Bagian 12

156 33 4
                                    

"Definisi Sakit yang tak berdarah adalah tak dianggap!"

🍁🍁🍁🍁

"Dasar pembawa sial!"

Teriakan wanita paruh baya itu membuat seorang gadis tertegun. Bagaimana tidak, mamanya sendiri meneriakinya dengan kata-kata kasar.

"Ma?" panggil Saira.

"Jangan panggil saya Mama! Saya tidak ingin mempunyai anak seperti anda. PEMBAWA SIAL!"

Sungguh kenapa mamanya ini? Kenapa! Saira capek, gadis itu tak kuat lagi.

Kekuatannya adalah mamanya. Namun, sekarang tidak ada lagi. Mamanya tak mau melihatnya lagi, mamanya membenci dirinya.

Air mata gadis itu turun tanpa seizinnya. Hatinya sakit, sangat-sangat sakit.

Kenapa dunia sangat jahat padanya? Apa'kah dia tidak pantas hidup dengan tenang? Jika boleh memilih, Saira tak ingin dilahirkan. Mungkin itu lebih baik.

Saira mencari nama Putra dalam ponselnya. Dengan tangan bergetar gadis itu menekan nomor itu.

"Assalamualaikum, kenapa Ra?"
Suara di sebrang sana milik Putra. Lelaki itu khawatir pada temannya ini.

"Ra?" panggil Putra lewat sambungan telepon itu lagi.

"P-put, l-lo bisa kerumah gak? G-gue takut," suara Saira bergetar.

Bahkan tubuhnya bergetar hebat. Mamanya menggila membuat Saira takut dengannya.

"Ra, lo tenang ya! Gue ke sana sekarang, jangan takut. Lo bisa tahan ketakutan lo!"

"Ja-jangan lama, gue ta-takut banget!"

Ponsel Saira mati. Sungguh semua tidak ada di pikiran Saira. Semua tak ada yang berpihak padanya,  sebegitu benci-kah semesta dengannya?

Saira menangkap objek. Matanya membola, pikirannya terbangkalai.

"Plis jangan sekarang!"

🍁🍁🍁

"Ra, tenang. Jangan takut, gue ada di sini!" lagi dan lagi ucapan Putra tak diindahkan oleh Saira.

Saira menangis histeris, menatap sang mama yang sudah bersimbah darah. Melukai lengannya dengan pisau buah.

"G-gue takut! Mama menggila Put!" jerit gadis yang ada didekapan lelaki itu.

"Hust, jangan bilang yang enggak-enggak. Tenang Ra, lo pasti bisa!" peringat Putra.

Mereka berada di Rumah Sakit Mangga Delima (RSMD). Tubuh Delia yang bersimbah darah langsung dilarikan ke Rumah Sakit, takut jika wanita itu semakin mengeluarkan darah banyak.

Tubuh Saira melemas. Kakinya sudah tak bisa menopang tubuhnya saat ini.

"Kenapa semesta gak adil sama gue!" lirih gadis itu, yang mulai kehilangan kesadaran.

Putra yang mendengar lirihan gadis itu hanya menatap kosong perawat yang membawa Saira.

Putra segera menyusul. Memastikan gadis itu baik-baik saja.

Seorang lelaki menatap nanar gadis yang tertidur lemah di atas brankar.

"Maaf Ra."

🍁🍁🍁

"Ra lo gak pa-pa, kan? Ada yang sakit gak? Kalo ada bilang sama gue sini!" omelan Ziva membuat Denan dan Putra berdecak kesal.

"Plis Zi, lo duduk anteng aja! Ini Rumah Sakit bukan hutan!" tegas Putra yang sudah kesal dengan Ziva.

"Gue gak ada urusan sama lo! Jadi, gak usah negur gue!" tukas Ziva kesal.

"Urusan gue lah! Lo itu teriak di deket gue, dan itu membuat telinga gue sakit dengernya!" balas Putra tak mau kalah.

"Salah siapa lo dengerin! Gue gak ada nyuruh lo buat dengerin!"

Cewek yang tak mau mengalah dan cowok yang tak berperasaan. Cocok gak tuh kalo Ziva sama Putra?

"Lo yang salah pokoknya!" tegas Putra.

"Lo!"

"Lo!"

"Lo bego!"

"Lo gila!"

"L--,"

"Lo pada bisa diem gak?! Gue mau istirahat!" tegas Saira, yang kesal dengan kedua mahluk jadi-jadian di hadapannya itu.

Ziva dan Putra bungkam seribu bahasa. Jika sudah begini maka tak ada lagi yang bisa di perbuat, semua akan kacau.

Apa lagi tak ada Denan yang bisa melerai. Entahlah nomor ponsel lelaki itu tak aktip. Membuat semua orang bertanya-tanya.

"Jangan berisik! Gue mau tiduran bentar, entar kalo ada berita tentang mama bangunin gue!" pesan Saira.

Kedua manusia berbeda gender itu mengangguk mengerti. Membuat gadis itu menatap malas sahabtanya.

Hening setelah gadis itu memutuskan tidur. Ziva sangat bosan dengan semua ini, Putra yang sibuk dengan ponselnya.

Beranjak berdiri. Tujuannya saat ini Ruang rawat inap milik Delia, mama Saira. Membuka pintu dengan hati-hati, agar tak menimbulkan bunyi yang membuat Saira terbangun.

Saat tubuhnya berbalik, matanya membola mendapatkan seseorang yang sedang tercengir kuda.

"SEJAK KAPAN LO ADA DI SINI BAMBANG!"

🍁🍁🍁

Gak nyangka sama mamanya Saira. Pasti Delia terpukul banget sama kematian sang suami. Sampe-sampe bilangin anaknya sendiri.

SCHOOL DEATH (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang