"Saya enggak mau, ah, sekelompok sama Dira. Dia, 'kan, jelek dan cupu. Saya mau sekelompok sama yang lain saja. Sama Gita dan Resti juga boleh," tolak Ifa saat tahu dirinya harus mengerjakan tugas kelompok dengan Dira.
Namun, Pak Dani, guru Bahasa Indonesia SMK Bina Bakti, tetap tak mengubahnya. Ifa tetap sekelompok dengan Dira, siswi yang mendapat predikat terjelek di kelas XII.1 Pj. Hal itu membuat Ifa merasa kesal dan malah menyuruh Dira untuk mengerjakan semua tugas kelompok itu sendirian.
Ya, selama di masa putih abu-abu, tak ada siswa yang mau bermain atau sekelompok dengan Dira. Ia kerap dijauhi dan tak jarang dimanfaatkan, bahkan dirundung oleh teman-temannya.
"Hei, Dira Buruk Rupa! Beliin gue sosis bakar dong, di toko seberang! Enggak pake lama, ya!" perintah Vani tanpa basa-basi dan sopan santun sama sekali.
Dengan berat hati, Dira pun segera menjalankan perintah teman sekelasnya itu tanpa mengeluh meski ia harus melewati jarak yang cukup jauh untuk bisa membeli sosis yang diminta.
Meski sudah berusaha berlari untuk tiba di sekolah sebelum bel masuk berbunyi, nyatanya Dira tetap terlambat. Bel penanda waktu masuk seusai istirahat, sudah berdentang. Dengan napas naik turun, ia lalu memberanikan diri mengetuk pintu kelas yang sedang diisi oleh guru paling killer. Pak Aji namanya.
"Assalamu'alaikum," ucap Dira sambil mengetukkan punggung tangannya ke pintu kelas. Tak ada jawaban dari dalam, ia pun perlahan membuka pintu dan menyembulkan kepalanya.
"Permisi, Pak. Saya--"
"Siapa yang bilang kamu boleh masuk?! Cepat keluar!" Dengan mata melotot, Pak Aji mengusir Dira tanpa ampun. Dira menyerah. Dihembuskannya napas keras. Ia tak lagi berusaha untuk membujuk atau memberikan alasan. Ia paham bagaimana karakteristik Pak Aji.
Pak Aji tak akan memberikan toleransi apa pun bagi siswa yang terlambat datang ke kelasnya. Tinggallah Dira meringis di depan pintu kelas, dengan plastik putih berisi dua buah sosis pesanan Vani. Percuma merutuki diri. Toh bukan yang pertama baginya mengalami hal seperti ini.
Dira berjongkok di pintu kelas yang sudah kembali ditutup rapat hingga terdengar bunyi bel pergantian jam pelajaran. Setelah melihat Pak Aji keluar, barulah Dira berani masuk ke kelas. Ia lalu berjalan menuju bangku di mana Vani duduk.
"Ini sosis kamu, Van," ucapnya sembari menyodorkan plastik kresek berwarna putih.
"Ah, gue udah enggak mood. Kelamaan, sih! Perut gue udah keburu keroncongan jadinya. Dah males makan!" tolak Vani seraya mengibaskan tangannya ke arah plastik sehingga plastik itu terlempar dan mengenai baju Dira, lalu terjatuh tepat di sepatu ketsnya.
Saus dari sosis tersebut ada yang tumpah di baju seragam Dira dan tentu saja yang terbanyak tumpah di atas kaos kaki dan sepatunya. Kontan, ia menunduk, melihat kondisi sepatu hitam itu kini berlumuran saus berwarna merah. Rasanya sakit, tapi tak berdarah. Dira menatap Vani dengan pandangan kesal bercampur sedih.
"Ups, sorry. Sengaja, ha ha ha!" tawa Vani berderai diikuti teman-temannya yang tampak begitu puas melihat Dira dalam kondisi menyedihkan seperti itu.
Dira mengepalkan tangannya. Ditahannya gejolak rasa yang membuncah di dalam dada. Dalam khayalannya, ingin sekali ia menumpahkan saus itu ke mulut Vani dan teman-teman yang sedang menertawainya. Tetapi tentu saja, ia tak kuasa melakukan hal itu jika tak ingin diperlakukan lebih buruk lagi.
Ayu yang melihat hal itu, ikut merasakan panas di dalam hati. Ia berdiri lalu berjalan menghampiri gadis berjilbab lusuh yang kini tengah menjadi bulan-bulanan itu.
"Ya ampun, Dir, ini kotor. Nanti khawatir kulit kamu kena sausnya juga. Ayo kita bersihkan!" ajak Ayu seraya menggamit lengan Dira. Bersamaan dengan itu, datang guru mata pelajaran berikutnya. Ayu pun meminta izin untuk ke kamar mandi bersama Dira.
KAMU SEDANG MEMBACA
I WAS BEAUTIFUL (Dahulu Aku Cantik)
RomanceAku enggak akan menikah kalau enggak sama kamu. Jadi nanti saat sudah dewasa, kamu janji harus menikah denganku, ya. (Aldebaran) Aku baru mau nikah sama kamu kalau kamu sudah enggak kurus lagi. Badan kamu lebih besar dan tinggi daripada aku. Kalau e...