"

Rosie mendengus dengan kedua tangan yang dilipat didepan dada. "Menurutmu?"

"Sorry. Aku tiba-tiba mendapatkan ide yang benar-benar menarik. Aku yakin akan ada banyak pembeli yang datang kesini."

Ekspresi penasaran Rosie mendadak terlihat. "Hm. Apa?"

Lengkung senyum milik David kembali terlihat, dia menggeser tempat duduknya agar sedikit lebih dekat dengan Rosie. "Bagaimana jika siapa saja yang membeli bunga disini akan diberikan pelukan kasih sayang?"

"Apa?! Siapa yang akan memberikan pelukan kasih sayangnya? Aku?" Rosie menunjuk dirinya sendiri. "Tidak-tidak, aku tidak bisa melakukannya."

Ucapan Rosie langsung dihadiahi gelengan samar dari David. "Bukan kamu, tapi aku. Rata-rata pembeli di florist milikmu kan perempuan, iya ada juga laki-laki. Tapi aku hanya akan melakukannya untuk perempuan saja. Bagaimana?"

Salah satu alis David naik turun, menunggu jawaban dari Rosie. Gadis itu terdiam, seperti menimbang ide yang diberikan oleh David. "Kamu serius? Tidak keberatan?"

"Tidak. Kamu tidak tahu saja bagaimana antusias wanita dari usia muda sampai lanjut usia ketika melihatku menjaga florist sendirian. Ramai sekali."

"Lalu, banyak juga yang membeli?"

Helaan napas panjang mengudara, David sedikit merosot dari posisi duduk tegapnya oleh pertanyaan itu. "Tidak semuanya, beberapa dari mereka hanya menikmati ketampanan ku saja."

Rosie mendadak kecewa. "Yahh...."

David meringis sembari mengusap tengkuknya. "Hehe. Itulah sebabnya aku mengusulkan ide itu, siapa tahu dengan penawaran seperti itu akan berhasil. Bagaimana, Rosie?"

Hening beberapa saat sampai akhirnya Rosie kembali bersuara. "Oke! Kalau kamu tidak keberatan, kita coba saja."

"Okay. Aku akan mencetak brosur ya."

Satu jam berlalu, Rosie dan David sama-sama sibuk dengan persiapan masing-masing. Gadis bersurai ash silver itu menghampiri David yang tengah menyusun setumpuk brosur yang baru saja selesai dicetak dengan kemeja berwarna navy disalah satu tangannya.

LOSETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang