Bab 2

78 17 5
                                    

Gefira menghembuskan nafasnya untuk kesekian kalinya. Sudah 1 minggu berlalu semenjak kedatangnnya yang tiba-tiba ke dalam dunia novel favoritnya. Dan hari ini dia telah memutuskan sebuah keputusan yang telah ia pikirkan selama jam makan siangnya.

'AKU AKAN MENGHENTIKAN SEMUA JADWAL GILA INI!'

Sungguh, Gefira—Liona sama sekali tidak sanggup. Ia tidak pernah merasa seproduktif ini semasa hidupnya bahkan di masa ujian. Dari pagi hingga malam yang ia lakukan hanyalah belajar, belajar, dan belajar!

Gefira ini masih remaja, BAHKAN BELUM MASUK USIA REMAJA. Ini adalah saat paling tepat baginya untuk bermain—mengeksplor berbagai hal di dunia ini yang tidak ia ketahui. Bukan hanya duduk diam dan mendengarkan para guru menyebalkan ini pelajaran yang bahkan tidak Liona minati.

Iya, saat ini Liona adalah seorang Gefira Voe Lioness, satu-satunya penerus dari keluarga Marqus Lioness dan merupakan seorang yang berada di puncak piramida high society.

Tapi tetap saja, sebesar apa pun usaha Liona untuk menjadi Gefira tidak akan menjadikannya 100% sama dengan yang asli. Liona pun tidak mau kehilangan dirinya begitu saja.

Liona meletakkan garpuhnya kuat, ia meneguk habis suapan terakhirnya. Diraihnya gelas kaca dengan ukuran emas diatasnya dan diminumnya hingga gelas itu kosong.

Masa bodoh dengan statusnya, toh Liona sejak dulu bukan anak yang terlalu peduli dengan ucapan orang lain kecuali Ibunya. Dan lagi...GEFIRA INI SEKARANG LAGI BERLIBUR! Saatnya bermain! Main! Main!!!

Gefira bangkit dari duduknya dan langsung pergi keluar dari ruang makan tanpa basa-basi. Ia tidak lagi menunggu pelayan untuk melakukan semuanya untuknya. Ia muak.

'Aku akan bertemu dengan sang Marques.'

Gefira tidak memedulikan Sebastian yang kini tengah mengejar dan memanggil namanya berulang kali. Ia akan bertemu Ayahnya dan memintanya untuk menghilangkan semua jam pelajaran kecuali kelas berkuda dan memanah.

Liona tidak begitu ingat bagaimana sikap atau hubungan keduanya, ia juga sudah tidak peduli.

Bermodal dari ingatan yang didapatnya, Gefira langsung menuju ke gedung utama—dimana kantor Ayahnya berada. Bastian kini tengah benar-benar panik melihat tingkahnya yang mendadak berubah. Bahkan suarahya audah berubah parau saking kencangnya ia memanggil nama Gefira.

Tapi lagi, GEFIRA TIDAK PEDULI!

Begitu ia sampai di depan kantor sang Ayah, Gefira mengetuk sebanyak tiga kali dan langsung masuk ke dalam kantor Ayahnya tanpa menunggu jawaban—yang membuat Bastian menjerit.

Gefira menarik nafasnya panjang dan mengeluarkan semua unek-uneknya dalam satu nafas, "Ayah, aku tidak mau belajar!"

Gefira menatap pria paruh baya yang tengah dikepung oleh tumpukan kertas itu. Pria dengan rambut perak keabuan dan mata hijau zambrud yang sama dengan miliknya itu kini memfokuskan semua pandangannya pada Gefira.

Gefira meneguk ludahnya, ini bukan apa-apa ketimbang saat ia dicambuk oleh sang Ibu setelah ketahuan bolos dari les.

'Iya, ini bukan apa-apa, sama sekali bukan apa -apa!'

Marques Lioness hanya terdiam, ia terus menatap putrinya itu tanpa berkata satu patah kata pun. Dan hal ini membuat Gefira gemas.

Hening. Sangat amat...hening.

Seluruh tubuh Gefira bergetar saking mencekamnya udara yang ada di ruangan ini. Keringat dingin perlahan mulai turun satu persatu menuruni pelipisnya. Kepalan tangannya berubah dingin.
'CEPAT JAWAB SAJA KUMOHON!'

"...Lakukan sesukamu."

Deg

Kedua mata Gefira terbuka lebar. Rasa tegang yang awalnya menyelimuti seluruh tubuhnya kini sudah sepenuhnya lepas. Ingin ia berteriak sekencang mungkin saat ini juga.

Being a VillianTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang