🌻6🌻

25 7 0
                                    

"Seperti halnya bunga yang bermekaran aku akan membuat hatimu bermekaran bila bersamaku, tapi aku nggak akan membiarkan bila cinta itu gugur seperti daun di musim kemarau."

🌻🌻🌻

Aldan tersenyum ketika memperhatikan foto semasa kecil dirinya dan Syakira. Terlihat menggemaskan ketika Syakira kecil mengenakan gaun dress pink dan juga aksesoris rambut berwarna senada. Keduanya menggengam erat balonku ada lima. Lengkap sudah.

"Sya? Lo gak pingin balik ke masa itu lagi?" Aldan bertanya menunjuk sebuah figura yang saat ini berada digenggamannya, ke-arah Syakira bertepatan dengan kedatangan Bi Iyem membawakan hidangan.

Syakira pun melotot ketika figura itu disentuh oleh Aldan. Buru-buru ia mengambil figura tersebut dengan merengek kepada sang Mama.

"Ma! Mama! Kenapa foto itu masih disini!" Teriaknya dengan tangan yang masih menggelantung. Sebagaimana dengan Aldan sengaja menjauhkan figura itu dari jangkauannya.

"Biar lo enggak lupain gue," bisik Aldan menjawab pertanyaan gadis itu meski pertanyaan itu bukan tertuju untuknya.

***

Matahari hampir berada di ufuk barat, Aldan segera meninggalkan perkarangan kediaman rumah Syakira seusai berpamitan kepada kedua orang tua gadis itu.

Terkadang Aldan sempat berfikir betapa bahagianya kehidupan Syakira selagi mempunyai keluarga harmonis. Namun kembali lagi kepada sang pencinta skenario. Hidup tak selamanya berjalan mulus seperti semen tiga roda. Dibalik keindahan yang mereka perlihatkan, terdapat luka yang tidak sengaja tergores.

Aldan masih mempunyai rasa syukur untuk bisa menikmati kehidupannya. Meski jauh dari kata sempurna dan tidak sesuram itu. Setidaknya ia masih mempunyai orang yang selalu menemaninya disekeliling circle kehidupan.

Aldan menghentikan mobilnya di tengah perumahan sederhana. Corak hiasan tanaman bemekaran milik ibundanya paling mencolok di tengah kompleks kediamannya.

Aldan memasuki kediaman rumahnya hingga tatapannya tidak sengaja berpapasan dengan Anton--pria berkumis--yang masih menduduki status sebagai Ayahnya.

Tiada sapaan dari kedua lelaki itu, hingga pembicaraan Anton berhasil membuat Aldan menghetikan langkahnya.

"Kamu masih nemuin cewek gila itu, Aldan?" Anton menanyatakan tujuannya kepada putranya. Terdengar seperti nasihat. Tetapi tidak bagi lawan bicaranya saat ini.

"C-cewek gila? Maksud Anda apa?"

Ya! Perkataan Aldan tidaklah sopan. Ia tak mau terus berpura-pura baik. Sopan dan penurut ketika berhadapan dengan pria yang masih menjadi status Ayahnya itu dalam kartu keluarga.

"Ayah sudah ngasih tau kamu berulangkali, untuk nggak terlalu dekat dengan gadis itu."

Detik itu juga Aldan tertawa renyah. Dengan ekspresi yang tidak diduga, ia sengaja menyenggol sebuah album dimana itu adalah fotonya dan juga Anton dalam figura album berukuran kecil. Menandakan bahwa ia kini memendam amarah.

"Kesini cuma nguliahin gue tentang itu?" tanyanya sarkas berdecih. Kenapa perkataan 'gila' menjadi tolak ukur?

Dari lawan arah decitan kursi roda tidak sengaja melintas diantara argumen kedua lelaki tersebut. Dengan tampang tidak berdosa, si pemilik memancarkan raut keputusasaan terhadap kedua lelaki yang masih memancarkan berbagai argumen saling bertentangan.

"Mas. Mendingan kamu jangan pulang kemari, kalau cuma mau bertengkar sama putra kita," belah Delastri, salah satu perempuan yang paling berharga bagi Aldan. Bahkan perempuan itu selalu memeluknya dengan hangat mengatakan bahwa selalu baik-baik saja.

Regret [ Telah Terbit ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang