"Kalo gak ada duit, gak usah sok deh mau makan yang mahal!"
🍁🍁🍁
"Akhirnya!" seru Ziva, saat pelayan Caffe mengantarkan makanannya.
"Gak usah lebay!" ketus Saira.
Bibir Ziva mengerucut, kesal dengan Saira yang bilang bahwa dirinya lebay. Hay, ayolah ini bukan lebay! Dia hanya kelaparan, dan butuh pasokan makanan.
"Gik isih libiy," sahut Ziva menirukan ucapan Saira, hanya saja dia mengubah huruf vokal menjadi i semua.
Saira mendelik tajam, tingkah sahabatnya satu ini sangat membuat darah orang meningkat dari rendah menjadi tinggi.
"Gak usah natap gue gitu! Gue tau gue cantik banget," sindir Ziva yang ditatap tajam oleh gadis disebelahnya.
"Iya, cantik banget kok!" ucap Saira dengan tersenyum simpul, "Tapi sayangnya kek mimi peri!" lanjut Saira sebelum gadis disebelahnya ke-geeran dengan pujiannya.
"Ih gak seru lo!" keluh Ziva.
Dia tak mrnghiraukan Saira yang tertawa keras. Menertawakan dia, mungkin? Entahlah di sedang tak mau mencari masalah.
"Bayarin, Ra!" ucap Ziva tanpa dosa.
Saira menatap tajam Ziva, membuat gadis itu sedikit terkekeh. Entah sahabatnya ini memang gila, sepertinya!
"Bayarin dong, Ra!" ucap Ziva lagi.
Kesal, Saira kesal. Bagamana tidak, dia tak memesan apapun dan dia yang disuruh membayar? Sepertinya otak sahabatnya ini sedang tak ada di tempat, mungkin ketinggalan di danau tadi.
"Gak mau! Lo yang makan kenapa gue yang bayar?" ucap Saira kesal.
Ziva menggaruk tengkuknya yang tiba-tiba gatal, "Gue lupa bawa uang, Ra!" keluh Ziva. Berharap Saira mau membayarkan makanannya.
Saira beranjak menuju kasir, untuk kali ini saja Saira menolong sahabatnya yang tidak memiliki malu itu. Udah makan banyak, dan tidak membawa uang sepeserpun? Untung ada dirinya yang selalu mengingat membawa black cardnya.
Jika tidak? Mungkin Ziva sudah berada di belakang, menjadi tukang cuci piring dadakan. Seharusnya biarkan itu tetjadi, kan sayabg uangnya Saira.
"Makasih, Ra!" Ziva memeluk erat tubuh ramping Saira.
Membuat gadis yang dipeluk susah untuk bernapas, "Gue, gak bisa napas bego!"
Ziva yang digertak langsung menjauhkan tubuhnya dari Saira, tekekeh kecil melihat wajah sebal Saira.
"Maaf!"
🍁🍁🍁
"Sejak kapan lo pada, ada disini?" tanya Saira polos.
Kedua orang itu menatap kesal ke arah Saira, gadis itu menyengir. Rasa bersalah menyeruak dari dalam dirinya. Sungguh dia melupakan jika ponselnya dan milik Ziva di non aktifkan.
Ziva menatap bingung Saira yang berdiri di balik pintu utama. Keningnya mengerut saat Ziva melihat Saira seperti sedang berintraksi dengan seseorang, apa mungkin sahabatnya bisa melihat hantu? Seperti anak indihome?
"Indihome atau indigo sih? Au ah indomie aja!" ucapnya polos.
Kakinya berjalan mendekati Saira, menuju pintu utama tentunya.
"Ra, lo-- MONYET, SETAN! SEJAK KAPAN LO BERDUA ADA DI SINI!" kaget Ziva saat menemukan dua mahluk cebong berdiri dengan muka masam.
"GAK USAH TERIAK BEGO!" kesal mereka bertiga.
Padahalkan sendirinya juga teriak? Kenapa Ziva dimarahin? Ziva terkekeh kecil saat diteriaki.
Mata dua lelaki itu menatap kesal kepada dua perempuan yang sok polos ini.
"Kenapa Ponsel kalian pada gak aktif?" ucap Denan menatap tajam mereka berdua tanpa henti.
Kedua gadis itu saling tatap, dahi keduanya mengerut. Hingga mereka teringat sesuatu.
"Bego! Hp gue kan masih di non-aktifkan!" Seru Ziva.
Gadis itu dengan tidak santainya membuka kasar pintu yang menghalanginya. Berjalan menuju kamar untuk mencari barang beharganya.
Sedangkan Saira tersenyum kikuk. Tatapan kedua lelaki dihadapannya ini membuat gadis itu meringis takut.
"Maaf, tadi ponselnya emang sengaja di matiin." lirihnya takut.
🍁🍁🍁
Part-part selanjutnya bakal masuk ke pemecah masalahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
SCHOOL DEATH (END)
Novela JuvenilWARNING! CERITA INI MENGANDUNG DOSA YANG AKAN MEMBUAT KALIAN BERPRASANGKA BURUK DAN SUUDZON! "Setiap melody itu mengingatkanku pada dia!" Satu kesalahan yang dibalas dengan kejam. Orang tak bersalah harus direnggut nyawanya dengan paksa. Membuat luk...